Surat Untukmu

268 12 9
                                    

Untuk lelaki hebat dalam hidupku. Kutulis ini dalam lirih sepi yang menyayat kalbu. Membawa melodi sebagai jamuan yang dihidangkan melewati detik yang panjang. Bahwasanya daun jatuh pun tak akan mengerti tetes air matamu. Tak akan pernah memahami  bagaimana sedih menggelayutkan pilu, tetapi langit mampu menjadi sahabat segala keluh kesahmu.

Dalam bisunya sepi dan tenggelamnya asa yang pernah membumbung tinggi. Dirimu telah menanam tegar untuk tumbuh  menopang senyum.  Walau kemarin kulihat samar ada gerimis jatuh dari helaian kelopak dan senja menghilang dari ronamu. Seakan waktu menjeda dunia, mengelintirkan gemuruh yang tak biasa; menyambar hati dengan porak poranda kecewa. Namun, dalam sorot teduhmu hanya secerah senyum yang menghias; menggenggam lautan cinta dengan taburan purnama.

Aku tahu perjalanan ini melelahkan, bahkan teramat memilukan untuk dikenang. Aku pun tahu, puncak lara sedang diambang kenestapaan. Bergejolak larva pijar yang siap sedia untuk mengempaskan, tetapi jiwamu menguatkan untuk tetap tinggal tanpa merelakan sedih mendorong lebih dalam, lalu menggenggam keyakinan jikalau masih ada pijakan untuk kembali ke permukaan.

Sejujurnya, hati ingin merengkuh tubuh ringkihmu. Mendekap dukamu dan membawa keluar dari ruang berasap yang mematikan rasa. Namun, apa dayaku. Melompat perih yang menjamah hati saja, aku masih terombang-ambing oleh derasnya keraguan. Terempas dalam menelusuri kepingan kepercayaan, untuk direkatkan meski tak akan pernah berjajar sempurna.

Untukmu, lelaki hebat dalam hidupku. Ketidaksempurnaan bukan halangan untuk meninggalkan. Pun aku yang tak akan beranjak meski keadaan menghimpit untuk menyerah. Ribuan gelombang tak akan mengempaskanku beranjak dari keterdiaman keadaan. Aku tetap di sini untuk bersamamu, menemanimu hingga kehangatan dapat digenggam. Jangan risaukan kicauan yang tak berarti. Cukup, mari jelaskan bagaimana dunia masih memberi napas dan mengerakkan kaki;  berdiri meski luka masih setia memeluk diri.



Pacitan, 2019

Setangkai AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang