Mendung-08

150 33 1
                                    

Bona menatap kagum ke arah air yang jatuh dari tebing tinggi di hadapannya. Perlahan ia menadahkan tangan, menangkap percikan air terjun yang menerpanya. Gadis itu tersenyum, mebayangkan betapa cantik tempat yang kini ia tapaki. Bona mengangkat wajah, menatap ke arah air yang berjatuhan. Namun tiba-tiba saja air bah meluncur dengan terburu-buru dari atas tebing dan menimpa Bona hingga membuatnya basah kuyup. 

Bona membuka matanya, saat itu juga ia sadar bahwa air terjun itu tidak lebih dari bunga tidur, dan air bah yang menyerbu Bona di mimpi adalah sebaskom air yang Hujan siramkan di wajahnya.

"Gue kira lo mati." Tanpa rasa bersalah Hujan mencibir seraya tersenyum licik. Laki-laki itu melipat tangan di dada, laksana ibu tiri yang puas usai membangunkan Cinderella dengan cara yang cukup kejam.

Bona terbelangah memandangi tubuhnya yang kini basah kuyup, tidak hanya Bona, kasur tempat Bona tertidur pun ikut terkena imbas. "BRENGSEK LO YA!!!" Bona bangkit dari tempat tidur, lantas mengambil baskom yang tergeletak di lantai dan memukulkannya pada Hujan. 

Hujan berusaha menepis gebukan maut Bona, namun tetap saja baskom merah jambu itu berhasil mencium bokong Hujan dengan tidak sabaran hingga membuat Hujan mengaduh kesakitan. "Awh, sakit, Bon! Psikopat lo ya!"

"Lo lebih psikopat bangunin gue pake acara nyiram-nyiram segala!" Bona berteriak kesal, lantas melempar baskom tersebut ke lantai hingga menimbulkan suara yang cukup gaduh. "Tuh lihat, badan gue basah semua." Bona mendengus kesal seraya menatap Hujan tajam.

"Ya lagian lo pingsan udah kayak mati tau gak!" Hujan tidak mau kalah, ia membalas tatapan Bona dengan sorot mata sengit. Hujan tidak berniat untuk menyiramkan Bona dengan sebaskom air. Mulanya cowok itu hanya menyipratkan air pada wajah gadis itu, namun alih-alih bangun Bona justru tersenyum dengan mata yang masih terpejam. Jadi daripada Bona terjerumus semakin dalam di dunia mimpi hingga pukul 10 pagi, maka Hujan memilih untuk menarik paksa Bona dengan menyiramkan sebaskom air tepat di wajahnya.

Bona terdiam sejenak, mengingat kejadian beberapa jam ia lalui sebelumnya. Ah iya, gadis itu ingat. Sebelumnya Bona pingsan dan tersadar setelah satu jam dibawa ke kamar Luna. Namun alih-alih bangun dan pulang ke rumah, Bona justru kembali memejamkan mata dan melanjutkan aksi ketidaksadaran dirinya dalam wujud tidur. Bukan tanpa alasan Bona memilih untuk kembali memejamkan mata, kamar Luna benar-benar sejuk lantaran AC di kamar ini bekerja nonstop, ditambah lagi kasurnya yang super empuk serta selimut yang lembutnya bukan main merayu Bona hingga gadis itu tidak dapat menolak buaian untuk kembali berkelana di dunia mimpi.

Jadi kurang lebih, Bona sudah tertidur selama 14 jam.

"Ya-ya wajar lah, namanya juga gue syok karena hampir aja mati," dalih Bona sedikit gelagapan.

"Apapun itu alasan lo, lo harus cepetan mandi, sarapan, dan pulang."

Usai mendengar kata 'pulang' mata Bona seketika membulat, ia menepuk jidat, sadar bahwa sepulang dari rumah gedong ini jurus sapu jagat ibunya akan menyambut kepulangan Bona. Kini gadis itu harus menemukan cara agar bisa selamat dari semburan omel kedua orang tuanya. "Mati gue," gumam Bona sambil menepuk keningnya.

"Iya lo emang kebo, sampai gue kira lo mati beneran," sahut Hujan.

"Apaan sih! Bukan itu kampret!" Bona menatap Hujan sengit. "Orang tua gue pasti marah banget kalau tahu gue semalaman nggak pulang dan nggak ada kabar."

"Ya elah dipikirin amat, bilang aja lo nggak pulang gara-gara semaleman dugem sampe kao." Ucapan ngawur Hujan langsung disambut dengan tendangan bebas di tulang kering dari Bona, dan saat itu juga Hujan memilih untuk mengunci mulutnya.

Pintu kamar Luna diketuk oleh seseorang, tidak lama muncul seorang laki-laki dengan sorot mata dan senyuman polos yang baru pertama kali Bona lihat di dunia nyata namun pernah gadis itu temui wajahnya dalam jepretan foto yang berada di kamar Hujan. "Ayo, Jan, lo udah ditunggu sama yang lain di ruang makan," ujar laki-laki itu dengan nada santai. Wajahnya yang polos membuat pria itu nampak sangat menggemaskan. Ia beralih menatap Bona, kemudian tanpa bisa Bona prediksi laki-laki itu melemparkan sebuah senyuman padanya. "Kamu juga harus ikut sarapan."

Narasi Hujan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang