Bab 56

5.1K 860 49
                                    

56:: Hari yang sudah menunggu lama di masa depan

☁️☁️☁️

“Gimana rasanya kita udah bisa keluar dari sini?” tanya Ardekara dengan senyuman lebar, manis, dan tampan sekali wajah sang ayahnya.

Batari jadi terkekeh pelan, dia tak bisa mengungkapkan bagaimana rasa senangnya sudah bisa pulang. Gadis itu sedang duduk di atas ranjang kasurnya melihat Ardekara yang lagi membereskan barang-barang milik Batari.

Dan, Oma yang akan menjemput Batari keluar dari tempat itu. Namun setelah ini dia akan pergi menuju bandara untuk penerbangan ke suatu kota yang sudah diputuskan untuk menjadi tempat peristirahatan Batari. 

“Seneng banget, Pa, aku bakalan bisa jalan-jalan dan liat suasana luar. Bisa puas jalan-jalan ke Malioboro,” sahut Batari terkekeh. “Aku mau jalan-jalan ke pantai juga ya?”

“Kamu di sana buat pemulihan, bukan buat jalan-jalan yang bikin capek,” kata Ardekara dengan khawatir.

“Kalo Jogja-Jakarta emang bikin capek, tapi aku kan menetap di rumah Opa,” cerocos Batari sudah antusias banget ingin pergi liburan, sudah bosan dengan dinding kamar rumah sakitnya. 

“Nanti kamu di sana bakal dijagain sama Bu Anara, Oma sama Papa kamu kan harus stay di Jakarta. Tapi, kami bakal sempetin datengin sesering mungkin,” kata Oma yang berdiri tak jauh dari Batari dan terkekeh pelan.

“Ini aku beneran nggak usah pulang dulu ke rumah?” Batari menatap kedua orang dewasa itu.

Ardekara mengangguk, “Iya, barangmu sudah banyak dibawa sama mobil pengantar barang kok.”

“Barang-barangku nggak usah dibawa banyak-banyak, selama ini aku hidup cuma butuh baju doang kok,” kata Batari membuat Ardekara dan Oma jadi mengulum senyuman tawa.

Ada beberapa pertanyaan yang memenuhi Batari dan ingin diutarakan, dia tidak tahu harus mengatakannya atau tidak. Dia takut pertanyaan itu sangat sensitif untuk dibahas, tapi rasa penasaran di benaknya tak bisa ditahan lagi.

“Pa, Oma, aku mau nanya sesuatu,” kata Batari membuat semuanya jadi menoleh dengan raut wajah heran. “Pengobatanku selama ini biayanya dari mana?”

“Kami semua, Papa, Oma, tabungan Opa, dari orang tuanya Rishad, dan juga Jerry.”

Jawaban yang didapat oleh Batari membuat gadis itu jadi tertegun, membayangkan betapa fantastisnya, dan perjuangan keluarganya untuk berusaha keras dalam menyelamatkannya. Bagaimana bisa dulu dia berpikir ingin meninggal saja, mengharapkan kegagalan dalam proses operasinya, padahal biaya yang dikeluarkan tidak murah. Dia mengharapkan kegagalan itu sebagai jalan untuk pergi, dia yang sangat sudah lelah mau menyerah saja sama kehidupan.

Bunuh diri itu dosa, dia sangat takut, maka dia berpikir bisa menyelesaikan urusannya di dunia dengan mati karena sakit saja.

Ternyata Tuhan masih menyayangi dirinya, dengan menunjukkan betapa dirinya masih disayang, diharapkan kehadirannya untuk tetap bertahan di dunia bersama dengan orang sekelilingnya yang berusaha menyelamatkan nyawanya.

Tuhan memberikan dirinya kesempatan untuk merasakan kebahagiaan bersama orang-orang yang dia sayangi.

☁️☁️☁️

Batari akhirnya bisa keluar dari rumah sakit setelah mendapat perawatan sebulan pasca operasi pemasangan kumparan di pembuluh darahnya agar tidak membuat bagian yang bengkak, dan tipis terisi aliran darah. Sehingga diberikan cara untuk menutup, dan mengalihkan darahnya agar ke pembuluh darahnya yang lain.

Hari Ini untuk EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang