SANDARA POV
Ku letakkan cangkir kopi hitam yang ku buat di atas meja. Sungguh rasanya aku sedang ingin pergi saja dari hadapan manusia setengah iblis ini. Namun, aku paham jika masalah tidak akan pernah selesai jika dibiarkan terbengkalai."Minumnya" aku memecah keheningan
Menghindari tatapan yang menusuk dari mata sipitnya. Kaos merah tua, coat abu-abu dan celana lentur fit body menutupi tubuh kekarnya, ia masih baik-baik saja. Hanya kelopak matanya sedikit memancarkan kelelahan
.
"Maaf" katanya seraya menyandarkan punggungnya di sofa kecilku. Tangannya ia sampirkan di bahu sofa seraya menghela napas."Iya." Kataku sekenanya. Benar kan?
Meminta maaf tak tulus, harus dijawab demikian pula."Ada acara apa kesini?" tanyaku basa basi
"Ketemu orang" katanya seraya mengedarkan tatapan menatap apartemenku
"Kolega? Sodara?" tanyaku masih berusaha sesantai mungkin
"Pacar!" jawabnya dengan santai
Ouuu... aku menganggukkan kepala, Indo-Belanda bukan apa-apa bagi seorang Albert Putra. Aku berupaya santai, merasa bahwa aku memang harus santai-santai saja, kesalahan tidak ada di sisiku. Lagipula entah bagaimana aku sudah mensetting diriku bahwa lelaki di depanku bukan siapa-siapa. Mungkin karena kebiasaan kami sudah tidak berkomunikasi sama sekali.
"Aku gak maksud buat bilang gitu" aku melirik pelan kearahnya
Hei.. who care?"Mau maksud apa enggak juga yang namanya kata-kata kayak gitu bukan hal biasa" kataku menjawabnya
"I know, too much" ia menatapku, berusaha mempertemukan mata kami
"Kamu kenapa sih, Put. Aku capek gini-gini terus. Tahu kan kenapa kemarin aku akhirnya bisa balik sama Narend?, terus sekarang aku punya teman cowok disini?. Aku Cuma butuh kamu tu jelas. Gitu aja" kataku dengan penuh penekanan.
Sungguh aku sebal, di satu sisi aku benar-benar merasa marah. Cewek mana yang tidak marah ketika direndahkan. Tapi aku benar-benar merasakan sebal. Putra adalah tipe lelaki kekanak-kanakan yang aku kenal.
"I'm so sorry. Aku sayang sama kamu" katanya lirih
"Iya. Aku maafin. Sudah berati sudah. Aku sudah memaafkan dan mohon keluar, aku masih ada kegiatan" kataku sarkas. Aku sudah kehilangan rasa sabarku. Dibaikin bukan malah jelasin
"Kalau kamu butuh penjelasan...."
"Aku ga tahu harus mulai dari mana dulu" katanya menghentikanku yang sudah beranjak ke dapur"Terlalu banyak yang aku lakuin. Aku terlalu buruk buat kamu..."
"Maaf sekali lagi, aku ga bisa lepasin kamu gitu aja" aku kembali duduk, memberi waktu kepada Putra untuk memulai ceritanya
"Kamu tahu gak disetiap hubungan itu hal yang terpenting komunikasi, Putra!! KOMUNIKASI!. Mau seberapa lama hubungan mereka, bahkan pernikahanpun bisa kandas hanya karena komunikasinya gak baik. apalagi kita yang jauh-jauhan giniii!!"
Jika kalian berpikir aku akan mengeluarkan air mata hingga mengucur, sudah salah besar. Aku benar-benar kecewa, tak ku biarkan air mata sedikitpun untuk menangisi pria di hadapanku ini.
"Aku tahu aku salah. Aku minta..."
"Aku udah maafin. Aku ga butuh permintaan maaf kamu.." aku menekankan kataku lagi
"Aku gak tahu harus mulai dari mana buat jelasin. Yang kemarin murni kesalahan aku, aku kecewa karena kamu punya teman cowok, pergi sama dia kemanapun. Bahkan dengan mata kepalaku sendiri aku bisa melihat kedekatan kalian. Yang kedua masalah komunikasi, sorry aku benar-benar sibuk. Tiap inget mau hubungin kamu pasti disini udah malem...." katanya menjelaskan
KAMU SEDANG MEMBACA
Break Our Gap (REVISI)
RandomAlbert Putra Adiwira pemilik label design HIDE Corp dan terkenal sebagai seorang workaholic. Jatuh cinta kepada Sandara Permata Wilaga, seorang penyiar radio. Sebagai seorang pebisnis yang hidup dalam keluarga menengah ke atas tentu mempunyai dunia...