Tidak Akrab✔️

6.6K 560 8
                                    

Sudah lebih lama dari seminggu.

“Sand!"

Iya pasir lagi

“Apaan sih!? Udah gak ada yang perlu dijelasin Rend”

“Sand.! Dengerin!”

Entah bagaimana Narend tahu alamat tempatku tinggal. Sejak kemarin dia terus datang untuk menemuiku.

Aku menatapnya tajam.

“Apa kamu baik-baik aja? Jika semuanya berakhir dengan seperti ini San?” tanyanya pelan padaku yang masih enggan menurunkan emosiku

Aku harus pergi makan malam, aku malas memasak, dan sedang dalam mood makan di luar. Tapi Narend seolah tidak peduli.

“Apa kamu akan baik-baik aja memulai hal baru, misal dengan orang baru di hidupmu sementara kamu masih menyisakan tanda tanya dan masalah yang gak selesai dengan orang dimasa lalumu? Kamu akan baik-baik aja membiarkan semua asumsi kamu yang kamu lihat tanpa mendengar pernyataan dari sudut pandang lain?. Bukannya pidana sekalipun dijatuhkan hukum setelah mendengarkan sebuah bukti dan pengakuan?”

“Kita udah selesai, Rend. Kalau kamu lupa itu. Kenapa juga baru sekarang jelasinnya, kemarin-kemarin kemana saja?. Hati aku kamu anggap apa?. Kamu gak tahu rasanya kan Rend, kamu gak tau..” kataku tertunduk.

Aku tersadar jika aku menangis, kubiarkan air mata ini mengalir deras, aku lelah, hampir setiap hari dalam 2 tahun aku serasa dihujat dunia, dikhianati orang yang bahkan aku percaya bahwa aku mencintainya. Semudah itu Narend mempermainkan hatiku. Aku mengalah dan membiarkan emosiku keluar.

“Terserah kamu mau dengerin aku apa enggak. Tapi aku gak mungkin bilang kalau semua yang kamu lihat dulu itu bohong, tapi ceritanya beda, San. Beda dari pemikiran kamu.."

"Emang kamu tau aku mikir apa?" Bentakku

"Pa.. pada awalnya memang aku ditantang Widi buat dapetin kamu, karena Widi sakit hati kamu tolak setelah berusaha ini itu..”

“Ya karena widi..” aku tajam menatapnya

“Iya aku tahu, aku tahu alasannya makanya aku terima tawaran Widi buat naklukin hati kamu, tapi aku sama sekali gak bermaksud itu sebagai sebuah taruhan San. Aku sayang sama kamu, aku gak mau Widi yang dapetin kamu. Kamu satu-satunya orang yang gak ngelihat aku cuma karena aku pinter di sekolah, karena aku anak pemilik sekolah.” Narend menghentikan kata-katanya

“Aku sayang sama kamu” pungkas Narend penuh penyesalan

"Rasa itu gak berubah. Kamu mungkin bisa tahu dari teman-temanku, selama kurang lebih 4 tahun aku lewati hari-hari tanpa kamu, hari yang sangat berat. Ijinin aku sekali lagi menjadi orang yang berarti buat kamu, San, menjadi alasan kamu tersenyum”

Ngajak balikan?

"Hanya karena aku mau denger penjelasan kamu, bukan berarti semudah itu aku mau diajak menjalin hubungan lagi. Kamu Rend yang mutusin aku. Bukan aku. Padahal yang harusnya mutusin kamu itu aku. Kamu yang memilih pengecut untuk ga bilang mau kuliah di luar negeri. Bukan hanya soal taruhan. Tapi ini lebih dari dijadikan barang, kamu meragukan kesetiaan aku. Memangnya kamu pikir ga bisa kita LDRan? Kamu kesini cuma mau jelasin alasan taruhan itu? Aku kecewa"

Narend terdiam tanpa sepatah katapun, membiarkan udara berlalu lalang memecah kesunyian. Aku duduk di tangga, sementara ia berdiri menghadapku di depanku.

“Gak ada lagi yang harus kita bicarakan, Rend. Aku juga udah lupa rasanya dibahagiain kamu. Buat apa juga kamu jelasin ini itu"

"Kita udah biasa jadi orang asing, kita tidak harus berusaha seolah berkawan akrab. Segala yang usai tidak pernah seakrab itu." Jawabku final.

Break Our Gap (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang