File 01

68 31 4
                                    


Aku bingung menentukan untuk judul cerita pertama ini. Tapi aku berpikiran kalau ini adalah cerita yang berakhir bahagia.

*

Sedikit berbeda cerita ini dari yang lain karena kupikir jika semua tentang hal yang sama, semuanya akan membosankan. Tapi ini cerita pertama, jadi tak ada cerita lain.

Pernah aku menangis karena kehilangan seseorang, tak dapat bangkit lagi dari keterpurukan. Semua rasanya hampa, tak bermakna. Apapun yang kulakukan sangat tak berguna bagi diriku maupun orang lain. Tapi mereka beranggapan aku sangat berguna, selalu terngiang – ngiang dan selalu membuatku bertanya – tanya.  Apa yang sangat berguna? kelebihan saja tidak punya. Apa mereka hanya memanfaatkan diriku saja? Aku mencoba mendalami apa yang berguna.

Pada suatu ketika, ada acara reuni alumni SMP. Aku sebenarnya tidak ingin hadir pada acara itu, tapi mereka memaksa diriku. Ya, mereka adalah Jona, Lutfi, Ikhsan, dan Ara. Mereka berempat selalu memaksa diriku untuk hadir pada acara yang mereka hadiri. Aku sempat bertanya, kenapa aku harus selalu ikut.

“Sudah kubilang, kau itu berguna Nam. Kalau mau dirimu berguna bagi orang lain, kami lah yang bisa menganggapnya itu berguna”. Jawab Ikhsan.

Setiap aku menanyakan apa yang berguna, mereka hanya berdiam diri dan mengalihkan pembicaraan. Sungguh sangat kesal jika sebuah pertanyaan yang terlontar dari mulut tidak dijawab oleh orang lain. Apa yang dimaksud dihargai? Aku tidak pernah dihargai sama sekali. Sampai kapanpun, aku hanya manusia bodoh yang ingin berguna bagi orang lain.

Dan biasanya, selepas selesai acara reunian. Mereka selalu mengajak diriku ke tempat kuliner atau kafe. Memang menyenangkan karena sampai kapanpun diriku selalu sendirian. Hanya bersama mereka aku bisa berbahagia. Hatiku seakan sangat berbahagia dengan mereka. Saling mengobrol satu sama lain. Tak ada namanya kesedihan saat bersama mereka. Apakah ini yang disebut kebahagiaan?

Selepas selesai menghabiskan pesanan kami semua,  tiba – tiba seseorang menghampiri kami. Ia memberi kami tagihan yang harus kami bayar. Mereka semua terdiam melihat berapa jumlahnya dan langsung menatapku. Aku terheran, kenapa setiap diberi kertas yang berisikan tagihan mereka selalu menatapku.

“ Ah, Nam. Kau bawa uang banyak kan? Uangku hanya sisa untuk beli bensin. Kau tau lah rumahku jauh.” Lutfi mencoba memberi alasan. Sontak Jona, Ikhsan,  dan juga Ara memberi sebuah alasan.

“ Iya Nam. Sama, aku juga tak bawa banyak uang. Tadi aku juga meminjam uang Ikhsan” begitu kata Ara.

“ Nah Nam. Tau sendiri kan, kalo aku ikut beralasan seperti itu?” begitu kata Ikhsan .

Jona hanya terdiam. Ia sebenarnya pernah suka terhadap diriku. Tapi pada saat itu aku tidak ingin memiliki sebuah hubungan. Orang bilang, SMA itu masa – masa banyak kenangan. Entah seperti seseorang mempunyai hubungan spesial atau disebut pacar, ataupun hal yang lain. Tapi yang kudapat pada masa SMA adalah wejangan, bukan kenangan. Kesendirian dan juga kemurungan, apakah harus juga dikenang?

Aku hanya mengangguk membayar semua tagihan itu. Semua mengucapkan terima kasih. Ah, apa ini yang namanya berguna? Batinku, dan aku mencoba memikirkannya. Sontak terbesit dalam pikiranku. Ini sebuah tagihan dan mereka tidak bisa membayar tagihan tersebut.

Apa uang yang jadi pendekatan kita? Apa tidak ada sebuah ketulusan dalam pertemanan ini? Aku yakin kalau aku berguna karena aku mempunyai uang yang cukup lumayan banyak. Aku tidak bisa mengungkapkan kalimat yang bisa merusak pertemanan ini. Karena dengan mereka, aku bisa bersenang – senang walaupun harus mengeluarkan uang dengan jumlah nominal yang sangat banyak. Tapi aku sudah tidak bisa lagi menghamburkan beberapa lembar uang hanya untuk mereka dan aku.

V O N : Hidup atau HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang