Bab 38

5.2K 988 95
                                    

38:: Pengakuan besar

☁️☁️☁️

Masih teringat momen saat pergantian tahun baru kemarin merayakannya bersama Acha dan Andra di rumah Batari. Dia menyadari satu hal, dia tidak bisa terlalu lama membohongi sahabat dan pacarnya. Akan lebih cepat dia mengakuinya, akan lebih cepat dia mengetahui mana yang menjadi takdir kehidupannya.

Persahabatan indah tapi penuh dengan kebohongan, dan kepercayaan yang sudah hancur sejak lama.

Mungkin dengan dia jujur ke semua orang bisa membuat perasaannya bisa tenang ketika menjalani terapi penenangan dirinya nanti.

"Sampe kapan kita kayak gini terus? Lo harus ambil keputusan dengan cepat," kata Riko nadanya sudah lelah banget.

Sedangkan Batari sedang mondar-mandir gelisah. "Hari ini, sepertinya mereka bakal dateng ke sini. Hari ini gue ulangtahun, makanya gue ngundang lo ke sini," kata Batari berusaha tenang dia segera duduk menonton TV di ruang keluarga.

Hal yang tidak pernah dilakukannya selama tinggal di rumah Oma. Batari dulu lebih sering menonton TV di kamarnya, daripada muncul seliweran di rumah.

"Lo mau ngomong sama mereka? Akhirnya!" seru Riko lega.

"Gue mau kasih tau, Rik. Dokter Kanya juga bilang, gue nggak bisa bohongin sahabat dan pacar yang udah percaya sama gue."

"Lo mau ngasih tau tentang kita?" Pertanyaan Riko membuat alis Batari menjadi menyatu. "Ambil keputusan lo, gue mau mundur tapi lo tahan. Tapi lo nggak bisa milih sampe sekarang."

"Bukan, satu per satu, Rik. Yang itu lo sabar dulu, ini tentang keadaan gue," jawab Batari dengan sesak dalam dadanya.

Tadinya Riko mau mendengkus, tetapi ada hal serius yang menjadi fokusnya. "Serius? Lo udah siap sama konsekuensinya?" tanya Riko menatap dari sofa samping Batari.

"Iya, itu udah jadi risiko karena gue yang memang bikin semuanya jadi rumit. Thanks udah kasih info tentang Dokter Kanya, di antara psikiater cuma beliau yang memahami keanehan gue yang satu itu."

"Good, kalo dia memahami kondisi lo, terus menurut hasil konsultasi lo selama ini, sebenarnya kenapa?"

"Banyak, lo bakal pusing kalo gue kasih tau. Dokter Kanya ngasih saran, sebelum telat, gue punya gejala Mythomania. Gue nggak mau itu membuat gue di masa depan jadi pembohong yang parah dan ekstrim."

"Mythomania?" Riko memandangi tak percaya dan matanya melebar. "Lo serius?"

Itu gangguan psikologis, yang suka berbohong, percaya sama kebohongannya sendiri, padahal tahu kalau semuanya cuma bohongan.

"Beneran, kali ini gue nggak lagi bohong. Kebohongan gue harus gue sadarin bahwa itu nggak bener, sebelum parah." Batari merasa sudah parah dirinya membohongi Acha dan Andra. Dia sangat ingin bisa berhenti membohongi orang lain.

Dia sudah banyak membaca di internet, banyak orang yang menderita Mythomania, dan kebohongannya sudah parah sekali. Batari tidak mau dia semakin parah suatu saat nanti. Batari juga suka mengkhayal, di mana dirinya bisa jadi pusat perhatian kehidupan. Karena dunia realistisnya tidak menyenangkan.

Sebentar lagi dia bakal masuk ke masa terapi, dia berharap saat terapi nanti bisa mengingat tentang kejadian kebakaran itu. Walaupun tidak ingat, dia tidak perlu berpikir kalau dirinya sudah membunuh orang. Dia tidak seperti yang orang lain kira.

"Lo gapapa, siap nggak sesuai ekspektasi lo kalo mereka nggak bisa terima?" Riko memandangi dengan air muka yang cemas. Sejujurnya Batari tidak akan semudah itu orang lain memaafkan setelah dibohongi sejak lama sekali.

Hari Ini untuk EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang