1. Tulang Rusuk

51.3K 1.9K 74
                                    

Wanita selain diciptakan untuk melengkapi pemilik tulang rusuk, mereka juga diciptakan untuk kuat dan tahan banting terhadap apapun.

***

"Hei, lihat wanita yang duduk disana."

"Udah tua bukannya nyari pendamping, terus nikah! Ini malah kerjaan terus yang dipikirin!"

"Meskipun cantik kalau jadi perawan tua ya gak bagus! Siapa yang mau?"

"Nggak laku apa gimana?"

"Seleranya terlalu tinggi, jadi nggak ada yang mau ya?"

"Jangan asal ngomong Bu, dia itu wanita karir. Wajar lah kalau belum kepikiran buat menikah."

"Lho, kalau udah umur segitu kan udah wajib buat nikah. Kasihan anaknya, nanti punya Ibu tapi udah tua!"

"Wahh.. Berasa jalan sama Nenek jadinya ya Jeng?"

Suara tawa di meja sebelah sudah pasti mengarah kepadanya. Suara ibu-ibu di meja sebelah yang membentuk kelompok itu selalu melihat ke arah Icha sejak Icha mendaratkan bokongnya disana. Di sebuah kafe dekat kantor untuk makan siang. Kakinya terlalu kram jika berlama-lama duduk di kursi dan terus-menerus menatap layar komputer. Untuk mengatasi masalah itu, Icha memutuskan untuk makan diluar. Mengabaikan ajakan Fathur yang ingin makan bersama di kantin. Icha membiarkan para wanita itu terus mengoceh. Uhm, apa mereka begitu kurang kerjaan sampai menggunjing seseorang sampai ke akar-akarnya seperti itu? Padahal, Icha mengenal mereka saja tidak.

Icha menyeruput jus mangga sembari mengecek ponsel. Dia sendirian. Mungkin beberapa orang akan menganggapnya tidak punya teman, tetapi kenyataannya tidak begitu. Icha cukup dekat dengan banyak orang. Hanya saja dia memang nyaman sendiri untuk sekarang. Icha tersenyum membaca pesan balasan dari Ibunya. Beliau sedang melakukan cek bulanan di rumah sakit.

"Ini Mbak, pesanannya." Seorang waiters membawakan pesanan Icha. Nasi goreng seafood. Makanan favoritnya sekali, apalagi kalau buatan Ibunya.

"Terima kasih," jawabnya lalu waiters itu berlalu pergi. Icha mulai makan setelah membaca doa. Berusaha mempercepat waktu karena jam sudah semakin mepet untuk masuk jam kantor lagi. Ini karena tadi dia shalat terlebih dahulu di masjid dekat kantor. Icha tidak mungkin melupakan kewajibannya disaat tubuhnya masih bisa digerakkan dan begitu sehat. Betapa banyak orang diluar sana yang tak memiliki tangan, atau kaki masih tetap pergi ke masjid untuk memenuhi perintah Allah.

Apalagi jika mengingat para leluhur yang sudah meninggal, meminta dihidupkan kembali karena menyesal semasa hidupnya mereka tidak pernah sholat.

Mengerikan sekali.

Lima belas menit, Icha sudah menyelesaikan makan siang. Dia melambai, meminta bill. Setelah itu Icha membayar bill tersebut dengan uang tunai.

"Makasih, Mbak. Silahkan datang lagi besok," ujar waiters itu. Icha hanya mengangguk dengan senyum kecil. Dia tidak mungkin mengatakan iya kan? Itu sama saja dia berjanji. Janji adalah hutang. Dan hutang harus dibayar. Kalau besok Icha dipanggil Allah, maka itu akan menjadi dosa jariyah untuknya. Surga sulit untuk dia gapai pada akhirnya.

Keluar kafe, Icha berjalan di depan ruko-ruko kosong untuk ke kantor. Mengabaikan tatapan para ibu-ibu tadi yang juga keluar bersamaan seperti ingin demo karena harga minyak semakin naik. Rupiah makin menurun.

"Hei, Cha!" panggilan yang sering sekali Icha dengar membuat dia menoleh. Fathur berdiri di hadapannya, sepertinya juga baru selesai makan siang di kantin. Icha mengangguk. Mereka berjalan bersisian untuk ke lantai sembilan. Mengapa Fathur tidak meminta kepada sekretarisnya saja? Jawabannya karena Fathur terbiasa mandiri sejak kecil. Sama seperti Icha. Mereka memiliki sikap yang sama. Hanya saja berbeda gender.

Posisi Icha disini lebih tinggi dibandingkan Fathur yang menjabat sebagai Wakil Presdir. Itu karena Fathur sendiri yang memintanya. Fathur beralasan kalau Icha lebih pantas menjadi CEO di kantor warisan alamarhum Oppa mereka. Icha meski perempuan dia itu kuat, pendiriannya teguh, ditambah lagi Icha sudah menjalankan S2 di luar negeri dengan usia termuda. Kepintarannya menurun dari kedua orang tuanya. Icha benar-benar sempurna, tanpa cela.

Hanya saja.. Icha belum menikah.

Hal itu membuat Icha sering dipandang sebelah mata.

"Mas Fathur, ajak Mia kesini dong sekali-kali. Icha kangen Mia." Mia adalah anak Fathur dengan Fatin. Mia masih balita, pipinya gembul dan Mia punya warna mata cokelat terang. Giginya masih tumbuh dua, seperti gigi kelinci.

"Rumah kita selalu terbuka Cha buat kamu. Kamunya aja yang sibuk kerja. Inget lho, usia kamu udah masuk 28. Udah waktunya, Cha," peringat Fathur. Sosok dingin itu berubah hangat beberapa tahun terakhir. Mungkin semenjak mengenal Fatin, Fathur menjadi terbuka. Fathur mempunyai masa kelam, dia pernah mendekam di penjara selama lima tahun.

"Mas Fathur jangan mulai deh," rajuk Icha kesal. Mereka keluar lift, berdiri di depan ruangan Icha. "Icha yakin kok, jodoh nggak kemana. Mungkin sekarang jodoh Icha lagi nyasar di hati orang lain, kan?"

Mendengar itu, Fathur tertawa renyah. "Besok-besok mau alasan apa lagi hah? Jodoh kamu masih bentuk embrio?"

"Kalau itu sih, kayaknya nggak mungkin, Mas." Icha terkekeh.

"Kemarin Mas dengar Pandu ke rumah? Pasti ditolak lagi ya?" tanya Fathur prihatin. Kedua orang tua Icha selalu membuka pintu rumah bagi siapapun yang datang untuk melamar bunga terakhir mereka.

Pandu adalah anak dari rekan kerja ayahnya. Pandu datang untuk melamar. Riwayat di CV menerangkan Pandu sosok yang baik. Dia lulusan universitas luar negeri. Sekarang memimpin perusahaan katering. Pandu tentu saja mandiri.

Hanya saja... Icha tidak merasa cocok.

"Mau sampai kapan sih, Cha? Nggak capek dengar Azzam ngoceh terus? Mereka mau kamu menikah, Cha. Mempunyai anak, lalu suamimu yang mengurus perusahaan. Kamu itu per-"

"Memangnya kenapa kalau perempuan memimpin perusahaan, Mas?" Icha balik bertanya, kali ini tak ada nada bersahabat dalam suaranya. Fathur salah bicara. Dia tahu Icha kuat. Tapi Icha juga perempuan. Punya sisi lemah dan sisi cengeng tersendiri.

"Cha..."

"Icha senang kok Mas, bisa nerusin perusahaan almarhum Oppa. Abi juga pasti bangga, sekolah Icha berhasil karena Icha bisa berdiri disini. Di hadapan Mas Fathur." Kemudian wajahnya berubah ceria lagi. "Ah, udah waktunya masuk jam kantor. Icha masuk duluan ya Mas? Besok-besok ajak Mia sama Mbak Fatin ya? Icha akan beliin Mia boneka barbie kayak biasanya." Icha berpamitan, kemudian masuk ke dalam ruangannya.

Meninggalkan Fathur yang berdiri mematung. Icha itu... Memang perempuan kuat. Tahan banting.

Tetapi tidak tahan bocor, karena dia bukan No Drop.












Assalamualaikum.
Kembali lagi sama aku, Arthar. Panggil Ar aja yaa buat pembaca baru :)

Gimana pendapat kalian? Banyak yang nebak ya kalau alur cerita Icha ini waktu dia masih pesantren :v

Jangan lupa vote & komen yaaaa biar akunya semangat hihi

Terima kasih

[NUG's 5✔] Jodoh Untuk Alyssa (OPEN PRE ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang