eighth : invisible chance

8.4K 1.2K 23
                                    

DISSAPOINTED

.

Tiga hari yang lalu Jeno keluar dari rumah sakit dan menyelesaikan ujian akhir semesternya dengan lancar, nggak ada kendala sama sekali kecuali ketika dia tiba-tiba lapar ketika mengisi soal.

Anak itu sudah mulai berkegiatan seperti semula, walau Rose melarang Jeno menggunakan Spike atau skateboard kesayangan nya karena wanita itu akan menjemput Jeno sampai pembagian rapot semester.

Sekarang, Jeno sedang berada di rooftop. Dengan sebuah panahan besar ditangan kirinya. Busur itu melesat cepat, dan tepat. Tepat di angka sepuluh untuk kesekian kalinya.

"You look so great!"

Eric-laki-laki yang berdiri disamping tubuhnya itu nggak ada hentinya berdecak kagum dengan permainan seorang Xaviera Arjeno.

Jeno terkekeh. "Biasa aja, you already finished your practice?" tanya Jeno sambil mengambil satu busur dari tempatnya.

"Belum, aku istirahat dulu. Pegel hehehe." sahut Eric lalu meneguk susu coklat kalengnya sampai habis.

CTAK!

Sepuluh yang ke tigabelas kali, akhirnya Jeno menyimpan panahannya dan duduk diatas rumput sintetis sambil melihat langit yang sudah berganti menjadi jingga.

Disini mereka nggak cuman berdua, ada Edward, Kevin dan Jacob yang sedang berlatih untuk satu regu bersama Coach Jooheon.

Besok adalah hari dimana lomba panahan antar kota akan dimulai, dan Jeno maju menjadi perwakilan kotanya dari sekolah.

"Udah selesai semua?"

Eric menoleh. "Eh, coach Woo. Ini lagi istirahat kok, coach Allen kemana?" tanya Eric.

Coach Woo-atau Eunwoo itu duduk diantara Jeno dan Eric. "Coach Allen gak bisa datang, dia bisanya cuman besok." jawab pria itu.

Pria itu menepuk pundak Jeno pelan. "Kamu besok bakal menang ya?" gurau Eunwoo.

Jeno tersenyum tipis. "Enggak tau, tadi aja skornya enggak beda jauh sama Eric." jawab Jeno.

"Gak beda jauh darimana! Skornya jauh banget coach!" Eric mengelak membuat pria itu tertawa kecil.

Mereka terus bercanda gurau, sampai coach Jooheon memimpin doa sebelum pulang ke kediaman masing-masing memberi pengarahan untuk lomba yang akan diselenggarakan mulai besok pagi.

Skor Eric dan Jeno hanya berselisih 54, Jeno berada di urutan pertama dengan skor 698 dan skor Eric 644.

Jeno berjalan keluar dari gedung olahraga, sambil membawa tas berisi panahan miliknya di pundak juga menenteng totebag berisi eksperimen miliknya.

Hari semakin sore dan cuaca semakin dingin, Jeno mengeratkan mantelnya sambil menunggu kedatangan Rose di halte depan sekolah.

BRUGH!

"AW!"

sontak Jeno menoleh, dia berlari melihat apa yang terjadi disana. Seorang anak kecil jatuh dari sepeda dan lututnya terlihat mengeluarkan cairan merah.

dissapointed Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang