Cinta dan Luka

28 3 2
                                    

Perihal rasa yang tengah menjelma menjadi suka, acapkali membuat gemuruh detak tak terkira dalam palung dada. Memporak-porandakan pikiran tentang hadirnya gejolak tanpa prasangka. Itulah perasaan yang dirasa ketika teduh netra menatap penuh damba.  Hingga membuat terkurung akan tajamnya sinar yang menggebu dalam diri dengan segala pesona.

Aku berani bertaruh dalam dinginnya malam, betah menunggumu sampai sinar bulan semakin terang. Menatapmu dari kejauhan,.yang tengah berbincang hangat dengan sesorang. Entah hal apa hingga membuatku tersihir akan dirimu yang hanya menyapa dengan sabit senyum, tetapi cepat berlalu. Namun, begitu membekas dalam hatiku.

Entah perasaan khayalanku atau memang benar adanya, netramu kembali menatapku dengan senyuman itu. Meluluhkan sebagian dariku terpana akan kharisma yang terpancar darimu. Mungkin terkesan berlebih-lebihan, tetapi memang begitu adanya. Aku telah lancang menempatkanmu dalam daftar di hatiku. Lagi-lagi apa dayaku yang tak mampu menolak dan semakin merajut renjana lebih dalam dan tak ingin cepat hilang dalam genggaman perasaanku.

Lagi, semesta memandangku dalam naungan rasa akan dirimu, hingga membawa dirimu tepat di hadapanku. Tak lupa dengan pancaran aura yang tak lela dalam hadirmu. Berkali-kali ku berdoa dalam sujud lamaku, semoga dirimu memang untukku. Menerbangkan angganku hingga ke lautan mimpi yang kurancang penuh rajutan delusi.

Besar harapku, nyatanya tak sesuai dengan hal yang kulihat dari hati. Semua yang tersimpan dan telah rapi kurajut, seketika musnah dalam perhitungan detik. Putaran-putaran memori berlalu dan mencekik gelagat yang mampir di hati. Menyayat gelenyar aneh dan sakit menikam sesak hingga tak mampu berdetak. Aku telah lalai menempatkanmu sebagai satu-satunya tanpa berpikir akan adanya berpaling. Dan semesta  memihak dalam  melepaskan perasaanku untukmu. Aku yang salah dalam mendekapmu dalam keegoisanku. Memintamu memandang kehadiranku, walau nyatanya dirimu lebih memilih dia untuk menemani genggaman jemarimu.

Ku tak apa. Kuikhlaskan rasa yang bersua meski rasanya sia-sia. Akan kuhapus segala detak yang pernah membuatku menggebu ketika kehadiranmu dalam bayang malamku; masuk dalam mimpi indahku. Lalu kenyataan mimpi itu hanya bualan yang menenggelamkanku pada kerelaan. Biarlah kau bahagia bersamanya. Ku tak akan datang dalam kehidupan kedepanmu. Jikalau takdir membuatku bertemu dirimu lagi. Anggaplah kita tak pernah saling menyapa. Selamat berjalan dengan kebahagiaanmu dariku seorang yang mendambamu.


Pacitan, 2019

Setangkai AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang