Chapter 06

1.1K 200 25
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Happy Reading,

Embun pagi menghiasi dedaunan yang berada di Kampung Cikondang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, hingga membuat suasana teramat sejuk.

Seorang gadis tengah sibuk menata beberapa barang yang akan ia bawa menuju pondok pesantren pilihan ayahnya.

"Aqis, cepat, woy! Lama banget, gue menunggu lu sampai berkumisan." Billal melipat kedua tangannya sembari bersandar santai di pintu kamar Balqis, memperhatikan kembarannya yang sedang sibuk.

"Bawel, lo, sudah sana, tunggu di luar! Sebentar lagi juga selesai," ketus Balqis.

"Yeuh, dari tadi juga gue tunggu di luar, tapi lu enggak datang-datang," sahut Billal menggerutu.

"Selesai juga akhirnya. Ayo, kita berangkat!" ucap Balqis membawa satu buah koper, dua totebag, dan tiga tas berukuran sedang yang disampirkan di bahunya, dan jangan melupakan bahwa Balqis juga membawa satu tas berwarna pink yang talinya ia kalungkan di leher Billal.

"Ya ampun Aqis-ku yang cantik, imut, manja, muach-muach, kita ini mau ke ponpes bukan mau mendaki gunung. Jadi, lu kenapa membawa barang sebanyak itu? Dan, ini apa? OMG, gue laki-laki yang imut dan berwajah tampan, masa iya harus memakai tas perempuan seperti ini? Warna pink pula," ujar Billal yang merasa geram.

"Enggak ada hubungannya. By the way, gini, ya, abangku, di sana itu kebutuhan serba kekurangan, ini semua untuk berjaga-jaga saja, kalau Aqis itu enggak akan kekurangan seperti mereka," sahut Balqis yang memutar bola matanya, malas menanggapi.

"Seterah," kalah Billal.

"Terserah bukan seterah," ralat Balqis dengan ucapan Billal.

"Enggak peduli," sahut Billal, lagi.

--oOo--

Dua puluh lima menit, merupakan waktu yang cukup singkat untuk sampai di Pondok Pesantren Al Faalah, menggunakan sebuah motor sebagai kendaraan utama. Ammar sengaja mengirimkan motor tersebut untuk agar dapat dimanfaatkan oleh Billal, selama tinggal di Bandung.

"Turun! Air liur lu sudah memenuhi baju gue," ucap Billal membangunkan Balqis yang tidur bersandar di punggungnya.

"Sorry, ya, gue enggak pernah ileran kalau tidur," sahut Balqis dengan suara serak khas bangun tidur.

"Aduh, gerah sekali, sih, mau lepas jilbab, ah," lanjut Balqis mengibaskan ujung jilbab yang dipakainya dan terpaksa dihentikan setelah mendengar ancaman Billal.

"Lu lepas jilbab, gue akan menelepon ayah sekarang," ancam Billal mengeluarkan ponsel miliknya.

"Huh … Menyebalkan. Iya-iya, gue enggak jadi melepas jilbabnya, letakkan kembali ponselnya!" seru Balqis kesal.

"It's okay!" kata Billal dengan santai memasuki pelataran ponpes, meninggalkan Balqis yang misuh-misuh tidak jelas.

--oOo--

"Permisi, Pak. Assalamualaikum," salam Billal dI depan pintu yang sudah diketahui sebelumnya bahwa itu adalah ruangan khusus Kepala Yayasan, sahabat ayahnya.

"Waalaikumussalam. Mangga, saha sareng naon anu anjeun butuhkeun?" sahut Abah Afif.

Afif Ahwal Saif, lebih suka disapa dengan embel-embel ‘abah’ dan merupakan pimpinan yayasan Pondok Pesantren Al Faalah sekaligus sahabat Ammar Fathee Karim.

"Perkenalkan saya Billal dan ini Balqis, kami anaknya bapak Ammar dan ibu Farah," ungkap Billal.

"Ya Allah, anjeun teh barudak Ammar? Leres?" tanya Abah Afif.

"Iya, Pak," jawab Billal yang sebenarnya kurang paham dengan apa yang dibicarakan oleh sahabat ayahnya itu. Hanya sekadar menghargai, Billal pun mencium punggung tangan Abah Afif.

"Panggil Abah saja," sahut Abah Afif dan menangkupkan tangan di depan dada, ketika Balqis ingin bersalaman dengannya.

Ketua Yayasan mah beda kali, ya, niat gue 'kan baik, mau mencium punggung tangannya, sombong sekali dia, enggak mau menerima uluran tangan gue. Batin Balqis.

"Abah dengar, kalian mau mengabdi di pesantren ini, ya?" tanya Abah Afif.

"Bukan kami, tapi Aqis saja yang mau mondok di sini, Abah," jawab Billal.

"Kamu tidak ikut mondok juga? Kenapa?" tanya Abah Afif kepada Billal.

"Bukan tidak mau, Abah. Hanya saja, saya sudah diberikan amanat oleh ayah, kalau saya dibiarkan sekolah di luar saja dan akan bekerja untuk memenuhi kebutuhan," jawab Billal, lagi.

"Hm, baiklah."

"Maaf, Abah, sebelumnya saya tidak bisa lama-lama di sini, karena ada suatu urusan. Saya izin pamit, saya titip Aqis, Abah. Kalau dia nakal, ini ada nomer ponsel saya, bisa segera dihubungi saja, Abah. Assalamualaikum," ucap Billal pada Abah Afif, yang sebelumnya sempat memberikan nomer ponsel miliknya di selembar kertas.

"Iya, waalaikumussalam," sahut Abah Afif.

Billal berjalan mendekati Balqis sembari mengacak rambut Balqis yang tertutup jilbab. "Gue pamit, ya, jaga diri baik-baik di sini, buat ayah dan bunda merasa bangga dengan perubahan Aqis-nya. Pokoknya, gue enggak akan mau datang ke sini kalau sewaktu-waktu ada panggilan mendadak yang penyebabnya adalah lu membuat masalah lagi. Gue akan kunjungan setiap akhir bulan untuk memberikan uang, kebutuhan lu selama di sini. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab Balqis yang kesal bercampur sedih, setelah mendengar perkataan Billal.


***
TBC
Sapa penulisnya dulu, yuk!
Hai, Kak Fii.
Kak Fii : “Hola, jangan lupa vote dan isi kolom komentarnya!”

Assalamualaikum Aqis✔ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang