Chapter 04

1.4K 215 39
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Happy Reading,

Matahari kian terbit, ayam telah berkokok sebagai pertanda hari sudah pagi. Jam dinding menunjukkan pukul 05:46, seorang gadis sedang merapikan barang dengan beberapa tas yang cukup besar seolah ia benar-benar akan pergi jauh untuk waktu yang cukup lama.

"Aqis, sudah siap? Ayah dan Ilal sudah menunggu di bawah untuk sarapan pagi, baru setelah itu berangkat menuju Bandung," ucap Farah di depan pintu kamar Balqis.

"Iya, Bun, tunggu sebentar. Nanti Aqis menyusul saja," sahut Balqis yang sibuk melipat pakaian untuk dimasukkan ke dalam tasnya.

Ruang makan yang begitu mewah serta terdapat  beberapa menu hidangan untuk sarapan pagi kali ini, hanya keheningan diiringi oleh suara dentingan sendok dan garpu yang saling bergesekan.

"Ayah, Bunda …." Ucapan Balqis memecah keheningan.

"Tidak baik, makan sembari bicara," sindir Ammar memotong pembicaraan putrinya.

"Wakakakkk …." Billal terkikik geli dengan sengaja tertawa seperti orang mengejek. Balqis pun hanya membalas dengan mencibir kesal.

"Ayah sudah selesai sarapan. Kalian cepat habiskan makanannya, karena kita harus cepat, sebelum bus take off," ucap Ammar meletakkan sendok dan garpunya, kemudian mengusap bibirnya menggunakan kain yang telah disiapkan khusus.

"Iya, Ayah, Aqis juga sudah selesai. Aqis ke kamar mandi, sebentar, ya, Ayah, sudah enggak tahan." Balqis berlari tergesa-gesa menuju kamar mandi.

"Yuk, Ayah! Kita langsung sjaa, biarkan Aqis menyusul nanti," kata Billal.

"Kamu jangan seperti anak kecil, apalagi di sana nanti kamu harus bisa lebih dewasa dari Aqis, karena walaupun kalian kembar, tetapi tetap kamu abangnya, dan kamu seorang lelaki yang harus melindungi perempuan, terlebih lagi perempuan itu adikmu," sahut Ammar hingga membuat Billal menekuk wajahnya, karena rencananya gagal untuk mengerjai Balqis.

"Iya, Ayah, maaf," jawab Billal yang melihat Balqis sudah siap.

"Bunda, kita pamit ya. Doakan kita, agar menjadi orang yang sukses," imbuhnya sembari menyalami tangan Farah.

"Bunda … Aqis sayang Bunda. Aqis minta maaf, kalau selama ini banyak salah sama Bunda. Bunda dilarang keras untuk melupakan Aqis. Aqis enggak tahu akan sampai kapan tinggal di sana, doakan kamu untuk secepatnya mendapat kepercayaan Ayah, agar kami bisa pulang ke sini lagi dan kumpul bersama Bunda." Dengan air mata yang mengalir, Balqis memeluk dan mencium pipi bundanya.

"Anak Bunda manja banget, ya, tapi jujur Bunda suka kamu yang seperti ini. Hm … Aqis, dengar Bunda! Bunda juga sayang sama kamu, bahkan lebih dari kamu sayang Bunda, dan Bunda tidak mungkin melupakan anak-anak Bunda, terutama kamu, anak perempuan Bunda satu-satunya. Sebenarnya Bunda kepengin banget mengantar kalian ke Bandung, setidaknya sampai melihat kalian tinggal di tempat yang layak. Tapi kondisi Bunda tidak memungkinkan untuk pergi, kepala Bunda benar-benar pusing dan--"

Belum sempat wanita separuh baya itu menyelesaikan perkataannya, jemari telunjuk Balqis lebih dahulu diarahkan tepat di hadapan wajahnya.

"Shhtt, Bunda enggak perlu memaksakan. Kami mengerti, kok, pokoknya Bunda harus istirahat yang cukup, dan Aqis mau Bunda sehat lagi. Aqis dear Mother. Quickly recovered Mother, i'm sorry and thankyou so much." Balqis memeluk dan mencium pipi bundanya kembali, sampai Billal memutar bola matanya dan mendengus kesal karena terlalu lama menunggu.

"Kelamaan! Memangnya, lu aja yang mau memeluk Bunda? Menepi! Bunda, maafkan Ilal ya. Ilal janji, akan berusaha memperbaiki diri," ucap Billal menyingkirkan Balqis dan berganti posisi memeluk bundanya.

"Iya, Ilal. Pesan Bunda, jaga diri di sana dan jaga Aqis juga! Kalian harus saling melindungi. Bersikaplah dewasa. Kalau butuh apa-apa, jangan ragu untuk menelepon Bunda," kata Farah sembari membalas pelukan Billal.

"Iya, Bunda."

"Ayo, cepat! Bus akan segera berangkat," ucap Ammar mengingatkan.

"Ayah berangkat, ya, Bun, mau mengantar anak-anak dan memastikan keadaan aman di lingkungan tempat mereka akan tinggal," lanjut Ammar yang beralih tersenyum ke arah Farah.

"Iya, Ayah, hati-hati," sahut Farah mencium punggung tangan suaminya.

--oOo--

Di tengah perjalanan yang cukup melelahkan bagi beberapa pengendara. Suara bising dan asap kendaraan menjadi salah satu sumber polusi. Kemacetan yang tidak bisa terelakkan menjadi salah satu tugas polisi untuk mengatur lalu lintas, guna mencegah terjadinya kecelakaan.

"Aduh, panas sekali, sih. AC-nya turunkan, dong, Ilal, tolong," ucap Balqis yang berada di tengah antara Billal yang duduk di pojok dan ayahnya yang duduk di pinggir.

"Malas, ah," sahut Billal membenarkan posisi duduknya untuk kembali memejamkan mata.

Dengan geram, Balqis menarik rambut Billal hingga saudara kembarnya itu meringis kesakitan. "Errgghh!"

"Au, au … Ayah, tolong. Aqis, nih, Ayah," ucao Billal meminta bantuan pada ayahnya.

"Aqis, lepas! Malu dilihat orang," lerai Ammar mencoba melepaskan tangan Balqis, tetapi cengkeraman tangan Balqis yang cukup kuat hingga beberapa helai rambut Billal rontok.

"Rambut gue! Kasihan sekalu rambut gue, harus berpisah dari teman-temannya," gumam Billal mengambil helaian rambutnya yang rontok di tangan Balqis dan mengusapnya dengan wajah sedih.

"Lebay, lo," sahut Balqis dengan ketus, melihat tingkah absurd kembarannya.

"Aqis, pindah ke tempat Ayah! Biar Ayah yang menduduki tempat kamu," ucap Ammar berusaha memisahkan tempat duduk mereka dan menjadi penengahnya.

"Tapi, Ayah--"

"Cepat! Atau … apartemen di sana bayar sendiri," ancam Ammar dan diiyakan oleh Balqis untuk berganti tempat dengan ayahnya.

"Ilal yang memulai, Yah, Aqis hanya minta tolong," kesal Balqis yang masih belum terima disalahkan. Gadis itu bersedekap dengan memalingkan wajah sembari menggembungkan pipinya.

"Aqis mau apa tadi, hm? Mau diturunkan AC-nya? Tunggu, ya, Ayah turunkan suhu AC-nya," ucap Ammar menuruti permintaan Balqis.

"Terima kasih, Ayah." Balqis memeluk Ammar dari samping dan dibalas oleh Ammar dengan menggelengkan kepalanta takjub dengan perubahan sikap Balqis, yang terkesan mudah mengembalikan mood anak perempuannya itu.


***
TBC
Jadi, gimana? Masih belum bosan, 'kan?
Jangan lupa anu-nya, lohh. Bintangnya itu, ehemm. Vote, maksudnya.
(≧∇≦)/

Assalamualaikum Aqis✔ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang