Bab 58

5.1K 806 50
                                    

58:: Yang pernah hilang

☁️☁️☁️

"Permisi, Bu, saya mau bertemu dengan penghuni salah satu kos di sini. Namanya Arisha, mahasiswi IPB." Cewek itu bicara pada seorang perempuan paruh baya yang membukakan pintu gerbang sebuah kos-kosan Putri di Bogor. Cewek itu sudah melalui perjalanan selama tiga jam dari apartemennya berkat naik kereta dan angkot.

Seminggu sudah berlalu Batari memutuskan pindah ke apartemen, agar bisa tinggal mandiri, dan bisa mencari inspirasi untuk karirnya. Batari juga sudah memutuskan untuk kehidupannya sendiri saat ini. Dia kemarin datang ke rumah Acha, tentu saja hal itu mengejutkan seluruh keluarga Acha, karena menurut berita Batari sudah meninggal. Batari meminta nomor Acha pada keluarganya, dan alamat kosan sobatnya itu.

Dan, di sinilah dia berada setelah menempuh perjalanan dua jam, dari Stasiun Bogor naik angkot kecil dan berjalan mengikuti maps setelah turun di depan jalan besarnya.

Wanita tua yang membukakan gerbang itu menatap Batari penuh selidik. "Iya masuk, Teh, tapi gatau deh Teh Acha ada di kosan apa enggak. Teteh naik aja ke kamarnya yang nomor 14."

"Terima kasih ya, Bu."

Batari pamitan segera masuk ke dalam sebuah rumah dengan banyaknya pintu kos-kosan yang saling berhadapan. Sepertinya rumah penjaganya tadi di rumah besar yang letaknya di ujung petak komplek rumah-rumah itu. Batari jadi ingin tinggal di tempat yang kelihatannya sangat adem, sunyi, dan bersih itu.

Setelah melewati beberapa pintu kosan yang berhadapan, lalu sebuah parkiran motor, dan tangga naiknya berupa tangga besi. Batari mencari-cari nomor pintu kosan milik Acha. Gadis itu juga sudah beberapa kali menghubungi nomor Acha sejak semalam, namun nomornya tidak aktif, dan pesan Whatsapp Batari tidak terkirim. Padahal nomor Acha masih aktif pagi harinya.

Setibanya di depan pintu nomor kosan Acha, gadis itu menarik napasnya, dia siap bagaimana pun yang terjadi setelahnya. Dia mengetuk pintu itu beberapa kali, di dalam sepertinya ada orang karena ada suara TV, dan lagu mengalun pelan.

"Acha!" Panggil Batari beberapa kali dengan suara tercekat. Batari mengetuk-ngetuk pintu supaya suaranya bisa lebih besar dari suara TV dan lagu di dalam kamar itu.

Sudah berkali-kali Batari mengetuk pintu, dan memanggil nama Acha tidak ada jawaban respon berarti. Dia mulai lelah, dan menyerah.

Apa Acha sudah tahu dengan kehadirannya, dan sudah baca pesannya?

Atau Acha sudah dihubungi oleh keluarganya dan dikasih tahu kemunculan Batari yang mengejutkan.

"Acha, ini gue Batari. Lo ada di dalam, kan? Plis, gue mau ketemu sama lo. Maaf, Cha, yang dulu-" Racau Batari di depan pintu itu sambil menahan air matanya agar tidak keluar.

Dia sudah sedih sekali karena Acha masih marah padanya, mengabaikan dirinya, dan tidak mau peduli lagi dengannya. Padahal menurut cerita dari keluarganya, Acha sangat histeris menangis saat mendapat kabar itu. Acha menangis di rumah Batari, dan setelahnya tidak datang-datang lagi kala itu.

Batari merasakan degub jantungnya menjadi cepat kala melihat bayangan pelan berjalan menuju pintu. Kenop pintu tersebut bergerak disertai suara kunci dibuka, begitu terbuka ada hal yang membuat Batari syok berat melihat Acha terjatuh tepat di kakinya sambil merintih memegangi perutnya.

"Tolong, perutku sakit, Magh-ku kambuh, juga GERD-nya." Gadis itu meringis kesakitan di lantai sambil memegangi perutnya. "Huaahhhh, huh, ahhh."

"Acha!!!" pekikan keras Batari disertai pikiran yang tidak tahu harus berbuat apa.

Hari Ini untuk EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang