20. LALEXA

15.7K 1.2K 168
                                    

Melihat semyummu saja sudah membuatku jatuh kepayang.


"Dimakan dong Aby, itu sarapannya. Nggak ngehargain Bunda banget sih." Pagi-pagi seperti ini, mendengar celotehan Marwah bukan lagi hal yang asing. Icha sudah terbiasa dengan hal itu. Dua minggu menikah dengan Aby, kehidupannya masih sama. Icha masih bekerja di kantor. Pulang terkadang sampai malam. Bahkan, Icha pernah pulang dan Aby sudah ketiduran menunggunya di ruang tengah. Alhasil, Icha harus membangunkannya untuk pindah ke kamar. Aby ngambek keesokan harinya karena Icha tidak bisa menepati janjinya karena mereka akan makan malam di luar. Entah kemana, Icha juga tidak sempat menanyakan itu.

Icha bukan wanita yang kepo apa kesukaan Aby, tetapi Marwah selalu mengatakan apapun tentang suaminya itu tanpa Icha minta. Seperti kesukaan Aby saat sarapan adalah bubur kacang hijau. Icha mematikan kompor. Menuang bubur kacang hijau yang sudah matang itu ke dalam wadah. Lalu, menaruh tepat di depan Aby. "Ini, dimakan."

Seketika matanya berbinar. Aby menatap Icha tidak percaya. Untuk pertama kalinya, ada yang membuatkan makanan kesukannya selain Bundanya yang cerewet itu. Apalagi orang itu adalah Icha. Aby mesam-mesem sendiri. Membuat Marwah memasang ekspresi jijik. "Buatan istri emang lebih mantap ya, By?"

"Iya dong! Punya Bunda mah kalah," jawab Aby langsung. Kemudian dia tersadar kalau ia salah bicara. Marwah sudah memasang pelototan tajam.

"Oppps! Gak sengaja Bun! Tapi niat!"

"Jatah kamu di potong sehari. Jadi, jangan minta uang sama Bunda lho ya!" ancam Marwah, apalagi tanggan kanannya memegang pisau, tangan kiri memegang garpu.

Serem BangeD, euy!

"Kok gitu sih, Bun? Aby ada tugas kelompok lho hari ini, nanti patungan gimana?" Aby memasang wajah semelas mungkin. Tetapi dasar Bundanya, tidak mempan dirayu begitu. Kecuali Aby mau membantu beliau menyapu rumah seharga 10 miliyar ini.

Sombong? Emang kenyataannya kok Aby punya rumah seharga 10 miliyar.
E

h, tapi bukan Aby. Melainkan kedua orang tuanya.


"Ngemis sana di pinggir jalan. Nanti bisa patungan deh, mau beli apa emang? Es tung-tung ya?"

Icha tergelak, begitu juga Romli yang sudah rapi memakai jas kantornya. Beliau sudah hampir selesai sarapan.

"Bunda! Mana ada sih, pengemis seganteng Lee Min Ho gini?" Aby menghabiskan semangkuk bubur kacang hijau buatan Icha. Icha memang pandai memasak, makanya soal rasa keahlian Icha tidak bisa diragukan lagi. Pantas saja Icha membuka restoran dan kafe. Wong servernya jago begini. Chef Juna juga kalah sama Icha.

Jangan bilang-bilang Icha, kalau Aby memuji istrinya itu ya.

"Bun, Ayah berangkat duluan ya?" pamit sang Ayah pagi itu. Mengakhiri keluarga yang sedang bercengkrama mengawali pagi sebelum melanjutkan aktivitas masing-masing.

"Yah, kemarin Ayah makan siang sama sokap tuh? Pake baju merah, seksi lagi. Uuuuhh, Aby bakal punya Mami baru ya?" Aby berkata seenak jidatnya yang jenong kayak lapangan bola itu. Romli menatapnya sambil berpikir keras. Sementara Bundanya memasang wajah garang.

"Kemarin? Makan siang? Ayah nggak makan siang sama siapa-siapa," jawab Romli jujur.

Marwah juga membantah. "Kemarin siang Ayahmu makan di kantin kantor. Video call juga sama Bunda. Kamu ya, nggak usah ngawur gitu! Mau buat suasana pagi jadi panas?!"

"Uuuh, Bundaku sayang. Bumi ini memang sudah panas. Aby bahkan kemarin lihat berita ada Emak-emak goreng kerupuk di bawah terik matahari langsung."

"Oh ya?" Aby mengangguk-angguk.

"Bodo amat! Gak penting!" gerutu Marwah, membuat Aby ditertawakan oleh Icha.

Uh, untungnya senyum Icha manis. Jadi bisa mengurangi rasa kejengkelan Aby karena sudah ditertawakan.

***

Aby memarkirkan motor sportnya di parkiran. Beberapa teman yang pernah satu sekolah dan masih mengingatnya menyapa. Meski Aby tidak ingat siapa mereka, Aby tetap menebar senyum. Nanti gawat kalau dia dikira sombong buang muka. Karena menurut Aby, sombong itu harusnya buang duit. Bukan buang muka. Karena manusia zaman sekarang banyak yang punya muka dua.

Melewati lorong lobi, lalu aula. Dia berjalan menuju kantin utama kampus. Memang disana lebih ramai daripada kantin setiap fakultas. Karena selain lengkap, mereka jadi bisa bersosialisasi satu sama lain dengan mahasiwa fakultas lain. Meski ya, itu tidak penting juga. Tidak ada yang bisa menandingi kekayaan seorang Abyan.

"Woi," panggil Aby melihat teman-temannya sudah disana. Ada Lexa juga. Oh yaampun. Bukan apa-apa. Aby merasa kalau Lexa menaruh hati padanya. Lexa sengaja mendekati teman-temannya agar mereka mendukung Aby berkencan dengan perempuan berambut kuning itu. Aby duduk tanpa minat. Selera memesan bakso Mang Gaho jadi tertunda.

"Aby, liat! Siapa yang duduk di sebelah gue?" tanya Salim menunjuk Lexa dengan jari telunjuknya. Sumpah, nggak penting banget!

"Hmm, upil?" Aby terlihat malas menjawab. Lexa menatapnya tersinggung. Niat hati kan, mau bergabung dengan mereka. Tetapi kenapa sikap Aby selalu cuek? Apakah Lexa kurang cantik? Kurang manis? Kurang putih? Kurang tinggi?

"Abyan, selamat pagi!" sapa Lexa begitu riang. Sangat senang Aby berada di tengah-tengah mereka. Senyumnya terus terukir, tetapi tidak lama karena Aby berdiri dengan gagahnya hendak meninggalkan mereka.

"Kamu mau kemana?" tanya Lexa. Menghadang Aby. Sungguh, membuat Aby begitu jengah. Dia melewati sisi kosong di sebelah kiri. Tetapi Lexa menutup agar Aby tidak bisa melewatinya begitu saja. Sampai ketiga kalinya, Aby membuka suara. "Apaan sih? Mau lewat nih OG, alias Orang Ganteng!"

Lexa menatapnya. "Kenapa buru-buru banget? Temen-temen kamu masih disini."

"Iya, By. Ngapain dah? Sini duduk!" ajak Rijal. Tingkahnya semakin tengil saja. Aby tahu, sebenarnya yang menyukai Lexa adalah Rijal. Tetapi cowok itu berpura-pura tidak memahami perasaannya. Malah, justru Salim yang kelihatan mendekati Lexa padahal sebenarnya Salim juga tidak menyukai Lexa.

Ah, ada apa sebenarnya dengan mereka? Juga, Aby kan sudah menikah. Untuk apa dia disana? Kalau Icha melihat, bisa dikira selingkuh kan?

"Ogah," balas Aby singkat. Dia kehabisan kesabaran. Menatap Lexa dengan sorotan marah. "Ngapain sih? Udah sana, gue mau lewat!"

"Tapi-"

"Gue bilangin Nyonya Abyan mau lo? Biar digorok tuh leher belang!" Tentu, ucapan Aby meyakiti perasaan Lexa. Apalagi ketika teman-teman Aby juga ikut menertawakannya.


Lexa meninggalkan mereka, dengan perasaan sedih.

"Lo buat dia sedih, boy." Kaisar bersuara.


Aby menatap punggung Lexa yang terekspos. Lalu, menggeleng acuh tak acuh. "Terus gue harus apa? Salto sambil Joget Monyet? Yakali. Gila lo pada."

Aby pun meninggalkan mereka, dengan tanpa rasa bersalah sedikitpun kepada Lexa.

[NUG's 5✔] Jodoh Untuk Alyssa (OPEN PRE ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang