Sorry?

11.5K 1.1K 151
                                    

"E-es tut mir leid—" (Maafin gue—)

"Ngomong pake bahasa indonesia aja, nggak usah sok jerman-jermanan."


{}


Brak!

Suara pintu tertutup yang cukup kencang ditimbulkan oleh Wonwoo akibat dirinya sedikit membanting pintu tersebut. Mood-nya sedang tidak bagus hari ini, ditambah lagi ketiga teman anehnya malah mendukung dirinya jadi belok dan hal tersebut membuat mood-nya jadi tambah buruk.

Wonwoo segera berjalan menuju kamarnya lalu melempar ranselnya ke kursi belajarnya. Tidak lama kemudian, ia pun membanting tubuhnya di kasur empuk yang selalu menjadi kekasih terbaiknya itu.

"Haaaaaah, salah apa sih gue di masa lalu? Kenapa gue dipertemukan sama manusia goib macem mereka astagaa." Ucap Wonwoo seraya mengusap wajahnya dengan kasar.

'No need to be angry, Wonwoo. Mereka cuma bercanda, semoga.'

Wonwoo kemudian memejamkan matanya untuk beristirahat sebentar. Hampir seharian duduk di kursi pesawat membuat badannya sedikit pegal. Ia kemudian menarik napas dalam untuk merilekskan tubuhnya sehingga ia bisa tertidur kemudian dengan pelan ia hembuskan napasnya perlahan hingga tubuhnya terasa sangat rileks membuat ia mulai masuk ke dalam alam bawah sadarnya.

Wait!

Wonwoo sontak membuka kedua matanya kemudian dengan cepat bangun dan terduduk di kasurnya. Kedua alisnya menyatu tanda ia sedang mengingat sesuatu. Well, tentang dua laki-laki yang tadi berdiri di depan pintu kamar sebelah. Seingatnya saat ia tengah mendumel sebal di sepanjang perjalanannya menuju kamar, ia melihat ada dua orang laki-laki yang berdiri di depan pintu kamar sebelah dengan kardus-kardus di sekelilingnya.

Apakah mereka penghuni baru kamar sebelah? Jika iya, berarti dua laki-laki itu adalah tetangga barunya?

"ASTAGA WONWOO! Lo ngoceh-ngoceh ga jelas di depan tetangga baru lo terus banting pintu anjrit gak ada ahklak!" Wonwoo kemudian menepuk keningnya pelan. Ia seketika ingat perkataan wejangan mommy dan daddy untuk berperilaku sopan dan baik kepada orang lain sebelum ia kembali ke Jerman kemarin.

"Mampus gimana nih, biarin deh mereka nggak ngerti bahasa ini." Wonwoo pun menggedikan bahunya dan memutuskan untuk tidak peduli lalu kembali membaringkan tubuhnya.

{}

Tingtong!

Di sinilah Wonwoo, sepuluh menit setelah ia memutuskan untuk tidak peduli dan kini ia mendapati dirinya berdiri di depan kamar apartemen nomor 507 tersebut dengan gugup. Well, Wonwoo akui ia memang kesepian karena di lantai itu ada 16 kamar dan yang terisi hanya sekitar 8 sampai 9 kamar saja. Ia sudah pernah menyapa seluruh tetangga di lantai itu saat ia pertama kali tinggal di sana. Tetapi rata-rata yang tinggal di lantai 5 bukanlah mahasiswa sepertinya.

Oleh karena itu, Wonwoo pikir mungkin tetangga barunya itu bisa menjadi temannya. Yah, setidaknya tidak hanya sekedar say hello saja. Tapi mengingat sikap buruknya tadi Wonwoo jadi tidak enak. Bagaimana jika ia dicap sebagai orang yang 'rude'? Wonwoo semakin merasa gugup ketika ia melihat pintu terbuka yang menampilkan sosok tinggi yang tadi dilihatnya sebelum ia masuk ke kamar. Wonwoo tersenyum ketika sosok tinggi itu kini sudah berdiri di hadapannya.

"Hi?" Ucap sosok itu.

"Uh, hi. Ich bin Wonwoo. Sprechen sie Deutsch?" (Hi, I'm Wonwoo. Do you speak german?) Tanya Wonwoo dengan gugup menatap mata sosok tersebut sembari mengulurkan tangannya. Well, Jeonghan pernah bilang ketika Wonwoo pertama kali sampai di Jerman, yaitu jika berbicara dengan setiap orang baru di Jerman, eye contact dan handshake sangat penting.

Denialism | Meanie [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang