Setelah kelulusannya, Nam sering terjerat dalam ingatan. Mulai dari surat – surat tanpa pengirim namun ia pasti tahu siapa orangnya. Kerap terdengar tangisan di kamarnya. Terdapat sekitaran sepuluh surat disana. Namun ada satu surat yang benar – benar susah lepas dalam pelukannya. Ia membaca surat itu seraya menangis. Mungkin itu dari wanita yang menghancurkan hidupnya. Dengan rasa penasaran, kubaca surat itu diam – diam. Padahal dirinya memang mengizinkan diriku untuk membacanya walaupun tak meminta izin.
Surat 1
Haiiii Namm. Asik sekarang udah lulus nih. Tinggal kerja aja. Semoga kamu tetap semangat dalam menjalani hidup. Jangan seperti diriku, lemah tak kuasa. Tunduk sama penyakit. Bego banget kan. Hehe sekian aja ya.
Bandung, Kanojo.
Surat 2
Haiii lagi Namm. Gimana sudah dapet pekerjaan? Pastinya sudah dong. Oh ya ini tepat tanggal 13 Juni. Kamu sudah bertambah usia. Hahaha rasanya bodoh banget ngucapin lewat surat. Semakin dewasa jangan semakin nggak bener ya. Kini diriku sebentar lagi keluar dari rumah sakit bisa ketemu kamu. Bahagia nggak? Pasti bahagia dong.
Bandung, Kanojo.
Surat 3
Haii Nam. Dikota ini, tempat kita bertemu dulu. Tempat kita meyakinkan untuk percaya satu sama lain walaupun belum punya hubungan sesuatu yang penting. Pacaran maksudku. Tetapi diriku pernah kecelakaan karena ke egoisan diriku sendiri. Aku tunggu kamu ya. Disini. Di tempat kita diserang oleh hujan sampe berteduh bareng pedagang. Cuaca disini juga hujan, aku kira kamu bakal dateng. Yang dateng taunya pedagang yang nawarin kopi waktu itu. Wajahnya masih kukenal tapi abangnya nggak kenal aku. Jahatkan. Nanti aku cerita lagi. Tunggu aku ya. Kita akan bertemu, sebentar lagi.
Taman, Kanojo.
Surat 4
Hai. Nam. Bosan juga rasana menulis surat tapi nggak ada balasan dari kamu. Serasa membuang kertas aja. Tapi gapapa, yang penting kamu baca. Kali ini aku sedang di rumah sakit. Balik lagi ke Bandung. Pasti kamu tetep di gedung sate kan? Pasti sambil menahan hujan. Nunggu seseorang memayungi kamu. Kaaan. Pasti tebakanku benar. Walaupun nggak bisa lihat, tapi kamu pasti hadir. Kali ini aku membawa jaketmu. Maaf ya, belum mengembalikannya. Doakan aku sembuh. Tolong.
Rumah sakit, Kanojo.
Surat 5
Dengan tenangnya angin berhembus di langit yang sama, tapi kamu tidak ada disana. Aku akan tetap menatap langit berbintang itu, selalu. Cinta itu selalu ada dalam cerita setiap orang, meskipun tak terlihat, meskipun tak diperlihatkan, itu akan selalu bersama kita. Kuncup bunga yang ada dipepohonan hutan bernyanyi dalam hujan, seperti sedang menghibur diriku. Takdir yang kita jalani masih belum berubah, tapi suatu saat kita akan sampai. Cinta itu akan selalu tersampaikan kepada mereka yang kamu cinta, tangkap dengan tangamu, dan lepaskan lagi. Kau akan selalu memperhatikanku.
Haha sok baku banget ya Nam. Aku minta bantuan bibi. Ternyata bagus juga, makanya aku coretkan apa perkataannya dikertas ini. Lalu sampaikan ke kamu. Aku akan pergi ke indekosmu. Aku tunggu disana ya. Pasti pas pulang kamu sudah kuyup.
Indekosmu, Kanojo.
Surat yang dikirimi wanita itu datang serentak, tak terjadwalkan. Seolah ingin memberi sebuah kado setiap momen tapi gagal. Surat itu sekaligus datang ke alamat yang sama. Rencana yang dibuat wanita itu kini sudah ambyar, berantakan. Tetapi, surat ke lima juga sangat bagus. Aku suka kalimat yang dibuat bibi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
V O N : Hidup atau Harapan
Genç KurguKamu itu egois. Sikapmu tak bisa dijaga dengan baik. Musibah bisa saja datang setiap saat kepadamu jika kamu tetap memiliki sifat itu. Cerita ini bukan hanya sekedar cerita. Jika kamu membaca dengan jelas dan tenang pasti kamu akan mendapatkan makna...