50•-Besok malam

1.7K 48 0
                                    

Ada apa dengan malam itu?

Revan melangkahkan kakinya pelan kearah pintu kamar Atha.

"What's with all this?" tanya Revan pelan, hingga Atha tak mendengar.

Mata Revan memandang Atha sedang membereskan barangnya, dan Atha menoleh kearahnya.

"Kamu? gak pulang?" Atha menatapnya.

"Lo ngusir?" Revan menyiniskan pandangannya.

"E-enggak, tapi Dhitto sama Vanno?"

"Pulang"

"Tapi kamu-."

"Lo belum jawab pertanyaan gue"

"Pertanyaan?" tanya Atha bingung, pertanyaan apa?

"Iya"

"Bisa diulang?" Atha mengangkat dagunya.

Namun kini mata Revan memandang kebawah, dua objek yang saling berkaitan, tangan itu dan foto Revan yang sudah pecah?

Atha menyimpan fotonya? demi apa? itu kenyataan.

"Kenapa?" Atha ikut mengarahkan kearah mata Revan memandang.

Hati Atha berdegub kencang, melihat sorotan tajam Revan.

"Lo sengaja pecah foto itu?"

"Maaf, gue gak sengaja"

"Oke, gue tunggu besok malam, jangan lo sakitin diri lo, gue gak suka itu" Revan tersenyum tipis, menatap Atha yang diam mengigit bibir bawahnya.

"Besok malam? ngapain?"

"Lo siap-siap aja"

Atha semakin bingung, tapi bukan tentang kata besok malam, tapi dengan kata jangan sakitin diri lo, gue gak suka! apa dia tidak tahu? tindakannya bersama Stella tadi telah membuat Atha menyakiti dirinya.

Atha hanya menghela nafas.

"Nanti gue ganti foto lo, gue pajang lagi" ucap Atha gugup.

"Jangan, itu foto gue sendirian kan?"

Mengapa Revan menanyakan itu? aneh.

"Iya"

"Jangan lo pasang lagi!" ucapnya dengan penekanan.

"Kenapa?" tanya Atha bingung.

"Besok malam."

"Besok malam?" Atha bingung lagi.

Revan mengangguk, "Besok malam"

Revan mendekat kearahnya, tapi ia berjalan lurus, kearah foto itu terjatuh, tepatnya dijatuhkan Atha.

Ia mengambil selembar foto yang berada ditengah bingkai dengan beberapa kaca kecil yang menyelimutinya.

"Kenapa kamu ambil fotonya?"

"Ini foto gue, jadi milik gue" Refal mengambilnya.

"Tangan lo, mau kerumah sakit?" tawar Revan membuat Atha terpesona dengan ketampanannya.

"Gak, nanti gue obatin sendiri" Atha tersenyum.

"Yakin?"

Atha mengganguk.

"Gue balik, selamat sore" Revan pergi meninggalakannya.

Atha masih diam ditempat, semua terjadi begitu saja.

* * *

"Gila lo, dulu lutut lo buntel sekarang? telapak tangan?" tanya Nata heran.

"Gilak lo, heran gue anjir" Clara memegang telapak tangan Atha dengan hati-hati.

Mata Atha mengarah kearah Revan yang datang bersama Raffi dengan saling merangkul dan tertawa.

"Tumben?" gumam Nata melihat mereka sampai duduk.

"APA GARA-GARA DIA LO NGELUKAIN DIRI LO?" tanya Clara sengaja memancing agar Revan menoleh kearah Atha yang dari tadi hanya bungkam.

Atha merasa dirinya sedang enak badan.

Nata menatap Revan dengan melotot, "Apa mba Nata?" tanya Revan membuat wajah melotot itu menjadi luntur.

"Tumben, biasanya kaya banteng dikasih bendera merah" sahut Clara.

"Lo benderanya" Revan melempar kotak pensilnya yang ada didepannya kewajah Clara yang dari tadi menyelocos tidak jelas.

"Mood Revan sedang bagus guys!" teriak Raffi menyemangati.

"Eh dek Atha? kakinya sama siku nya udah sembuh? eh kok ada perbannya lagi di tangan nya?" tanya Aldi yang tadi berniatan menggoda justru dibuat kaget.

Revan mendengar itu merasa hatinya tersayat tajam, itu semua karenanya.

Atha hanya tersenyum, lalu diam menatap lurus.

"Minta maaf lo bagong!" Nata mengambil kotak pensil yang jatuh itu lalu melemparkan kewajah Revan.

"Dasar kutu buntal" celetuk Clara mencak-mencak.

"Mulut lo tuh, kek kutu buntal" celetuk Aldi mengundang tawa gelak tawa seluruh kelas.

Revan bangkit dengan cepat, menampilkan sosok mempesona, menyingkirkan tubuh Nata dengan cara mendorongnya.

"Dasar mas kasar!" Nata geram melihat Revan.

Revan duduk disamping Atha, semua hanya mempehatikan dengan sesekali bergumam "Tumben"

Atha hanya melirik dari ekor matanya, tak berani melihat keberadaan Revan.

Revan menyelipakan rambut yang menutupi penglihatan Atha kebelakang daun telinganya.

Lalu berbisik, "Malam nanti"

"Kenapa" Atha menoleh kewajahnya, kini jarak antara wajah mereka hampir terpangkas habis.

Semua bersorak, cie-cie, tapi Revan tak peduli, ia masih melanjutkan kegiatan memandang mata gadis ini.

"Nanti lo tau" ucap Revan pelan.

Atha menjauhkan wajahnya dan terus berdegub kencang.

"Eh bu Tuti dateng!" teriak ketua kelas mengode untuk bersiap, rapi.

Revan bangkit, dan ia melirik Atha yang memandangnya, lalu mengedipkan matanya.

"Jelalatan!" celetuk Clara membuat semua tertawa melihat pedasnya ucapan Clara.

Revan menatap Clara tajam, rasanya ingin membuat tubuhnya menjadi perkedel siap santap.

Ah tidak, Revan tidak berminat.

TBC

Heart disclosure [completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang