Rencana

18 14 0
                                    

            Jari – jemariku berhenti mengetikkan huruf – huruf. Pikiranku sudah tak sanggup untuk meneruskannya. Senja sudah kehabisan pelurunya. Kali ini ia terlalu menembakkan terlalu banyak. Senjatanya sudah ia buang. Kini hanya kegelapan yang menggantikannya. Senjata yang ia punya memiliki peluru yang berjibun.

Laptop memancarkan cahayanya, seolah kamu datang sebagai cahaya. Mengulurkan tangan, tapi tak dapat kuraih. Aku tengok jam yang terpampang di dinding. Ini sudah jam 7 malam. Aku langsung berlari ke kamar mandi, dan langsung mandi. Usai mandi aku langsung mengqada kewajiban ku. Banyak sekali yang kulupakan karena membuat cerita ini.

Perutku bernyanyi dengan riang. Tak ada notifikasi dari grup WhatsApp. Hanya alarm pengingat yang tak kumatikan perihal tugas yang diberikan dosen. Aku menutup jendela yang sedari tadi terbuka dan pergi keluar untuk mencari makanan. Saat aku keluar dari kamar indekos ku, Riku memanggilku. Ia menawarkan makan malam bareng sekaligus membicarakan tentang sesuatu.

Aku mengangguk dan langsung masuk ke kamar indekosnya. Kukira hanya aku saja yang akan makan berdua dengannya, tapi ada yang lain juga. Pasti ini perihal tentang sesuatu.

"Nah, sekarang semuanya udah ada. Jadi kita langsung mulai aja gimana?" tanya Ipat.

Ipat adalah saudara dari Riku. Namun ia tidak berkuliah di Bandung karena ditolak. Ia pernah mencoba sampai tiga kali. Tapi tetap saja ia ditolak. Dan ia berkuliah didaerah Jogja sana.

"Mm– mulai apa ya? Mulai makannya?" tanyaku yang tidak tahu apa – apa.

"Jangan makan mulu pikiranmu. Kita bakal bahas proyek aku dulu. Makanya aku mengajakmu dan yang lain. " jelas Riku.

Hening. Tak ada suara sedikitpun. Aku hanya berbicara didalam hati, seperti orang yang tak waras. Tapi pasti semua orang pernah melakukan hal itu.

"Jadi, proyek ini buat tugas kuliah. Kalian punya bakat dalam fotografer, videografer, editor dan lain sebagainya. Aku mengajak kalian untuk membantu menyelesaikan tugas ini. Aku pikir cuman kalian aja yang bakal bisa bantuin." suara Riku memecahkan keheningan.

"Bagaimana buat biaya? Kau pikir aku punya uang?" tanya Lio. Lio sebenarnya ia tidak berkuliah tetapi ia hanya sedang ada di Bandung. Makanya Riku mengajaknya untuk bergabung.

"Aku yang akan tanggung. Makan, hotel aku tanggung. Kecuali kalian mau beli oleh – oleh."

Semua orang berpikir, terkecuali Riku. Riku tersenyum semringah, seolah rencananya akan lancer tanpa ada halangan.

"Aku setuju aja. Aku paling nanti minta waktu luang buat ketemu sama seseorang." Jawab Pilo.

Pilo, Ipat, Lio, adalah orang yang baru saja dikenalkan oleh Riku kepadaku. Riku bilang ; di Jogja nanti bakal ada dua orang temannya lagi.

"Aku nggak bisa. Aku ada sesuatu." Ucapakanku seakan tidak tepat.

Semua orang menatapku. Aku mengatakan tidak bisa karena harus menyelesaikan sebuah cerita yang harus kuselesaikan. Tapi tatapan mereka seperti memberi ancaman.

Aku menggeleng. "Nggak. Aku jadi ikut."

Semua tersenyum. Aku tak bisa berpura – pura tak kasihan. Maka dari itu mungkin aku akan menyelesaikannya dengan cepat. Kupikir sekitar lima atau enam cerita akan kuketikkan disana.

"Oke jadi semua udah setuju kan?" Riku mencoba memastikan dan kami semua mengangguk.

Ipat pergi ke dapur dan kudengar suara seperti bisikan keluar dari mulut Lio. Ia berkata ; dimana makanannya? Nggak mikir apa udah kelaparan. Begitulah katanya. Seketika Ipat keluar dari dapur dan membawa makanan. Makanan yang ia bawa sangatlah amat banyak. Kupikir aku takkan sanggup untuk menghabiskannya. Tapi yang makan bukan cuman aku sendiri. Ada juga yang lain.

"Nah, karena kalian udah setuju. Maka dari itu, kita bakal makan bareng yang banyak."

Semua tersenyum semringah. Tak ada bisikan tentang kapan makanan itu datang. Makanan itu ditaruh dimeja dan semua berebutan makanan. Minuman yang ia bawakan, ada beberapa mengandung soda tapi aku tak minum. Saat malam itu, aku pikir. Semua orang akan saling membutuhkan, tak ada lagi orang yang tak berguna dan orang yang bego terkecuali sikapnya sendiri.

V O N : Hidup atau HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang