Sandara POV
Kami saat ini duduk termenung menyantap sarapan. Ku perhatikan pergelangan tanganku, jam 8 pagi. Aku duduk diam menyantap toast selai coklat dengan sedikit tak berselera.
Kita harus bicara, baru kuantar pulang
Heii??? Tolong ya, kalau gak sayang sudah ku tempiling telinganya.
Sayang? Mbak Sandara ini kenapa ya. Ribuan bisikan di otakku beradu.
Bicara bagian mana kalo yang bunyi malah suara pelan kulkas dan mesin cuci yang berputar mencuci piamanya yang kotor setelah ku pakai.
Sementara aku berujung memakai kemeja bermotif ayam besar di beberapa bagian dan celana training yang aku yakini masih baru karena aku sempat melihat bandrolnya.
“Ini mau bicara apa?” Putra diam tak menjawab pertanyaanku, tolong dong bapak yang satu ini bibirnya diikat saja pakai karet dua.
Aku beranjak membawa piring kotorku ke wastafel sambil menghabiskan susu di gelasku.
“Mau ngejek aku yang ditinggal nikah?” aku tersenyum sinis
“Mau bilang aku goblok, tolol atau murahan?...”
“...gak usah dibilang juga aku sadar”
Tanganku sibuk mencuci piring, sebagai balas budi baik kepada tuan rumah yang telah menolong, aku harus sopan.
“Dimata kamu, aku memang ga ada bagus-bagusnya ya..” suara berat itu terdengar di belakangku persis. Aku meremas erat piring yang sedang ku bilas.
“Percuma juga kita bicara kalau kamu udah punya jawaban sendiri” ku dengar dua langkah mundur menjauhiku, lalu menjulurkan piring untuk ku cuci.
Aku mendongakkan kepala menatapnya dengan seksama.
PUTRA POV
Aku terkaget saat ia mendongakkan kepalanya menatapku. Air matanya banjir di pipinya, ia menangis lagi. Sandara yang selama ini kukenal tegar malah selemah ini.“Apa yang ada dipikiran orang saat melihatku, ditinggal orang yang masih aku harapkan keseriusannya, bodoh, datang kepestanya, bersalaman, nangis di pesta pernikahan, di tolongin orang yang aku tolak. Bagian mana yang masih jadi pertanyaan kalo aku sudah punya jawabannya, memalukan!” air matanya terus turun tak terhenti, ia membasuh tangannya yang masih terkena busa lalu mengeringkannya di kemejaku yang ia pakai.
“Kamu mau apa?. Mau bilang aku bodoh? Memang. Tolol? Memang. Mau bilang syukur? Silahkan. Seberapa puasnya kamu liat ini semua?! Ha?!!” pundaknya naik turun, napasnya terburu-buru, ku perhatikan tangannya menggenggam erat pinggir wastafel di dapurku.
“Bahkan aku masih ga punya malu, di bawa nginep di apartemen cowok yang sudah aku tolak, pinjem bajunya, numpang sarapan, dengan lancangnya gak nolak dipeluk. Gak tahu malu banget ya aku” ia tersenyum sinis
Jujur, aku malah sesak melihatnya begini, isak tangisnya mulai terdengar. Siapa yang tega mendengar tangisnya.
Aku yang satu jam yang lalu merasa puas melihatnya sakit dan hancur kini mulai menaruh iba. Biar bagaimanapun, Sandara adalah wanita yang menjadi banyak harap dan doaku, wanita yang aku pinta ke Tuhan untuk menakdirkanku padanya, wanita yang selalu aku pintakan kebahagiaan.
Aku bukan tidak tahu jika Narendra akan dijodohkan dengan Tsura. Mama masih sempat memojokkanku yang tersalip lebih dulu. Aku juga tahu jika Tsura tidak terlalu menyukai pria itu. Tapi melihat ada hati yang terluka atas ini semua, aku menjadi ikut nyeri sendiri. Bukan ini yang aku mau setelah Sandara menolak perasaanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Break Our Gap (REVISI)
RandomAlbert Putra Adiwira pemilik label design HIDE Corp dan terkenal sebagai seorang workaholic. Jatuh cinta kepada Sandara Permata Wilaga, seorang penyiar radio. Sebagai seorang pebisnis yang hidup dalam keluarga menengah ke atas tentu mempunyai dunia...