35. stuck in my head 2

578 40 18
                                    



Kedua kakiku kubawa melangkah cepat masuk kedalam rumah besarku ini, segera aku mencari cari keberadaan wanitaku yang entah sekarang berada di mana.

Senyumku mengembang menemukannya, sosok istriku yang kini tengah mengandung anakku terduduk di balkon samping rumah, duduk sendirian memandang lurus kedepan entah tengah memikirkan apa.

Aku mengambil sesuatu yag tadi kubeli sewaktu pergi keluar, memang sengaja aku mampir di minimart untuk membelikannya sekedar oleh oleh kecil sebagai permohonan maaf karena sudah meninggalkannya pagi tadi.

“Hai Naomi..” sapaku dengan lembut.

Dia menoleh kearahku, namun wajahnya hanya datar tanpa ekspresi. Kemudian Naomi kembali memalingkan wajahnya dariku melanjutkan lamunannya.

Aku makin mendekatinya, mendudukan diri disampingnya namun secepat itu pula Naomi kembali mengambil jarak agar tidak dekat dekat denganku.

“Naomi bangun sendirian, Naomi takut. Kamu pergi ninggalin Naomi, kamu jahat.” Ucap Naomi yang dapat ku dengar. Ia terus mengulang ngulang kalimat itu yang sungguh membuatku di liputi penyesalan.

“Maaf Naomi, aku harus mengurus sesuatu di luar dan aku tidak mau mengganggu tidurmu. Tapi aku sekarang sudah kembali, kamu tidak sendirian lagi.” Ucapku melembut.

Naomi melirik sebentar kearahku lalu dia membuang wajahnya lagi, rupanya dia benar benar kesal aku tinggalkan pagi tadi. Tapi mau bagaimana lagi, aku tidak punya pilihan. Aku harus mengurus sesuatu mengenai ujian susulan dan tak bisa mengajaknya.

Yah meski aku tidak peduli dengan ijazah itu namun aku tidak punya pilihan lain karena papaku terus memintaku ikut ujian susulan karena aku harus punya ijazah SMA dulu supaya nanti bisa menjadi tulang punggung yang baik untuk Naomi dan anakku.

“Ah iya, aku beli sesuatu untuk Naomi. Lihat ini, apa yang aku bawa.” Ucapku lalu memamerkan makanan kecil yang tadi kusiapkan untuknya.

“Wah coklat!”

Dan benar saja, kedua bola mata Naomi langsung terlihat bersinar. Memang hadiah kecil ini tak pernah mengecewakan, selalu bisa diandalkan untuk membujuk Naomi bila sedang marah.

Naomi kembali bersemangat, dia memelukku dengan erat dan memberikanku ciuman berkali kali di pipi. Aku senang melihat senyum Naomi bisa tercipta, aku lega melihat Naomi bisa tertawa.

..

Sekarang Naomi sudah tertidur di pelukanku, kuusap dengan lembut perut besarnya ini. Kandungannya sudah berjalan delapan bulan, tak terasa sebentar lagi ia akan melahirkan anak kami.

Melihat wajah damainya saat tertidur membuatku selalu teringat dengan kesalahan yang telah kulakukan di masa lalu kepadanya. Kenapa aku tega sekali menghancurkan kebahagiaannya, menghancurkan hidupnya dan menghancurkan semua yang ia punya.

Perlu perjuangan yang aku lakukan untuk membuat kedua orang tua Naomi mempercayakan putrinya kepadaku. Butuh keringat, air mata bahkan juga darah. Tapi aku berhasil membuat mereka yakin bila aku benar benar akan menjaga Naomi.

Flashback

“Naomi!” teriakku melihat kedaaan Naomi yang sudah berantakan dengan banyaknya suster yang memeganginya.

Bukannya tenang namun kedaan Naomi malah justru kian mengamuk. Seorang dokter sudah mengangkat jarum suntiknya namun tiba tiba saja Naomi muntah. Dia terlihat kesakitan dan ingin memuntahkan sesuatu namun tidak ada yang keluar dari mulutnya. Aku ingin mendekat tetapi mereka menghalangiku, melarangku untuk ikut menenangkan Naomi.

os jeketiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang