Menye-menye✔️

6.8K 544 8
                                    

“Ada libur sekitar seminggu Buk, tapi mau pulang sayang, tiketnya mahal. Lagian ngapain juga pulang” kata Sandara saat bersapa dengan Bu Shinta sore ini

“Yo ndak papa yang penting kamu baik disana. Bue denger dari Edo dan Sasha katanya kamu motret lagi ya?”

Sandara senyum nyengir padahal ibunya tidak akan tahu reaksinya.

“Enggih buk, kapan ketemu mereka?”

“Sudah dua hari ini, mereka mampir Blazt pas Bue disana”

“Gak sia-sia nggih buk, Dara dimarahin bapak gara-gara jual tas pemberiannya. Nyatanya kameranya jadi berguna sekarang” Pikiran Dara berlari ke bayangan mereka bertengkar kala ia memutuskan menjual tas pemberian bapaknya itu.

“Ya kadang begitu memang orang tua, dia tak pernah paham betul apa yang buah hatinya pengen. Bisa beli tas mahal paling mikirnya itu yang bakalan bikin seneng, tapi ternyata malah tidak dibutuhkan. Kamu sudah bukan remaja lagi, kamu tahu yang terbaik buat kamu.” Shinta memberi wejangan kepada putrinya

“Nggih buk. Bue sehat kan?” Sandara bertanya dan pertanyaan-pertanyaan lainnya masih berjalan mengisi percakapan mereka.

Hingga sampailah pada satu topik, Narendra. Entah mengapa Sandara tak suka dengan topik itu, Sandara seolah menjadi pembukti pepatah sebagian orang. Kali kedua pada orang yang sama? Rasanya pasti sudah gak sama. Benar sekali. Entah rasanya sangat hambar.

Narendra yang sibuk, ia yang sibuk. Ia yang keras kepala dan Narend yang lebih memilih diam dan menyimpannya saja. Memang sepertinya sebuah keputusan yang bodoh, memberi kesempatan itu pada Narend.

Narend seakan tak pernah serius dalam hubungan ini, atau memang dia yang sejak awal tidak membawa seluruh perasaannya dalam hubungan ini.

Sudah sekitar 2 minggu Dara sibuk dengan kegiatannya sendiri. Mengabaikan Narend yang kebanyakan melewatkan telefon, entah mengapa ia seperti sengaja memberikan kesempatan kesalahan disisi Dara.

Narend akan menelfon diwaktu yang tidak tepat, hingga ujungnya Dara yang harus menerima salah karena tidak bisa mengangkat panggilan itu. Hubungan sehat macam apa yang masih menumbuh suburkan ego masing-masing?.

Lagi pula wajar bukan Sandara belum semudah ini diajak balikan, rasanya saat berjumpa Narendra masih sama. Tapi, setelah dijalani ternyata tidak.

“Anjay apa juga gue mesti scroll naik turun ini akun, woiii. Kayak gak punya kerjaan ajaaa..” Dara menjambak rambutnya frustasi

“Pusing juga, katanya siap nunggu, baru ditinggal bentar saja gak pernah hubungi sama sekali” Dara berkata sambil mencebikkan bibir dan cemberut, kebiasaan Dara jika merasa kesal dengan seseorang.

“Gak pernah tanya gimana keadaan aku disini. Dasar! Gak peka!. Tapi apa juga aku harus pusing gini, kan kita juga ga pacaran, sekadar chat aja”


H

oki. Keberuntungan sedang di pihakku, setelah pertimbangan akan pulang atau tidak, aku malah mendapat perintah Prof. Osterowijk untuk menemaninya 4 hari di Jogja untuk menjadi pembicara disana.

Aku masih ingat reaksiku yang kaget binti kesenangan bukan kepalang saat beliau mengatakan akan lebih mudah bersama orang yang sudah ia kenal daripada harus menyewa guide yang belum ia kenal. Aku pulang yeee.. gratis lagi tiketnya hahaha. Rezeki anak solehah.

Bapake

Pak, kulo wangsul. Tapi langsung ting Jogja, suruh nemenin dosen. Lajeng dugi Jakarta hari Sabtune.

Aku sms bapak. Bapakku masih model bapak-bapak yang berprinsip siapa butuh dia yang akan menghubungi, hpnya masih Nokia jadul yang layarnya kuning itu.

Bapake
Yo. Ngati-ati

Itu saja, begitu saja, kalau dia bukan bapakku, atau seandainya dia pacarku, sudah ku marahi habis-habisan. Tapi aku tetap menyayanginya, bapak yang selama ini menjadi cinta pertamaku.

Endonesaaa I’m coming. Pagi ini aku sudah di Schipol, flight pukul 10.25 pagi. Kami dari Utretch bertiga, aku, Prof. Osterwijk, dan putranya yang berumur 3 tahun di bawahku, Everhart. Semua keperluanku di Jogja sudah disediakan dan diurus oleh asisten Prof. Oster, terima bersih.

Meski wajahnya sungguh tidak ada bersahabat sedikitpun. Tapi aku tahu bagaimana profesionalnya dosenku satu ini. Memilihku sebagai pendamping kegiatannya ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa untukku.

***

-Bandara Adisutjipto Yogyakarta -

Pesawat yang kami tumpangi melandas di bandara Adisutjipto Yogyakarta sekitar pukul 9 pagi. Setelah transit sebentar di Singapura. Badanku benar-benar lelah bukan main. Kami menuju hotel tempat kami menginap, Tentrem Hotel. Ternyata bukan diundang salah satu universitas, Prof. Oster akan memenuhi undangan dari Pemprov Yogyakarta. Aku memang hanya menemani saja, sudah ada penerjemah dan Prof. Oster tetap akan berbicara menggunakan bahasa Inggris.

Bukan kepalang senangnya, aku menjadi orang yang ditunjuk beliau untuk menemani. Seperti mempersilahkan tamu di negeri sendiri rasanya.

@Sandcol_

Aku yang beruntung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku yang beruntung. Thanks @hoteltentrem. Jogja belykee yeah🙈. Akhirnya pulang..

Bapake
Balik nggo montor mabur wae, tak pethuk nang bandara.

Bapak menyapaku di sms, aku tahu dia pasti sedang sangat tak sabar. Seperti biasanya, masih stay chill gak bakalan semenye-menye anaknya yang kegirangan ini.

Aku sedang merebahkan diri rasanya tulang belakangku seperti di geprek, capek bukan main. Sepanjang seminar berjalan aku asik mengabadikan momen Prof. Oster dan Everhart.

Everhart yang pada awalnya memandangku sedikit rendah saat pertama kali berkenalan. Akhirnya sekarang menjadi teman diskusi yang baik. Kami sama-sama menyukai topik otomotif, meskipun aku bukan anak konglomerat tapi aku sangat paham perkembangan dunia keotomotifan.

PUTRA POV
"Dara pulang kan?"

Aku sudah tak kaget saat Randi mencoba mengkonfirmasi atau memang memancingku. Sebelumnya Jessie sudah lebih dulu girang, entah sejak kapan Jessie mengenal baik Dara. Dia benar-benar tak dipihakku. Apa dia tak sadar jika kakak lelaki kesayangannya ini ditarik ulur hatinya

"Hemm" aku hanya mendehem

"Hemm? Apa-apaan? Lo ga ada minat mau ketemu?" Randi sedikit kaget

"Ngapain, dia siapa gue" aku menjawabnya ketus

"Gilee... Dendam kesumat. Katanya pantang nyerah" Randi mendekatiku

"Inget bro, selagi masih bisa diperjuangin, bukan dianggurin" aku lagi-lagi terdiam.

Siapa sih Sandara itu? Secantik apa dia? Sekaya dan sepintar apa dia? Kok bisa-bisanya bikin aku uring-uringan kayak ABG labil gini. Aku sungguh ingin mendekapnya hingga pingsan karena ia sudah berani sejahat itu.
Terlebih wanita itu pulang. Siapa bilang aku tidak peduli, aku rindu! Perlu kalian tahu itu! Aku rindu, Sandara. Mbak Ndrull yang kalian puja-puja itu.

Break Our Gap (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang