Mendung-34

75 24 0
                                    

Asap rokok itu berhamburan ke langit malam melalui celah jendela mobil yang terparkir di depan sebuah hotel. Abi berusaha menenangkan pikirannya yang semeraut dengan bantuan lintingan tembakau. Setidaknya jika masalah yang sedang berkecamuk di kepalanya ini bukanlah masalah yang bisa ia bagikan ke sembarang orang, maka rokok akan selalu menjadi tempat terbaik Abi berbagi luka.

Jam tangan seharga 70 juta miliknya menunjukan pukul delapan malam, itu artinya Abi sudah terdiam di dalam mobil selama hampir satu jam. Abi menyandarkan punggung ke kursi mobil, ia merasa ragu untuk beranjak keluar.

Ucapan Nychta, percakapan papa, dua hal itu membuat Abi tak hentinya memikirkan soal Luna dan Ayu. Abi kira selama ini, kedatangan Luna adalah sebuah kutukan yang Ayu kirimkan pada hidupnya secara tak terduga. Namun setelah malam itu, entah mengapa Abi merasa kedatangan Luna bukanlah sesuatu yang tidak direncanakan. Sebab sejak awal anak itu muncul di depan teras rumah keluarga Anumerta, ia terlihat sehat tanpa cacat barang hanya luka gores, sebuah hal yang tidak mungkin sebab Jason dan sepuluh penjaga rumah lain tidak akan membiarkan seorang pun masuk ke dalam rumah tersebut tanpa melalui perlawanan lebih dulu. Ditambah lagi tembok setinggi enam meter yang sangat mustahil terobos seorang anak kecil.

Abi bisa saja langsung bertanya pada Haris tentang apa saja yang pria tua itu ketahui soal Luna. Namun setelah malam itu, entah mengapa kepercayaan Abi pada papa angkatnya itu meluntur.

Satu-satunya orang yang mungkin memberikan Abi informasi-meskipun Abi tahu ia harus membayar untuk itu, adalah Nychta.

Setelah rokok keduanya habis, Abi akhirnya berbesar hati untuk melangkah keluar mobil.

Ia menghampiri meja tempat seorang resepsionis menyambut kedatangan Abi di hotel mewah tersebut.

"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya resepsionis pria itu ramah.

"Kamar atas nama Nychta."

"Baik, biar saya cek sebentar." Resepsionis itu mencari daftar nama Nychta dalam sebuah komputer, namun dari semua kamar di hotel ini tak satupun ditempati oleh seorang bernama Nychta. "Maaf, tapi tidak ada kamar atas nama Nychta."

"Cari lagi sampai ketemu."

"Baik, saya coba cek kembali." Resepsionis itu kembali membuka lembar daftar nama pemesan kamar hotel, baik yang tercatat dalam data komputer maupun buku, namun jawabannya tetap sama. "Tetap tidak ada kamar atas nama Nychta."

Abi berdecak kesal, informasi yang Abi dapatkan tidak mungkin salah. "Kalau gitu biar saya cek sendiri."

"Maaf mas, tidak bisa."

"Kenapa?! Kalau lo gak becus cari kamar atas nama Nychta biar gue aja yang cari."

"Mohon maaf mas, tapi ini sudah peraturan dari pihak hotel."

"Lo tahu? Peraturan ada buat dilanggar. Sini biar gue cek sendiri!"

Resepsionis itu mulai gerah dengan sikap keras kepala Abi, ia baru berniat menghubungi petugas keamanan untuk menyeret Abi keluar dari area hotel ketika seorang wanita bersetelan pakaian formal datang menengahi Abi dan resepsionis itu.

"Ada apa ribut-ribut?"

Abi menoleh ke belakang. Tepatnya pada seorang perempuan yang baru saja datang dan menanggalkan kacamata hitam dari hidungnya, membuat wajah cantik perempuan itu tak lagi tersamarkan.

Melihat siapa wanita yang kini berdiri di depannya, membuat Abi bisa bernapas lega karena memang informasi yang ia dapatkan tidaklah salah.

"Mas ini hampir bikin keribut-"

"Dia emang suka cari ribut." Nychta memotong penjelasan dari resepsionis. Kini mata wanita itu tertuju tajam pada Abi, sebuah hal ajaib melihat Abimanyu Syaleindra mencari Nychta yang sebelumnya ingin ia enyahkan dari pandangan. "Dia tamu saya. Mungkin dia salah cari nama."

Narasi Hujan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang