Bab 42

5.3K 866 78
                                    

42:: Mata berlapis kaca

☁️☁️☁️

Batari baru saja membuka pintu rumahnya ketika dari kamarnya bisa mendengar suara mobil datang masuk ke dalam parkiran rumahnya. Malam ini Batari memiliki janji makan malam di rumah dengan papanya. Perayaan sudah resminya mereka menjadi satu keluarga dalam data negara. Dia sudah menunggu kedatangan sang ayah sejak beberapa jam lalu. Tidak biasanya sang ayah pulang lebih lama dua jam dari biasanya.

Cewek itu menahan napas dan seluruh tubuhnya menjadi dingin ketika di teras rumahnya, tepat di hadapan wajahnya terpampang sosok wanita berwajah tua yang sudah lama tidak dia lihat.

Pernah sih beberapa kali melihat saat wanita tua itu datang ke sekolahan untuk urusannya sendiri. Hanya melihat dari jauh tanpa bertegur sapa.

Batari masih bingung tak tahu harus bagaimana, dia mendapati sang ayah yang baru pulang kerja itu menganggukkan kepalanya pelan. Dia tidak memahami betul kehadiran Oma di malam ini untuk apa. Dia sangat takut jika Oma akan memarahinya, mengajaknya kembali ke rumahnya untuk bisa dijadikan kambing hitam alias manusia yang bisa dijadikan bahan ledekan.

Yah, sejenis menjadi pelampiasan kekesalan. Menjadi bahan hiburan sebagai orang yang bisa dijadikan golongan terbawah. Membuat orang lain tinggi dengan merendahkan orang lainnya.

Dengan gerakan kikuk Batari berjalan ke hadapan Oma mengulurkan tangannya. Dia tidak menyangka bahwa tindakannya disambut baik oleh Oma, wanita tua itu mengulurkan tangannya juga membiarkan Batari menciumnya dengan rasa hormat.

"Malam, Oma," ujar Batari dengan suara kacau.

Sialan, suaranya bergetar hebat. Apakah dia pernah menyapa Oma? Dia tidak ingat.

"Yuk, Ibu, mari masuk."

"Aku mau ganti baju dulu, ya, Pa, Oma," ucap Batari cepat-cepat pergi naik tangga menuju kamarnya. Dia berdalih ingin berganti pakaian, memang baju yang dikenakannya piyama merah muda itu tidak cukup bagus.

Di dalam kamarnya, Batari menahan napasnya yang memburu dan air matanya tiba-tiba sudah mengumpul di mata tanpa bisa ditahan, kenapa air matanya sudah menggenang begitu saja.

Melihat Oma malam ini berada di rumahnya, ada kebahagiaan yang tidak bisa digambarkan dan diekspresikan olehnya. Gadis itu berganti pakaian dengan tangan terus mengusap matanya berharap agar air mata sialan itu berhenti mengalir.

Setelah berganti pakaian, memakai bedak tipis dan parfum. Pintu kamarnya diketuk oleh Ardekara dengan panggilan namanya. Dia dan Ardekara turun ke ruang keluarga dengan kikuk, pasalnya Batari sudah kehilangan kata-kata karena keterkejutan malam ini.

"Kamu baik-baik aja? Sakit kepala lagi?" tanya Ardekara menatap Batari penuh selidik.

"Enggak, Pa, aku baik-baik aja, aku kan rajin minum obatnya. Aku cuma-nggak tau harus bagaimana," jawabnya sambil melirik-lirik takut suaranya terdengar besar.

"Oma yang tiba-tiba telepon Papa nanyain kamu, dan Papa bilang ada rencana makan sama kamu. Oma ingin ikutan juga dan dateng, dia mau ketemu sama kamu," kata Ardekara.

"Untuk apa?" tanya Batari, dia masih memiliki ketakutan.

"Ya, dia kan Oma kamu, wajar dia khawatir sama keadaan kamu."

Dalam hatinya Batari sangat takut jika dia tidak bisa berdamai sama Oma karena gadis itu sudah melawan Oma.

"Papa juga udah bisa bicara sama Siera, dia nggak tau harus gimana, Papa ajak dia ke sini tapi nggak mau. Papa ngerti kalo Siera marah."

Hari Ini untuk EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang