Kehadiran Hujan sebagai Hidangan Rindu

22 4 1
                                    

Aku tak menyesal perihal hujan yang mengguyur sore ini. Katamu, kau iri pada hujan sebab ia dapat lebih dekat menyentuh kulit. Katamu kau iri pada angin yang dapat menerpa diri hingga lebih dekat dari bayangmu. Dan katamu kau iri pada kertas yang lebih tahu segala isi hati. Nyatanya tidak. Itu hanya kiasan yang kau utarakan. Bagiku, adanya hujan mampu membuatku rindu kamu, suaramu, serta untaian kata yang mampu membuatku terhibur karenamu.

Apa kamu tahu? Di setiap helai hujan ada doa yang ku terbangkan pada-Nya. Semoga hujan memberi berkah dan keikmatan pada hal yang menjadi tempat tetesannya dan semoga kita dapat berjumpa di suatu saat nanti. Besar harapku bertemu denganmu, layaknya hujan yang datang tanpa permisi. Kamu pun begitu datang memenuhi setiap hariku. Menjalin suka cita yang membuatku terpana akan kelembutanmu.

Namun, hujan sore ini sangat berbeda. Kita masih dalam pijakan bumi yang sama. Hanya saja kau ada di sana dengan canda tawamu dan aku tetap di sini bersama kenangan yang pernah ada. Sebab waktu tak lagi berpihak atas apa yang terjadi pada kedekatan kita. Aku tak marah, aku tak kecewa. Sebab di balik perkara pasti ada alasannya. Aku paham itu.  Bahkan aku tak pernah menyesal mengenal dan dekat denganmu. Malah aku bahagia, sangat. Terima kasih telah memberi warna. Kuharap dirimu tetap menjadi pribadimu yang menyenangkan, lemah lembut dan selalu ceria. Aku akan selalu menunggu kabar bahagia  darimu. Di sini aku menjagamu lewat doa-doa, menerbangkan rasa rindu pada langit di cakrawala. Semoga dirimu selalu bahagia. Salam sayang dariku; untukmu seseorang (sahabat dan keluarga) di sana.


Pacitan, 2019

Setangkai AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang