Mendung-39

77 23 0
                                    

"Lo nonton apa, Bon?"

Bona mengangkat wajah menatap Indira yang sedari tadi pagi keheranan melihat Bona yang agak aneh. Ia lebih banyak diam, bahkan saat Indira sedang membahas soal skincare yang sedang hits Bona terlihat tak acuh. Padahal masalah perawatan kulit, Bona adalah ahlinya. Akan tetapi hari ini ia nampak benar-benar beda, seperti anak gadis yang frustasi menghadapi perjodohan.

Indira melirik judul vidio yang sedang Bona tonton di youtube. "Cara bela diri untuk pemula?" Indira mengernyitkan dahi kala membaca judul vidio tersebut, ia menatap Bona heran. "Lo mendadak pengin jadi body guard?"

Bona tidak membalas perkataan Indira yang sangat jelas memancingnya untuk bercanda. Bona benar-benar tidak berhasrat untuk bercanda, pikirannya terenggut oleh segala hal tentang Hujan.

Bagaimana keadaan Hujan hari ini?

Apa ia baik-baik saja?

Bagaimana lukanya?

Apa orang yang menculiknya memperlakukan Hujan dengan layak?

Apakah Hujan masih hidup?

Semua pertanyaan itu silih berganti mengekang pikiran Bona, membuatnya tak bersemangat untuk menjalani hidup tanpa kepastian mengenai nasib Hujan.

"Gue lagi pengin sendiri, Ra."

"Lah? Tumben." Indira berdecak. "Kangen mantan?"

Bona menggeleng pelan. "Plis, Ra, gue lagi pengin sendiri."

Tak ingin memperkeruh suasana hati Bona, sebagai teman yang baik Indira langsung menuruti apa kata gadis itu. Indira pergi meninggalkan Bona terduduk lesu. Indira tidak tahu apa yang ada dipikiran Bona, tapi sepertinya itu cukup sensitif untuk dibagi dengan Indira, dan Indira tak bisa melakukan apa-apa selain berusaha menghargai keinginan Bona.

Bona terduduk sendirian di kursinya. Kelas ini gaduh, banyak canda tawa yang menguar dari teman-teman sekelas Bona yang tidak bahkan tidak sadar bahwa Hujan sudah tidak hadir di kelas selama dua hari belakangan. Tak satupun dari mereka yang bertanya kemana anak itu pergi. Atau setidaknya bertanya apa ketidakhadiran Hujan adalah bentuk dari izin atau pembolosan. Jika ada sebuah kisah yang mengabadikan momen-momen di kelas ini, mungkin tiga puluh dua murid di sini adalah tokoh utama, dan Hujan adalah figuran yang berperan sebagai hiasan tanpa makna dalam cerita.

Dia Hujan.

Dia ada.

Dia merintik sejak lama.

Namun tak satupun dari mereka yang sadar bahwa Hujan itu telah lama datang.

Bona memangku wajah dengan telapak tangan, menatap hampa ke arah kursi pojok sekolah yang kehilangan penghuninya. Biasanya Hujan duduk di sana, duduk seraya mencatat materi yang guru tuliskan di papan tuli. Cowok itu sengaja memperlambat gerakan tangannya agar saat istirahat datang, ia punya kegiatan untuk melanjutkan catatan yang belum selesai.

Hujan ada di sana, menatap ke arah Bona dengan tatapan datar. Bona tersenyum, terlebih saat Hujan nampak mengalihkan wajah dari arah Bona sebelum akhirnya menunjukan jari tengah pada Bona. Sontak Bona tertawa geli, sampai ia sadar bahwa semua itu adalah ilusi belaka.

Bayangan itu hilang. Menyisakan Bona yang hanya mampu menatap sendu ke arah meja Hujan.

Tak ada lagi obrolan receh antara dirinya dan Hujan ketika sedang tidak ada kerjaan. Obrolan yang sebetulnya tidak penting-penting amat, dan bisa Bona bagikan dengan orang lain. Namun entah mengapa Bona hanya ingin Hujan yang menanggapi topik pembicaraan yang ia bawa. Sebab pertengkaran dengan Hujan, sudah seperti agenda rutin bagi Bona, yang membuat gadis itu merasa hampa jika tidak terjadi barang satu hari.

Narasi Hujan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang