Bab 32

5K 941 8
                                    

32:: Ibu Ranny, Acha, Andra, dan Geriandy

☁️☁️☁️

Andra berani menghadapi segala risiko yang ada di hadapannya. Termasuk berani memenuhi permintaan Ibu Ranny, sang pemilik yayasan sekolahan, alias nenek dari kekasihnya. Di tengah jam pelajaran Andra diminta ke ruangan aula oleh wali kelasnya. Katanya ada yang mau bicara, secara mengejutkan seorang Ranny Ayu yang memanggil dirinya. Cowok itu melangkah cepat-cepat menuju tempat yang dipinta, karena di tengah jam pelajaran sangat sepi di seantero lantai dasar. Ketika Andra baru ingin membuka kenop pintu ruangan, ada yang mengagetkan dirinya.

"Lo pasti udah bisa menduga kita bakal membahas apa." Acha mengembuskan napasnya. "Hadapin, Ndra. Karena kita nggak salah. Mau diomelin kayak apa, bukan kita yang salah."

"Lo juga disuruh ke sini? Tapi, gue tetep salah—" Andra menepis bayangan itu. Dia tidak mau Batari tahu kalau pikirannya sangat negatif tentang hubungan mereka. "Biar gue yang ngomong, Cha."

"Ayo!"

Keduanya masuk ke dalam ruangan besar yang biasanya digunakan untuk rapat pertemuan para orang tua. Andra semakin gugup, berupaya menenangkan hatinya melihat sosok perempuan berwajah dingin, berkacamata, dengan rambut yang sudah berubah di beberapa bagian rambutnya. Perempuan yang tampak sehat dengan ukuran tubuh ideal, dan memakai baju dengan panjang lengan ¾, dengan rok model lurus panjangnya sampai di bawah lutut sedikit.

"Saya sampai ke sini, karena harus saya yang bicara langsung sama kalian. Nona Arisha dan Tuan Andra." Suara Ranny menajam membuat suasana sepi aula semakin tegang.

"Selamat siang, Ibu Ranny." Acha menyapa. Cewek itu berusaha tersenyum, walau tatapannya berbeda dengan senyuman getirnya.

Andra juga berpendapat seharusnya pertemuan mereka diawali dengan sapa terlebih dahulu. "Siang, Ibu Ranny!" sapa Andra sudah lemas duluan tadi dengan ucapan perempuan tua itu yang menegangkan.

"Saya senang Batari memiliki teman yang bisa dipercaya," ucap Ranny memulai perbincangan tanpa banyak basa-basi. "Tapi, tolong jangan mempengaruhi cucu saya bahwa dia harus pergi ke psikiater. Dia nggak gila."

Andra tersentak kaget. Dia menyusun kata-kata yang tepat untuk membalas ucapan perempuan itu. "Kami nggak pernah mempengaruhi."

Sekejap saja langsung muncul bayangan saat Andra mengatakan bahwa Batari harus pergi ke psikiater dan suara Acha yang juga mengatakan hal serupa ke Batari. Andra teringat oleh rencana yang dibuatnya oleh Acha. Andra sadar, dia tidak bermaksud tetapi ucapan Ranny memang benar. Dia mempengaruhi Batari. Mereka melakukannya.

"Bukan seperti itu Ibu—" Acha menjawab juga.

"Kita nggak mempengaruhinya, kita yang sadar dan memberikan solusi terbaik untuk Batari," ucap Andra cepat-cepat.

"Kalian yang banyak mempengaruhi. Kalian harus berhenti membuat Batari merasa sakit dan harus pergi ke ahli jiwa. Kalian biarkan Batari memutuskannya sendiri, menyelesaikan masalahnya karena dia yang ingin, bukan karena ditekan." Ranny memandangi satu per satu ke Acha dan Andra. "Berhenti berteman dengan Batari kalau kalian nggak bisa memahami dia."

Cowok itu tidak percaya dengan kata-kata yang didengarnya, dia menatap Ranny dengan mata yang sudah berlapis air mata.

"Dia memang terlihat seperti depresi, kami hanya membantunya memberikan jalan dan solusi. Dia tau, tetapi takut. Kita hanya ingin dia bahagia, dan merasakan ketenangan. Kalo bukan kita yang membantu karena sadar dengan kondisinya, memangnya Ibu Ranny yang membantunya? Apakah Ibu Ranny sadar?" Andra mungkin sudah kurang ajar, tetapi ucapan yang memenuhi otaknya berhasil dia keluarkan dengan kata-kata yang tepat.

Hari Ini untuk EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang