Chapter 22

765 169 34
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Happy Reading,

Waktu kian berputar, kumandang adzan isya sudah bersuara beberapa menit yang lalu dan jama'ahpun sudah selesai melakukan ibadahnya, kini saatnya ceramah singkat akan dimulai.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," salam Ustadz Aby.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Para jama'ah menjawab serempak.

"Bismillahirrahmanirrahim, alhamdulillahi rabbil alamin, was sholatu wassalamu ala, asyrofil ambiyaa iwal mursalin, sayyidina wa maulana Muhammadin, wa alaa alihi wa sohbihi ajmain. Ama ba'du.

Sebagai hamba Allah yang beriman, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke haddirat Allah SWT. yang telah memberikan kekuatan kesehatan lahir dan batin kepada kita semua, sehingga kita dapat berkumpul di tempat ini dalam rangka menghambakan diri kepada Allah SWT. Sholawat serta salam tidak lupa kita kirimkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW.

"Baiklah, tema kali ini saya akan membahas tentang pentingnya memiliki sifat Syaja'ah. Apa, sih, Syaja'ah itu? Ada yang tahu?" tanya Ustadz Aby.

"Syaja'ah artinya berani, benarkan, Ustadz?" jawab seorang santri putra seraya mengacungkan tangan kanannya.

"Benar, Syaja'ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah, atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Syaja'ah juga dapat diartikan keteguhan hati, dan kekuatan pendirian untuk membela dan mempertahankan kebenaran secara terpuji.

Antonim sifat Syaja'ah yaitu Al-Jubn yang berarti pengecut.
Allah SWT. memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar tidak menjadi penakut dan pengecut, karena rasa takut dan pengecut akan membawa kegagalan dan kesalahan.

Iman kepada Allah SWT., mengajarkan kita menjadi orang-orang yang berani menghadapi beragam tantangan dalam hidup ini. Tantangan utama yang kita hadapi adalah memperjuangkan kebenaran, meskipun harus menghadapi berbagai rintangan.
Sekian untuk ceramah singkat kali ini saya akhiri, selebih dan sekurang-kurangnya apabila ada kata-kata yang salah, saya mohon maaf.

"Wabillahi taufiq wal hidayah, wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," nasihat Ustadz Aby.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab salam serempak.

Selesai sudah ceramah singkat, tiba waktunya untuk beristirahat karena malam sudah cukup larut, santri putra maupun santri putri segera memasuki kobongnya masing-masing, tetapi kali ini berbeda dengan Balqis yang memisahkan diri dari rombongan santri putri, karena arah mushola dan lingkungan kobong putri berbeda.

"Aku duluan, ya, Bi. Assalamualaikum," pamit Balqis yang berjalan sendiri di tempat yang kurang akan penerangan.

"Waalaikumussalam, Kak Balqis, hati-hati!" ujar Biah menatap iba kepergian Balqis.

"Ustadz Aby menyampaikan ceramahnya seolah memberi Aqis kekuatan untuk menghadapi ujian kehidupan ini, agar tidak lemah dan tidak berputus asa. Aduh, enggak bisa membayangi kalau semisalnya nanti sudah halal, otak Aqis sepertinya akan bertambah pintar, karena selalu mendengarkan ceramah setiap saat, sebenarnya Aqis paling malas mendengarkan ceramah, tapi kalau Ustadz Aby yang ceramah, rasanya jantung Aqis seperti memompa lebih cepat dari biasanya. Hua, greget deh, ah. Eh? Astaghfirullah, mikir apa, sih Aqis," gumam Balqis di kesendiriannya.

"Aduh, gelap sekali, ya, ini jalan, membuat Aqis merinding saja. Memangnya enggak ada lampu lagi, apa selain lampu yang berwarna kuning seperti ini?" Setengah menggerutu Balqis melihat ke arah atas, menatap lampu halaman yang berwarna kuning dan kurang akan pencahayaan.

Plup ...
Tiba-tiba lampu halaman mati dengan sendirinya, membuat Balqis terkejut karena ada yang menepuk bahu kirinya.

"Huuuaaaa!! HANTU!!" teriak Balqis berlari sekencang mungkin.

"Astaghfirullah, kok saya jadi merinding, ya. Balqis juga, kok berlari ke arah mushola?" gumam seseorang yang ternyata adalah Ustadz Aby.

Di tempat lain, Balqis sedang mengatur napasnya yang tidak beraturan karena terlalu lelahnya berlari.

"Huhh hahh ... huhh ... itu tadi apa, ya? Kalau hantu masa bisa menyentuh Aqis, sih?" gumam Balqis menetralkan napasnya.

"Sudahlah, lebih baik, masuk saja ke dalam mushola untuk melanjutkan tidur," lanjut Balqis memasuki mushola dan berbaring di tikar tipis yang sudah tersedia, mencoba untuk memejamkan matanya.

Beberapa menit kemudian ...

"Huaa, Aqis enggak bisa tidur. Hiks ... Aqis selalu terfikirkan yang aneh-aneh. Hiks ... Aqis enggak bisa tidur, kalau kekurangan pencahayaan. Hiks ... Ya Allah, Aqis enggak kuat, kalau saja ini tantangan uji nyali, Aqis mau menyerah saja, mau angkat tangan. Hiks ..." gumam Balqis terisak membenamkan wajahnya di lekukkan lututnya.

Hhhuuusssfff ...
Jderrr!!
plup
Angin beserta hujan yang secara tiba-tiba deras, bertambah dengan pemadaman listrik, membuat Balqis semakin gemetar ketakutan, gorden jendela berkibas-kibas kerena tertiup angin yang masuk cukup kencang.

"Hiks ... Ya Allah, Aqis enggak kuat." Tangisan Balqis semakin keras seirama dengan tubuh Balqis yang kini bergemetar.

Di lain tempat, ternyata Ustadz Aby belum kembali ke kamarnya, dikarenakan hujan yang secara tiba-tiba mengguyur tubuhnya saat setengah dari perjalanan, membuat ia harus berteduh di depan mushola, karena hanya depan musholalah tempat terdekat untuk berteduh.

Jderr!!

"Astaghfirullah, petirnya," ucap Ustadz Aby yang sayup-sayup mendengar suara seperti orang menangis. Ustadz Aby refleks memegang knop pintu.

"Itu suara siapa? Ada yang menangiskah di dalam? Tapi siapa? Setahu Aby, tidak ada yang mau ke mushola, apalagi malam-malam seperti ini. Masuk, enggak, ya? Masuk atau enggak? Masuk sajalah, daripada penasaran," gumam Ustadz Aby.

Krieett ...

"Assalamualaikum, apakah ada orang di dalam? Gelap sekali, sih, dinding kamu di mana? aduh--" ucap Ustadz Aby meraba-raba mencari dinding untuk menjadi pengarah ia berjalan, karena mushola cukup gelap dan hampir tidak terlihat benda yang berada di sana.

"Aqis enggak kuat," gumam Balqis sebelum akhirnya pingsan di tempat, tetapi suaranya cukup terdengar sampai ke telinga Ustadz Aby dan membuat Ustadz Aby semakin yakin kalau itu suara Balqis.

"Aqis, kamu di sana? aduh, apa ini?" ucap Ustadz Aby yang tidak sengaja menginjak sesuatu yang ternyata adalah tangan Balqis yang sudah hilang akan kesadarannya.

"Astaghfirullah, Aqis ini kamu, 'kan? Ya Allah, Aqis suhu tubuh kamu panas sekali. Bertahan, ya, Aqis, saya mohon tunggu saya halalin kamu, baru setelahnya terserah, kalau kamu mau pingsan lagi. Eh, saya bicara apa, sih. Aduh, bagaimana ini?" ucap Ustadz Aby panik seraya mengacak rambutnya frustrasi.

"Ya Allah, maafkan Aby yang dengan terpaksa memegang Aqis, karena ini sudah emergency. Bismillahirrahmanirrahim. Allahu Akbar," ucap Ustadz Aby menggendong Balqis dan membawanya menuju Masjid karena lebih dekat daripada kobong santri putra maupun putri.

♡______♡

Assalamualaikum readers🤗 aduhh ustadz Aby bikin greget deh🙄 penasaran kelanjutannya? kasih vote dulu yah dan jangan sungkan untuk komen :')
See you next chapter👏

Assalamualaikum Aqis✔ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang