° semuanya runtuh dan nyaris tak bisa diselamatkan lagi. °
•••
"Hari ini aku akan pergi."
"Bukankah kau tidak punya jadwal praktik hari ini?"
"Ya, aku tidak punya jadwal praktik atau janji dengan pasien. Aku free," jawab Jiyeon. "Tetapi aku harus menemui seseorang hari ini."
Yoongi mengangkat satu alisnya. "Siapa?"
Sejenak menatap lurus manik suaminya yang memandanginya penuh tuntutan, butuh jawaban. Wanita itu membuang napasnya agak lambat dan setelahnya menyambung konversasi, "Kim Seokjin."
"Kim Seokjin?" Mencecar sangat cepat setelahnya, "Seokjin yang itu maksudmu?"
"Memangnya ada berapa Seokjin yang kau kenal, Yoon?" Jiyeon menatap sedikit heran sebelum akhirnya beranjak ke meja rias sambil menyiapkan hair dryer yang ingin ia gunakan. Dari pantulan cermin ia bisa melihat Yoongi yang memasang wajah mendung, wanita itu lantas mendesah singkat, mengangkat bahu sambil berkata, "Kau bisa ikut kalau kau mau."
Yoongi mendengkus, menatap tak percaya. "Lalu selanjutnya pertemuan itu akan menjadi pertemuan yang lebih menyebalkan dari sebelumnya. Kau ingat pertemuan terakhirku dengannya beberapa tahun lalu? Bahkan ia secara terang-terangan menyetel lagu Treat You Better milik Shawn Mendes dan menyanyikannya dengan suara keras di dalam mobil—Wow, hanya dengan mengingatnya saja sudah membuatku kesal luar biasa."
Jiyeon menahan napasnya. Itu sebenarnya agak lucu, tetapi itu bukan sesuatu yang pantas ditertawakan, apalagi di depan Yoongi. Jelas, Jiyeon sangat mengingat momen itu. Entah apa yang salah, walau sebenarnya itu sudah sepenuhnya salah, Kim Seokjin memang super duper ekstra. Mantan kekasihnya saat SMA itu sudah dianggap oleh Min Yoongi sebagai musuh bebuyutan kendati tak ada satupun dari mereka yang benar-benar mendeklarasikan perang; entah siapa sumbunya.
Lagi pula Seokjin yang sekarang hanya sebatas teman satu profesi, pun laki-laki itu juga tak lagi menaruh rasa padanya pun sebaliknya, walau Yoongi sering bilang kalau Seokjin masih menyukai Jiyeon dan sewaktu-waktu pria berbahu lebar itu bisa saja merebutnya dari Yoongi. Sepenuhnya Jiyeon ragu karena itu, Seokjin sendiri tak pernah bersikap berlebihan atau secara terang-terangan menyatakan perasaannya yang barangkali masih tersisa, dia hanya pandai menggoda Yoongi, sampai-sampai mampu membuat Yoongi kesal begitu mampus. Benar, hanya sebatas itu. Tetapi Jiyeon tak bisa membuat Yoongi cemas juga, sebab perasaan cemburu semacam itu tak dapat dikendalikan.
Setelah selesai menyisir rambutnya yang telah mengering, Jiyeon lantas bangkit dan kedua tungkai dituntun untuk mengambil cardigan berwarna gading sebagai pelengkap busana putih yang dikenakannya. Kemudian wanita cantik itu membawa tubuh untuk jatuh di pinggiran ranjangnya, menatap Yoongi sebentar, lalu segera menangkap tangan laki-laki itu sebelum dia membelakangi presensinya.
"Kau masih cemas, hm?" tanyanya sangat lembut.
"Ya. Aku hanya terlalu mencintaimu, makanya aku begini."
"Yoongi, tidak ada hal yang mesti kau khawatirkan soal aku dan Seokjin. Dia hanya bagian dari masa laluku, dan hubungan kami sudah berlalu tahun-tahun kemarin, itu sudah lama sekali. Lagi pula aku juga sudah berjanji di hadapan Tuhan untuk tetap setia kepadamu sesaat setelah kau mengikrarkan sumpah untuk selalu mencintaiku, hidup ataupun mati—selamanya. Kita sudah menikah selama tujuh tahun, itu waktu yang tidak sebentar. Percayalah padaku bahwa aku tidak akan meninggalkanmu hanya demi seseorang yang bahkan tidak lagi aku berikan atensi atau cinta. Saat ini, sampai hari-hari yang akan datang, aku cuma mencintaimu, hanya kau. Jadi berhenti cemas. Aku milikmu, selamanya milikmu, Tuan Min."
![](https://img.wattpad.com/cover/181124518-288-k668011.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Semesta
Fiksi PenggemarDalam sungai kehidupan yang dialiri kisah berisi air mata dan tawa dari afeksi, serta diiringi konversasi dengan rasa manis dan pahit pada setiap sekon yang terlampaui. Dari hulu sampai hilir. Bermuara pada batas perpisahan-diakhir perjalanan nanti...