Hari terakhir

19 12 0
                                    

            Tak ada kunjungan dari mereka. Diriku tetap terbaring di kasur hotel ini. Ia tetap mendengarkan lagu yang tak kutahu judulnya. Notifikasi pesan muncul dilayar. Itu dari grup proyek ini. Kupastikan kalau aku dan juga Pilo harus ikut pada hari terakhir ini. Tapi itu berbeda dengan yang kuinginkan.

Ipat :

Kita pulang dluan ya. Nam sama Pilo gak usah khawatir. Ini hari terakhir kalian di hotel ini. Jam 2 siang itu jadwal check-out kalian nanti. Kalo udah lebih, harus bayar sendiri.

Riku :

Maafkan ya, kita semua pulang dluan. Pasti kalian jga mikir kita ninggalin kalian. Walaupun emg bener kita ninggalin kalian, tapi kalian nggak usah khawatir. Pas kalian check-out nanti, resepsionis bakal ngasih tiket.

Tak ada balasan yang lain baik dariku. Terpikirkan seseorang yang pernah mereka janjikan yang tak kutahu. Bagaimana wujudnya, bagaimana keahliannya dan hal lain sebagainya. Lebih baik pulang atau tetep nyari wanita itu ya gumamku dalam hati.

"Nam, nih." Ucap Pilo sehari mengulurkan earphone sebelah.

Kuambil saja tanpa berpikir apakah itu kotor atau tidak. Kutempatkan ke telinga kanan dan nada yang sedikit sedih. Tak ada emosi dalam lagu itu. Seolah suasana menjadi dingin dan juga kosong. Kesepian hampir, pikiran menjadi kosong. Iringan iramanya terdengar seperti seseorang yang berharap akan satu hal.

"Ini judulnya VON. Dari negeri yang daerahnya dingin. Makanya, kamu kayak ngerasa kalau suasana jadi dingin, kan?" Tanyanya sambil menatap kearah jendela. Anggukan yang kulontarkan untuk menjawabnya. Dan ia menatapku senyum.

Burung–burung seperti menahan seluruh ketakutan akan pemburu. Mereka memberanikan mendekat pada jendela yang kubuka. Hidup burung itu seolah meminta harapan pada siapapun yang melihat, kalau mereka ingin hidup. Ingin menikmati hidup tanpa adanya kesedihan, luka, atau hal yang menyakitkan.

"Kita mungkin nggak akan ketemu lagi, dikota Jogja ini biar jadi tempat terakhir yang ku kunjungi. Kamu pulang duluan aja. Aku baik – baik saja." Katanya sambil pergi mengambil koper.

Koper yang ia ambil adalah koperku. Ku terheran tak tahu menahu. Kubuka koper itu, semua pakaianku sudah masuk dan bersih didalam sana. Sepertinya memang dia yang beresin batinku.

"Kamu yang beresin?" tanyaku kepadanya. Ia hanya mengangguk untuk merespon kalimatku. " Kenapa? Kayak udah bakal jadi pertemuan terakhir aja." Tanyaku.

"Ini memang bakal jadi pertemuan terakhir. Kita mungkin nggak akan bertemu lagi. Kamu harus balik ke Bandung. Selesaikan kuliahmu. Kabari saja saat kamu sudah sarjana." Ucapnya.

Bingung dan bertanya-tanya mengapa dia jadi begini. Seolah ia akan pergi meninggalkan dunia ini. Tetapi ia memberikan kepadaku sebelah earphone nya. Mengizinkanku untuk mendengarkan lagu itu. Lagu yang bermakna seperti harapan dan berjudul VON. Ia pasti punya harapan. Ia pasti hanya bercanda. Suatu saat mungkin kita akan bertemu lagi, walau bukan hari ini ataupun esok, suatu saat.

Aku menggelengkan kepalaku dengan tatapan yang melamun. Kutatap wajahnya. " Aku nggak akan pergi. Ada satu masalah yang perlu kuselesaikan dikota ini. Aku bertemu dengan wanita itu. Harus kutemui, wajib kutemui. Kalau kamu ingin membantu, aku siap menerima bantuan itu."

Wajahnya berubah menjadi seorang anak kecil yang ketahuan mencuri uang, kaget bukan main. Tatapannya terdalamnya seolah mengejek kalau diriku bodoh. Mungkin dia mensangkut-pautkan dengan kejadian malam yang ia alami. Perihal wanita.

V O N : Hidup atau HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang