Mendung-27

96 29 3
                                    

Bona sebenarnya termasuk ke dalam kelompok siswa yang selalu datang mepet dengan berbunyinya bel gerbang sekolah ditutup. Meski jam enam pagi masih nangkring di depan TV sambil makan camilan yang memang selalu ibunya sediakan, bisa terhitung jari Bona telat datang sekolah. Namun teruntuk hari ini Bona harus menambah daftar telatnya di buku absen. Gadis itu bahkan datang kelewat siang. Di saat siswa lain sedang khusyuk melaksanakan salat duha di aula, Bona justru baru turun dari ojek online.

"Berapa mas ongkosnya?" Tanya Bona, ia mengembalikan helm bau apek si pengemudi ojek online.

"Dua puluh tiga ribu neng."

Bona melotot, akibat jarang naik angkutan online, Bona merasa tertohok saat ditodong tagihan segitu. "Mahal amat, masa lebih mahal dari harga boba."

"Lah, emang eneng gak ngecek diaplikasi? Nih neng." Pengemudi ojol menunjukan detail pembayaran yang tertera pada aplikasi.

Bona memutar bola mata jengah, kalau bukan karena sekolah Bona tidak terjamah angkot, naik ojek online ke sekolah adalah opsi terakhir yang akan Bona pilih saat motor kesayangannya tidak dapat dikendarai. Dengan sedikit perasaan tidak ikhlas, Bona membayar ongkos transportasi itu. Kemudian berlari dengan panik menuju gerbang sekolah yang terkunci rapat.

Bona meraih jeruji pagar yang terasa dingin sebab udara pagi. Kemudian bagaikan tahanan yang berusaha mengamuk pada sipir, Bona mengguncang-guncang pagar dengan cukup anarkis. "Pak Sobirin buka!!!!!!! Woi!!!! Gue mau sekolah!!!!" Bona menjerit keras meneriaki nama satpam SMA Diponegoro.

Tidak berselang lama si pemilik nama keluar dari pos jaga. Raut wajah pria setengah baya itu terlihat masam, cara jalannya pun terkesan tidak karuan, ditambah lagi bau tidak sedap muncul dari bagian belakang pak Sobirin. "Apa?!" Pak Sobirin menjawab galak. Sebetulnya pria itu ada jadwal kencan dengan jamban dan gayung, hanya saja sikap unmoral Bona jika dibiarkan terus berlanjut akan berisiko merobohkan pagar sekolah.

"Bukain dong pagernya," terang Bona sambil cengengesan.

"Enak aja, kamu udah telat setengah jam."

Bona tahu ia bukan Mario Teguh yang bijaknya luar biasa, tapi Bona harus melontarkan sepatah kata yang penting diingat pak Sobirin sebagai tersangka dari tidak bisa masuknya para siswa ke sekolah hanya karena alasan terlambat. "Pak, nggak ada kata telat dalam menimba ilmu."

"Halah lambemu iku, koyok wong genah ae." Pak Sobirin menepis petuh bijak yang Bona berikan. "Wes toh, saya mau ngising sek." Kemudian tanpa mensensor kata-katanya yang tidak patut Bona dengar, pak Sobirin ngacir ke toilet.

Meninggalkan Bona hanya bisa menatap cengo ke arah pagar setinggi empat meter di hadapannya. Bona tahu, menunggu pak Sobirin selesai buang air itu lamanya bisa ribuan tahun cahaya. Dan ditambah lagi kalaupun bapak-bapak satu itu bisa kembali dalam rentang waktu singkat, tetap saja pak Sobirin tidak akan membiarkan Bona masuk tanpa menyiksa cewek itu lebih dulu.

Bona menarik kakinya dua langkah mundur, tak lupa tangan gadis itu direntangkan. Kedua mata Bona dibiarkan terpejam erat. Bona menyeret napas panjang, kemudian membuangnya perlahan. Menurut novel yang pernah Bona baca, jika kita mengharapkan sebuah kejaiban datang, maka langkah pertama yang harus kita lakukan adalah percaya bahwa keajaiban itu ada. Dan hari ini Bona akan membuktikan bahwa keajaiban bukan cuma ada di film Harry Potter atau bahkan Jin dan Jun.

"Sersan! Buka pintunya!!!"

"Simsalabim!!!"

"Abrakadabra!!!!

"Fokus fokus voila!!!"

"Pim pim pom!!!!'

"Accio!!!"

Narasi Hujan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang