Bab 10

8.3K 1.3K 114
                                    

10:: Yang sempat terlupakan

☁️☁️☁️

Gadis itu memberikan uang tip yang cukup besar kepada sang driver yang bersedia mengantarnya sampai ke pinggir jalan pemakaman itu.

Batari terkekeh saat mas-mas muda itu segera ngacir dengan motornya tanpa menoleh lagi. Dia memasukkan tangan kirinya ke dalam saku kardigan dan tangan lainnya memegang senter dari ponsel.

Batari mulai berjalan tanpa ada rasa takut, sebab sudah entah sejak kapan kehilangan rasa takut itu. Terkadang sih dia takut dalam keadaan yang tidak bisa ditebak. Daripada objeknya, Batari lebih takut dengan prosesnya. Dia berani, hanya saja tidak suka jika merasakan kesepian. Biasanya dia ditemani oleh teman-temannya kalau melalui jalanan itu.

Tapi, di mana mereka?

"Kesha, Erik, Geo! Kalian ke mana?" tanya Batari pelan.

Batari merasa jalanan jauh sekali untuk menuju ke tempat di mana waktu itu dia bertemu dengan sosok asing misterius yang aneh.

"Orang gila yang jalan di kuburan malem-malem!" cela Geo, si cowok berkacamata yang berkulit putih pucat.

Di tengah kegelapan Geo terlihat amat menyeramkan, cowok dengan kemeja warna kotak-kotak biru-hitam itu menggelengkan kepalanya tidak percaya akan kelakuan Batari.

"Aku takut, cepetan kamu pulang yuk," ucap Kesha bergidik. "Udah tau kita sebenarnya penakut."

"Penakut banget, gue aja berani. Gue manggil kalian biar nggak merasa kesepian karena sendirian. Seperti biasanya, kalau sore kalian oke aja gue ajak lewat sini," kata Batari sambil menyenteri tanah dan menghindari jalanan yang berlubang.

"Nyari apa sih?" Erik menautkan alisnya, dia pasti sudah menuduh Batari benar-benar kurang kerjaan. "Mending kita di kamarmu, minum-minum sereal atau coklat panas."

"Sesuatu yang berbahaya, gue penasaran dan butuh beberapa waktu untuk mengingat kejadian itu!"

Dia payah dalam mengingat, apalagi waktu itu cahaya tidak bagus. Namun, dia yakin tidak mungkin salah melihat, dia sempat melihat benda itu ingin dikeluarkan atau bahkan sudah berada di tangan dan siap diarahkan kepadanya.

Benda besar yang berkilat.

Batari sudah tiba tepat di mana ketika dia berpapasan dengan sosok misterius dengan motor itu, dia mengarahkan senternya ke segala arah tanah. Dia juga tak ragu menyenter ke area pemakaman yang menunjukkan batu-batu nisan dan keramik yang sudah dipagari.

"Batari, kalo sesuatu bahaya datang gimana? Kamu minta ditemani kita agar nggak kesepian, tetapi saat kamu terancam kita bisa apa?" Kesha berkata-kata dengan panik.

"Gue juga gatau," Batari menyahuti cuek dan masih mencari benda itu.

"Cepat pulang saja, atau besok kamu cari saat siang!" Jelas si Erik. "Bahaya karena gosip di sini sering terjadi kejahatan," tambahnya.

"Nggak, gue maunya sekarang juga bisa nemuin benda itu! Gue dalam bahaya kalo nggak menemukan benda itu!" seru Batari kesal, karena dia disuruh pulang keinginnnya dilarang oleh suara-suara dari mereka.

"Andai kalian bisa mengingat, tentu waktu itu kalian bisa tahu apa yang orang itu mau lakuin ke gue!" desis Batari dengan napas memburu karena efek menakutkan dari ucapan para temannya itu.

Sayangnya, mereka bukan makhluk halus, atau apa pun yang memiliki pikiran, dan ingatan masing-masing. Lebih menyeramkan daripada itu, mereka hanya suatu bayangan yang diciptakan dalam imajinasi kepala Batari. Mereka tidak bisa berpikir apalagi mengingat. Karena mereka sungguhan tidak nyata.

Hari Ini untuk EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang