25. Pain

12.3K 176 10
                                    

Aku tercekat melihat mobil hitam pekat berhenti tepat didepan rumah ayah Gavin, mengingat rumah ayah Gavin tak memiliki pagar. Pria itu keluar dan bertanya pada Willy. Aku menelan salivaku kasar.

"Apa pemilik rumah ada dirumah?" Katanya, Willy berkata bahwa ia melihat Irham pergi dua hari yang lalu dan tak kembali setelah itu lagi. Aku memegangi perutku dan kakiku serasa ditarik dari bawah tanah. Aku tak bisa berlari dan aku persis seperti patung sialan sekarang!.

Dia menatapku, menatap perutku dan kembali menatap mataku. Dia tersenyum kecil ke arahku, bukan senyum kecil. Tepatnya senyum dengan penuh duka dan sangat lirih.

---

🎶Playsong: Lelaki Cadangan- T2 (Cover)🎶

"Terimakasih" Katanya pada Willy, dia kembali tersenyum ke arahku. Aku tak bisa membayangkan bagaimana pedihnya ketika dia kehilangan tiga wanita yang ia cintai selama hidupnya. Aku menggeleng lemah. Dia sama sekali tak mau berbasa basi denganku lagi semenjak kejadian itu, dia pergi begitu saja dengan mobilnya. Dia mengacuhkanku.

Aku berlari masuk ke dalam mansion, mengabaikan teriakan cemas dari para pekerja, aku berlari dan memasuki kamar. Menutup pintu rapat rapat dan menguncinya. Menggeraikan gordyn, membiarkan tak secelahpun cahaya matahari memasuki ruangan besar ini. Mematikan seluruh penjuru lampu, biarkan aku dalam kepedihan ini, didalam kegelapan ini. Kamar ini kedap suara, dan aku bisa menangis sepuasnya disini.

"Apaaaa yang terjadii padakuuuuuu!" Teriakku memukul kepalaku sendiri, aku tak tahu apa yang aku lakukan sekarang, tiba tiba rasa itu, kecemasan itu, kegelisahan itu, kepedihan itu menusuk jantungku dan bayang bayangnya kembali menghantuiku kemanapun aku beranjak.

"Aku membenciii dirikuuuuu, aku tidak bisa membenci Gavin, dia sudah berkorban terlalu banyak untukku, aku tidak bisa membenci Iqbaal, dia telah mengerahkan seluruh jiwanya untukku, aku membenci dirikuu yang bajingannn, tidak bisa menentukan hati manakah yang harus kupertahankan" Aku berteriak sangat keras, aku tidak perlu takut maid mendengarku, tetapi aku mendengar suara ketukan diluar, aku mengabaikannya.

Aku menangis sekeras kerasnya, aku mengepal tanganku sampai buku buku ku memutih. Aku tidak memperdulikan berapa kali ketukan yang ada diluar, aku hanya ingin menangis disini sampai air mataku benar benar terkuras habis.

Hingga aku merasakan sebuah gejolak hebat ingin keluar dari tenggorokanku, aku kembali menelannya, jangan sampai ada yang menggangguku saat ini.

Tok Tok Tok

Pintu semakin diketuk sangat keras, bahkan hampir ingin di dobrak, berbeda dengan yang tadi, ketukan sangat lembut dan takut takut.

"CLAIRE BUKA PINTUNYA!! APA YANG KAU LAKUKAN?!" Itu suara Gavin, yatuhan! Pasti salah satu maid yang mengkhawatirkanku menghubunginya, aku ingin membuka pintu, memeluk tubuhnya yang hangat, tetapi gejolak hebat dalam tenggorokanku menahannya sehingga aku lebih memilih berjalan ke toilet. Aku memuntahkannya, dan dengan seiringnya terdengar dobrakan yang sangat keras, aku mendengar derap langkah beri menuju kamar mandi.

"Huekkk" Aku kembali memuntahkannya di washtafel ini, aku menatap pantulan diriku ke kaca.

"Sialan Claire!" Aku menatap Gavin dengan ekspresi cemas menghampiriku, memelukku dan mencium puncak kepalaku, memang benar.

Hidung dan mulutku mengeluarkan darah segar. Bahkan tanganku juga ikut terkena darah karena menampung muntahku tadi. Wajahku benar benar sangat pucat, dia menangkup wajahku.

"Kita kerumah sakit sekarang" Aku menggeleng, tetapi dia sudah menggendongku keluar, membawaku ke lift dan membawaku masuk kedalam mobilnya.

Dia memberikanku tissue dan memakaikanku sealt belt.

Sex Scandal || IDR🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang