Sudah sekitar satu minggu ia tak datang ke tempat yang kujanjikan. Janji nya seolah hanya ucapan tanpa ada pembuktian. Tapi selalu kuyakinkan diriku jika ia akan datang ke tempat ini walaupun tak kutahu kapannya. Sorotan cahaya matahari tertahan oleh dinding awan. Selama menunggu, selalu ditemani oleh lagu itu. Dikembalikan lagi dalam harapan, harapan agar ia segera kemari, duduk bercerita sambil menunggu senja.
Pertemuan kita memang membuat diriku malu. Bagaimana tidak, kita dipertemukan diranjang yang berbeda dengan bau khas rumah sakit dan sama – sama dalam keadaan sakit. Malu merasa diriku lemah karena tumbang dan tertidur diranjang sana, tapi itu hal wajar sepertinya. Aku nya saja beranggapan seperti itu, tapi itu memang kenyataan.
Suasana gedung sate saat itu cukup lumayan ramai. Sepertinya dirimu sudah di sini dari hari – hari sebelumnya, namun keramaian ini yang menghalangi pandanganku. Sepertinya dia memang sengaja kali ya buat suruh nunggu. Apa lagi nyiapin hadiah juga? Mending beliin sesuatu ajalah. Sebagai hadiah buatnya jika ia kesini gumamku dalam hati. Kubelikan ia sebuah gelang untuk diberikan ketika kita bertemu. Tak terlalu mahal, namun dapat menyimpan kenangan.
Dikelilinginya sekitaran sana, namun tak kunjung tiba. Hari sudah tak begitu panas lagi. Matahari sudah tumbang dengan tembok baja yang dibuat awan, sampai – sampai ia tak bisa menembus tembok itu. Ibaratnya seperti seorang spiker yang selalu tertahan oleh blocker, itu dapat memberikan ancaman kepada spiker yang bisa saja menyerah akan permainan.
Dengan geramnya hati ini, kulangkahkan kaki pergi kerumah sakit itu. Janji itu hutang, meskipun hutang banyak dari mereka menegosiasi tempo bayarannya. Kadang ditunda – tunda sampai penagih itu lupa akan hutang mereka. Hujan. Hujan, hujan... tolong gumamku.
Sesampainya disana, langsung kutanyakan kepada resepsionis dimana kamarnya. Hanya untuk memastikan, siapa tahu dia pindah ruangan. Petugas resepsionis itu memberikan jawaban yang kutanyakan, namun ia menanyakan hal balik.
"Bapak siapanya saudari Kanojo?" Tanyanya, tapi tak kuhiraukan. Kuberjalan dengan lantang seraya mengepal tangan. Petugas resepsionis itupun sama, tak menghiraukan diriku. Pasti ia beranggapan kalau diriku itu orang baik – baik. Terdengar teriakkan dari arah resepsionis tapi kuabaikan. Entah perihal penting maupun tidak, tujuan utama adalah bertemu dengannya dan menanyakannya.
Kamar yang masih sama seperti diriku keluar dari sana. Pintunya terdapat kaca yang dapat kupandangi. Kulihat seisi ruangan itu, ditutupnya gorden tempat wanita itu. Benar saja. Wanita itu masih ingin rebahan dikasurnya. Memang rebahan membuat diri kita nyaman, dan nyaman membuat kita memantapkan melakukannya gumamku sebelum membuka pintu.
Seseorang menepuk bahuku, dan aku langsung berteriak kecil kaget. Seorang perawat menanyakan apakah aku baik–baik saja atau tidak, jika tidak lebih baik diperiksa dulu katanya. Namun aku menggeleng dengan kencang supaya meyakinkan perawat itu.
"Tadi ngomong sendirian. Dikira udah stress." Ucap perawat itu sambil meninggalkanku.
Kuacuhkan saja perkataannya dan langsung kubuka pintu itu. Seluruh gorden tertutup seolah mereka semua sedang tertidur. Tempat yang dulu menjadi tempat diriku merebahkan diri, kini sudah ada yang menempatkan. Dasar penyakit, dengan seenaknya menyinggahi tubuh seseorang. Tak ada kata lemah untuk mereka yang tumbang disini. Mereka butuh perawatan, kesehatan mereka tak cukup baik. Maka dari itulah mereka menempatkan dirinya disini.
Dengan mengucapkan berani, berani, harus berani, aku langsung menghampiri gorden yang tertutup itu. Kubuka dengan perlahan, jika ia sudah pindah ranjang pasti diriku akan malu lagi. Kuintip sedikit namun tak terlihat. Kutarik lagi sedikit, tetap saja tak terlihat. Lalu kubuka semuanya, tak ada siapa – siapa. Masa salah ranjang? Bukannya itu ranjangku dulu batinku sambil melihat gorden tertutup tempat diriku tergeletak. Kubuka saja semuanya, namun hanya orang lain saja yang ada disana. Ia tak ada, seperti lenyap dimakan oleh hewan buas. Tak meninggalkan jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
V O N : Hidup atau Harapan
Teen FictionKamu itu egois. Sikapmu tak bisa dijaga dengan baik. Musibah bisa saja datang setiap saat kepadamu jika kamu tetap memiliki sifat itu. Cerita ini bukan hanya sekedar cerita. Jika kamu membaca dengan jelas dan tenang pasti kamu akan mendapatkan makna...