"melanggar perintah Allah, sama dengan menjerumuskan diri sendiri kedalam jurang penyesalan yang abadi"
*I. A. M. U*
"Mmm ara.., sebenarnya aku disini bukan mau mondok, tapi aku disini mau ketemu sama orang yang akan dijodohin sama aku. " dengan malu ifa mengatakan perihal ia ada disini. Bukan malu karena ia dijodohkan, tapi karena ia dulu paling tidak setuju terhadap perjodohan tetapi sekarang ia menerima perjodohan.
Ara nampak terkejut tetapi ia tidak ingin berprasangka buruk, apalagi ifa adalah sahabatnya. Dan disini juga bukan hanya ustadz irsyad yang akan dijodohkan. Mungkin ada santri santri lainkan.
"Mmm.. Maksute opo yo?, ketemu calon bojomu?, emangnya dia mondok neng kene?. " dengan hati hati ara bertanya kepada ifa pasal calon suaminya itu. Bukan apa apa, ia takut sahabatnya itu akan curiga jika ia sudah menyukai ustadz irsyad, meskipun belum tentu jika calon suami ifa adalah ustadznya itu.
"bukan, dia bukan santri disini, dia itu anak dari pemilik pondok pesantren ini. " dengan bangga dan Senyum yang merekah ifa memberitahukan kenyataan yang tak pernah ara pikirkan. Sedikit senyum palsu ara perlihatkan agar sahabatnya itu tidak curiga. Meskipun hatinya perih ara tetap mengucapkan selamat kepada sahabatnya itu.
"waah, Selamat yo, ra nyangko loh aku, lek awakmu bakal dadi nyai neng pondok iki" sambil berusaha menepis perasaan yang ia miliki untuk ustadz irsyad, ara kembali bertekad untuk melupakan semua yang ustadznya itu katakan. Meski sulit tapi ia harus melakukannya demi sahabatnya.
"hehe.. Bisa ae kamu ra, doain yah semoga rencana dan acarane bisa lancar."
"pasti iku, yowes aku mlebbu nang asramah disek yo, opo awakmu kudu melu aku?, sekalian dellok situasi nang pesantren" ifa tanpak antusias dengan ajakan ara, menurutnya tak masalah jika dirinya melihat lihat keadaan dipesantren ini, kapan lagi ia bisa jalan bareng sahabat terbaiknya ini.
"boleh, aku ikut kamu aja" kedua sahabat itu nampak berjalan beriringan menuju kamar ara, ifa yang terlihat risih karena banyak santri yang membicarakannya meskipun tidak terdengar jelas tapi ia masih bisa mendengarnya. Seperti membanding bandingkan sih, tapi ifa tidak tau siapa yang di banding bandingkan dengan dirinya. Sedangkan ara terlihat khawatir, ia takut sahabatnya itu salah paham dan akan membenci dirinya. Oh ayolah ini bukan saatnya ifa mengetahui yang sebenarnya, dan tidak akan pernah mengetahui, biar rasa ini hanya Allah dan ara yang tahu.
"ayo masuk Fa. " ajak ara, ifa yang menerima ajakan ara langsung memasuki kamar ara dan duduk dipinggiran kasur. Sembari melihat ke langit langit kamar.
"kamu sendirian neng kamar iki?." tanya ifa, pasalnya ia tidak melihat santri lagi dikamar ini selain ara. Padahal sepertinya tidak ada kelas sekarang.
"ndak, nang kene iku ono 4 orang, tapi aku ora tau mereka ono neng ndi." sambil menganggukkan kepala tanda paham atas perkataan sahabatnya itu, ifa bertanya lagi. Namun kali ini pertanyaan yang membuat ara bingung untuk menjawab nya.
"Mmm... Ara, menurut kamu ustadz irsyad iku gimana?. Ee maksud e iku sikapnya yo. Sikapnya iku koyo opo? " antusiasnya ifa untuk mendengar jawaban ara membuatnya mendekat kearah ara yang sekarang ada didepan lemari pakaian.
Tak tau mau menjawab apa membuat ara sedikit gelagapan. Namun untung saja ada aisyah yang menyelamatkan dirinya dari pertanyaan yang ia tak sukai.
"assalamu'alaikum." ucap aisyah saat memasuki kamarnya, namun seperti ada hal baru. Tapi bukan, maksudnya orang baru yang ada dikamarnya. Aisyah mengangkat sebelah alisnya sambil sesekali melirik ara. Pertanda ia meminta penjelasan.
"waalaikum salam, oh yo lali aku, kenalin nih syah sahabatku neng MA dulu. Jennenge ifa. Dan ifa, iki aisyah sahabatku neng pesantren." ara memperkenalkan kedua sahabatnya, ia berharap aisyah tidak bicara yang aneh aneh tentang dirinya dan ustadz irsyad kepada ifa.
Tanpa rasa canggung aisyah terlihat sudah akrab dengan ifa, karena sifat aisyah yang mudah bergaul dan ifa yang mudah beradaptasi.
"kamu mondok neng kene Fa?, jare ara awakmu kuliah. " dengan sedikit canggung ifa menjelaskan jika dirinya tidak mondok, akan tetapi ia sedang berkunjung kerumah calon suaminya. Sedikit tersentak mendengar penjelasan ifa, ara melirik kearah ara, namun ara menunjukkan senyumnya, pertanda ia baik baik saja, tapi aisyah paham perasaan ara, ia tau jika sahabatnya itu sedang tidak baik. Aisyah tau rasanya di PHP-in seperti apa, jika saja ustadz irsyad itu bukan pengajarnya, aisyah pasti akan memarahinya habis bahisan.
"Eh, kayaknya udah lama aku neng kene, kalian mau nganterin aku ke ndalem nggak. Soale ora enak aja diliatin santri lain, kalo sendirian." tak ingin mengecewakan sahabatnya ara terpaksa menganggukkan kepalanya dan menurti permintaan ifa.
Sebenarnya aisyah ingin menolak tetapi ara meyakinkan dengan memberikan senyum palsunya . Mereka bertiga kemudian beriringan menuju ndalem. Setelahnya ifa mengucapkan terimakasih kepada ara dan aisyah. Dan cepat cepat ifa segera masuk untuk menemui mamanya dan papanya.
Ara bersyukur ia tidak bertemu dengan ustadz irsyad, jika tidak ia pasti akan mengingat kejadian dulu lagi. Namun nyatanya keadaan tak berpihak padanya. Ustadz yang ia kira sedang kuliah ternyata ada dihadapannya. Hampir saja ara menabraknya."Eee, sepurane ustadz" huh hampir saja, batin ara. Ia kemudian mendongakkan kepalanya. Bukannnya menjawab ustadz irsyad berlalu dari hadapan ara tanpa berbicara sepatah katapun.
Aisyah yang gemas sendiri dengan kelakuan ustadznya itu pun angkat bicara.
"ustadz " teriaknya lantang. Mendengar namanya dipanggil dengan keras ustadz irsyad menoleh kesumber suara. Bukan aisyah tidak tau sopan santun terhadap ustadznya. Ia hanya ingin mengeluarkan unek unek yang ada dalam pikirannya itu.
"iya, kamu manggil saya dengan nada tinggi?, tidak sopan sekali kamu. " ucapnya pedes. Ntahlah mungkin karena perjodohan yang tak diinginkannya itu membuat amarahnya sulit dikontrol. Mendengar ucapan ustadznya itu membuat nyali aisyah menciut, tapi tak apa, demi sahabatnya ia akan melakukannya.
"maaf ustadz, bukan maksud saya. Saya hanya ingin bertanya tentang ucapan ustadz kepada teman saya, apa maksud ustadz itu dan jika ustadz memang menyukai teman saya, kenapa ustadz menerima perjodohan itu. " dengan nafas yang teratur akhirnya aisyah merasa tenang karena sudah mengeluarkan unek uneknya.
Sedangkan ara, ia hanya menunduk malu, ia tak menyangka jika aisyah akan mengatakan hal itu terhadap ustadz irsyad.
"aisyah, shttt diem, isin aku." ara menarik narik baju milik aisyah, agar aisyah tidak melanjutkan perkataannya yang sudah mulai ngelantur. Bukannya diem aisyah malah semakin memperjelas maksudnya.
Ustadz irsyad melirik kearah ara kemudian aisyah secara bergantian. Matanya terlihat seperti orang yang sedang tersulut emosi. Sedetik kemudian ustadz irsyad menyunggingkan smirks nya. Kemudian ia kembali menatap kearah ara.
"mungkin teman kamu yang kepedean. " ucapnya sarkatis. Sungguh ustadz irsyad yang sekarang bukan ustadz yang mereka kenal dulu, sekeras kerasnya ustadz irsyad ia tidak pernah sampai mengatakan hal hal yang menyakitkan. Ara yang tak kuasa menahan sesak didadanya akhirnya memilih pergi dari hadapan ustadz irsyad. entah sejauh mana kakinya melangkahyang penting ia tidak melihat ustadz itu. Ustadz yang sudah menguasai hatinya sekaligus yang membuat luka dihatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku mencintaimu Ustadz
RandomCerita Fiksi!!! (Ada yang direvisi ulang) "jangan salahkan orang lain jika Kita merasa tersakiti, intropeksi dirilah, mengapa Kita terlalu berharap pada manusia, jika tuhan senantiasa bersama."