Mendung-04

217 43 1
                                    

Hujan menghempaskan tubuhnya di atas sebuah kasur berukurang king size. Setelah melalui kegiatan formalitas yang paling malas untuk Hujan lalui akhirnya hujan bisa kembali mendekap hangatnya tempat tidur. Jika bukan karena ia harus nampak seperti remaja pada umumnya, mungkin Hujan sangat malas datang ke sekolah pagi-pagi untuk mendengar ocehan dari guru yang bahkan sudah ia pahami dengan baik. Namun apalah daya Hujan tetaplah seorang cowok berusia 18 tahun, yang akan menjadi bahan gunjingan jika tidak bersekolah sedang dirinya hidup berkecukupan.

Laki-laki itu meraih ponsel keluaran terbaru miliknya yang tergeletak di atas nakas, lantas membuka aplikasi whatsapp miliknya. Hanya ada 5 kontak di dalamnya, 4 diantaranya adalah orang-orang yang tinggal di rumah ini, dan satunya lagi adalah kontak dari perempuan sinting yang sangat malas Hujan akui sebagai satu-satunya teman Hujan di sekolah. Siapa lagi kalau bukan Yi Bona, anak dari Bapak Yatman dan Ibu Ian.

Hujan membuka foto profil Bona, di foto gadis itu nampak tersenyum di sebuah tempat wisata di kota Bandung. Pikiran Hujan mulai berkelana, membayangkan apa yang akan terjadi jika Bona dan Abi menjadi sepasang kekasih. Yang satunya nampak begitu menggelikan dengan urat malu yang sudah mati rasa, dan yang satunya sekuat tenaga menahan rasa geli setiap kali berduaan. Seketika Hujan tertawa.

Pintu kamar Hujan diketuk, tidak lama seorang lelaki berkacamata masuk ke dalam kamar.

"Kenapa, Dim?" Tanya Hujan pada pria bernama Dimas itu. Usia pria itu lebih tua 5 tahun daripada Hujan, namun lidah Hujan terasa kaku setiap kali memanggilnya dengan sebutan abang, kakak, mas, apalagi a'a.

"Abi sama Alffy lagi ada urusan di Bandung, tuh orang pengin lo yang jagain Luna," ujar Dimas menyampaikan amanat.

"Mereka ke Bandung buat nyariin Ayu?"

"Kayaknya sih gitu."

Karena Hujan adalah anggota rumah yang paling muda ia selalu dibebani dengan hal-hal unfaedah yang sering anggota lain tinggalkan jika ada urusan. Seperti saat Dimas harus pergi ke Prancis, Dimas meminta Hujan untuk merawat burung macau-nya yang banyak cincong. Dan setiap kejadian itu terulang dalam versi yang berbeda, Hujan hanya bisa menghela napasnya pasrah. "Ya udah nanti Luna biar gue yang suapin."

Dimas mengangguk, sebelum akhirnya keluar dari kamar Hujan.

Hujan kembali merebahkan tubuhnya di kasur, ia memeluk guling yang ia namai IU—selebriti Korea kesukaannya. Hujan memejamkan mata, mencari IU dalam bayangan liar alam mimpi, berharap bisa menjemput dan memperistri wanita cantik itu meskipun dalam kuncup Sang Bunga Tidur.

Namun baru saja Hujan mengetuk gerbang lorong mimpi, pintu kamar Hujan dibuka dengan keras oleh seseorang, membuat laki-laki itu kembali tertarik ke alam sadar. Hujan menyipitkan matanya melihat Dimas kembali datang dengan raut wajah panik.

"Ada apa?" Tanya Hujan heran.

"Cepetan bangun, ambil pistol lo. Kata Jason ada penyusup di halaman."

Saat itu juga Hujan langsung bangkit, ia membuka laci nakas dan mengeluarkan sebuah pistol dari sana. Dengan langkah bagaikan kereta listrik, Hujan bergerak menuju halaman bersama dua orang laki-laki yang sama-sama membawa pistol.

Ketiga laki-laki itu beserta tiga penjaga rumah serempak mengepung seorang gadis berseragam SMA yang nampak begitu terkejut dengan kehadiran mereka. Tanpa peduli jenis kelamin dari orang yang berani menerobos rumah ini tanpa izin, semua penghuni rumah menodongkan pistol yang siap melenyapkan nyawa gadis itu jika salah langkah.

Pistol yang semula teracung pasti dari tangan Hujan, justru kembali ia masukan kedalam saku celana. Karena ia sadar, yang baru saja ingin ia lenyapkan adalah satu-satunya teman Hujan di sekolah. "Bona?" Hujan mengerutkan dahi, heran dengan keberadaan Bona di rumahnya.

Narasi Hujan [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang