Bab 4

14.4K 1.6K 105
                                    

4:: Hidup dalam risak masa lalu

☁️☁️☁️

"Tanah Abang, Neng, Bu-Ibu, skuuy!!"

Sosok pemuda berwajah usil muncul di jendela mobil angkutan umum berwarna biru telur asin. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, mungkin ini tarikan terakhirnya daripada tak ada kerjaan dan gabut, berakhir hanya main game yang tak bisa menghasilkan duit.

Beberapa orang yang berdiri di pinggir jalan yang awalnya hanya melengos, menoleh ke arah pemuda itu lagi. Terlalu keren buat jadi abang-abang supir angkutan umum.

"Udah Bang jalan aja dong. Jangan lama, ntar kita kemaleman ke stasiun. Ngejar kereta nih." Di belakang banyak suara bersautan.

Benar juga, Andra juga rasanya ingin cepat pulang, tepatnya mampir dulu ke tempat parkiran motor di mana dia titipkan.

Andra mendendangkan lagu yang berasal dari tape yang dicolok flashdisk milik Baron, si pemilik mobil. Dia hanya supir tembak yang mengisi waktunya buat nyari duit jajan tambahan dan membunuh waktunya. Sebenarnya anak sekolahan kayak dia banyak waktunya digunakan misalnya untuk belajar. Tetapi Andra tak suka belajar, dia lebih pilih main, atau malah narik angkot.

Jam 9 jalanan sudah mulai sepi. Mata Andra menajam saat melihat sosok mencurigakan muncul di kaca kanan spion mobilnya. Sosok bermotor itu sudah bisa ditebak adalah orang yang pasti sedang mengejarnya.

Sialan, lagi bawa orang, Andra membatin.

Dia takut penumpangnya bisa terkena kalau sosok itu bisa menangkapnya. Tetapi kalau Andra nekat, justru dia yang membahayakan penumpangnya.

Andra dan sosok di motor rombeng itu saling bertatapan tajam penuh makna.

"Bismillah."

Dengan penuh keyakinan Andra menancap gas tiba-tiba membuat para penumpang di belakang memekik dan istighfar. Andra menjalankan mobilnya menuju jalanan yang memang hanya muat untuk satu angkutan agar dirinya bisa menjauh dari sang penguntit. Andra menahan napas fokus menyetir ketika dia harus menyalip angkutan lainnya, dan beberapa mobil di depannya dengan mode zig-zag.

Suara teriakan, makian dari belakang Andra abaikan. Bagaimana kalau si penguntit itu berniat jahat bisa melukai orang-orang?

"Bang, ini bawa orang, kalo kita kenapa-napa awas aja sampeyan!" maki seorang Ibu.

Percayalah mulut perempuan sangat menakutkan, karena dari tadi dia kena omel terus. Padahal dia sudah cukup jago menyalip sana-sini dengan lincah.

"Tenang Bu, saya jago balapan. Aman!"

"Yeeeee, aman buat abang belom tentu buat orang lain! kalo ada yang kaget sama mobil ini gimana?"

"Tenang aja, Bu!" Andra tak peduli masih menyetir dengan mode gila dengan mata melirik ke spion memantau pria bermotor itu.

Angkutan besar memang tak bisa diajak ngebut, bakalan kalah tersusul oleh motor.

"Sial, mobil percuma rodanya empat, tapi kalah sama motor yang rodanya dua. Kalah cepat bro!"

Andra memang tak pakai otak kalau bicara. Cowok itu mengambil ponsel dan menempelnya di telinga. Kini dia multitasking nambah satu kegiatan.

Tidak lama nada sambung itu berganti dengan suara seseorang yang sangat bising.

"Oi Baron, di mana lo? Gue udah mau deket stasiun, sori ntar mobil lo gue tinggal tapi kuncinya gue tinggal. Sialan gue dikejar anaknya Ronie."

"Heh, jangan sembarangan ninggalin mobilnya!"

Hari Ini untuk EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang