25. Hak

19K 1.4K 319
                                    

Manusia sering mendapatkan haknya secara sempurna dalam hidup.
Tetapi, terkadang mereka lupa untuk memberikan kewajiban mereka untuk orang lain.

***

Perlahan, warna jingga kekuningan nampak di atas cakrawala. Burung-burung pulang dari pencariannya mencari makan. Suara azan magrib bergemuruh di seluruh dunia. Tetapi seseorang itu nampak tak berpindah dari duduknya. Siapa lagi kalau bukan Icha, kepalanya memang sudah tidak pusing. Tetapi justru penuh dengan hal-hal lain. Dia sudah membaik, dan ini semua berkat Aby. Aby langsung pulang sore saat ia sudah menyelesaikan kelas. Aby membawakan Icha makanan dan minuman boba.

"Kenapa, Bidadariku nggak suka?"

"Kan lagi sakit, masa minum boba?" Icha bertanya saat itu. Aby mengambil plastik berisi boba, menyeruput minuman itu dengan rakus. "Kalau kamu nggak mau, ya biar aku yang habisin. Gitu aja repot."

Aby memang sesantai itu. Berbanding terbalik dengan Icha yang selalu menganggap semua hal serius. Icha menghela napas panjang. Kapan otaknya berhenti memikirkan Aby? Kenapa akhir-akhir ini dia jadi memikirkan Aby sampai kepalanya seperti hampir pecah?

"Yang, aku ke masjid ya." Aby berdiri di belakang Icha dengan peci putih dan sajadah yang disampirkan di bahu. Ia sudah memakai baju koko dan sarung dengan begitu rapi.

"Ya Allah, Aby. Saya melamun, sampai-sampai nggak menyiapkan keperluan kamu ke masjid." Icha mendekati Aby, menunduk. "Maaf ya."

Aby tertawa geli. "Ngapain minta maaf sih? Selagi aku bisa sendiri ya oke, akan aku lakukan sendiri."

"Tapi kan harusnya saya yang siapin itu." Melihat Icha yang bersalah, Aby memegang bahunya. "Nggak apa-apa, kalau gitu gue langsung ke masjid ya? Mau minta sama Allah untuk kesembuhan istriku yang caaantiiikkkk ini."

"Aby..." Icha paling lemah digombali seperti itu. Dasar modus!

"Yasudah, hati-hati Aby."

"Hmm iya." Aby melangkah keluar kamar. Meninggalkan Icha yang juga langsung mengambil air wudhu untuk melaksanakan kewajiban.

***

Kebetulan sekali Aby ada rapat bersama para Bapak-bapak di masjid untuk merundingkan santunan anak yatim di panti asuhan. Icha tahu dari Bundanya yang memang mengikuti arisan setiap minggu di rumah Bu RT. Jadi, para ibu-ibu sudah tahu duluan dari Bu RT. Icha kini berdiri di depan lemarinya dengan Aby. Lemari yang begitu besar tetapi isinya dominan baju Icha.

Uh, sebenarnya ini lemari siapa? Aby kan?

Icha memilih baju-baju yang masih bagus dan sudah tidak ia pakai lagi. Beberapa di antaranya juga masih ada yang baru. Ia memasukkan semua barang-barang itu ke dalam kardus. Icha berniat menyumbangkan busananya untuk mereka yang memerlukan. Bunda juga akan menyumbang rok-rok semasa mudanya yang sudah tidak terpakai lagi.

Mendapat dua kardus sedang, Icha menyingkirkan kardus tersebut di dekat pintu. Nanti dia akan meminta Aby untuk membawakan kardus itu ke bawah, bersama dengan kardus-kardus Marwah.

Kini, Icha kembali dihadapkan dilema. Tetapi, Icha tidak tahu mana yang harus dia pilih. Ia merasa begitu bersalah karena belum memberikan hak Aby. Tetapi, ia juga merasa belum siap.

"Ya Allah, aku harus bagaimana?" Dia bermonolog. Membongkar seluruh baju dari kado pernikahannya.

Lingerie, tanktop, hotpants, dan dress yang menerawang tubuh.

Ini gila! Icha tidak pernah membuang barang-barang karena bagaimanapun itu adalah pemberian. Ia menyimpannya di tumpukan kerudung-kerudungnya tanpa sepengetahuan Aby. Yang Aby tahu, semua benda itu sudah dibuang Icha dan berakhir di tempat pembuangan akhir.

[NUG's 5✔] Jodoh Untuk Alyssa (OPEN PRE ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang