09. Bintang Yang Tak Lagi Terang

3K 416 105
                                    

°Ayah bilang Kookie itu seperti bintang, sebab mampu menerangi hati ayah. Tetapi bagi Kookie, ayah adalah cahaya, karena tanpa ayah, bintang Kookie tidak akan mampu untuk bersinar. Ayah ... Kookie takut kegelapan.°

•••

Ada apa dengan Kookie?

Jimin jadi agak cemas begitu mendapati Jungkook yang beberapa hari belakangan menjadi bocah lelaki kalem, penurut dan tidak banyak tingkah.

Setiap pagi suara Jungkook akan menggelegar diiringi ketukan anarkis pada daun pintu kamar Jimin, dan anak itu akan sesekali bernyanyi tanpa peduli pada Jimin yang merutuk dalam hati, namun akhir-akhir ini Jungkook tidak melakukan kelakuannya yang kelewat menyebalkan itu. Bahkan ketika Jimin perintahkan untuk mengambil handuk pun ia tak membantah, Jungkook juga tak lagi main masuk kamarnya sembarangan hanya untuk mencuri spidol, dan bahkan bibi Nam pun sampai berkata kalau Jungkook lebih banyak duduk diam di ruang tengah sambil membaca buku atau terkadang cuma bermain bersama tumpukan robot mainan, jarang sekali pergi ke luar atau ke rumah Taehyung tanpa izin seperti yang kerap ia lakukan.

Persis seperti yang Jimin katakan di awal, ada apa dengan Kookie? Ini terasa sangat aneh dan ganjil, jangan dipikir Jimin itu senang atas perubahan Jungkook, ya. Duh, pemuda itu malah jadi sangat khawatir pada keponakan satu-satunya itu.

Televisi di ruang tengah menyala, di atas karpet berbulu Jungkook tengah tengkurap seraya melakukan kegiatan dengan pensil serta buku tulisnya. Jimin yang berdiri di undakan paling atas pada tangga cuma diam mengamati sembari mencari-cari alasan mengapa Jungkook bisa berubah menjadi demikian.

Ini hari sabtu, dan Jungkook masih menjadi anak lelaki lugu yang tak gemar mengganggu seperti yang lalu-lalu. Biasanya bila di akhir pekan seperti saat ini, Jungkook akan berteriak seraya berlari ke kamar sang paman, mengajak untuk pergi jalan-jalan atau cuma keluar sekadar untuk membeli tiga kotak es krim di mini market. Kendati begitu, Jimin malah tak mendapatkan kerusuhan apa pun, dan jam beker bekerja sendirian tanpa bantuan suara melengking dari Jeon Jungkook. Pagi ini, Jimin merasa sepi, kendati di hari yang telah berlalu di minggu-minggu lalu malah Jimin gunakan untuk memaki dalam hati.

Jimin membetulkan letak tas yang tersampir di bahu. Hari ini sebenarnya libur kuliah, tetapi ada beberapa hal yang harus diurus bersama teman-teman kampusnya yang lain, jadi Jimin harus tetap hadir untuk ikut berkontribusi. Barangkali ia bisa mengajak Jungkook, itu pun kalau anak itu mau ikut. Langkahnya tampak pasti ketika menuruni tangga, lalu membuat rute untuk menghampiri Jungkook yang sedang asik sendiri. Berdeham singkat guna menarik atensi si keponakan, lantas Jimin memasang senyum secerah mentari dan menyapa, "Pagi, Kookie."

"Pagi, Jiminie," sahutnya tanpa menoleh, bahkan tangan kecilnya masih saja sibuk merajut kata di atas kertas.

Menghela napas agak sebal, pemuda bermata sabit itu memilih buat duduk di sofa. "Kookie," panggilnya.

Sosok yang dipanggil menanggapinya hanya dengan satu deham, dan Jimin mengerutkan kening sebab merasa heran. Kookie itu tidak biasanya begitu abai pada panggilannya, terlebih ini sudah terjadi dua kali ia bersikap seolah tak peduli dan malah asik sendiri. Benar-benar ada yang tidak beres.

"Kookie, tidak sopan tahu ketika sedang diajak bicara oleh orang yang lebih tua, tetapi Kookie malah tidak menanggapinya."

Mendadak menghentikan gerakan tangannya, sejenak Jungkook diam, kemudian pelan-pelan melepas pensilnya. Bocah tersebut bangkit dari duduknya, lalu langsung menghadap Jimin dengan memasang wajah bersalah. "Maaf, Paman Jimin, soalnya Kookie lagi serius," cicitnya, bibir mungil itu tampak mengerucut dengan wajah yang perlahan mendung. "Jiminie jangan marah pada Kookie, ya?"

SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang