Bab 12

7.6K 1.2K 77
                                    

12:: Kerikil kecil

☁️☁️☁️

Sudah 2 hari Batari memendam kekesalan pada Oma. Hari biasanya dia memang tak akrab sama Oma. Namun, kali ini kan perasaan Batari kepada Oma berbeda. Ada rasa kesal, marah, dan iri. Sejak ribut sama Oma, yang terus membanggakan Siera, hal itu juga membuat hubungan Batari dengan Siera tidak bagus amat.

Batari menjadi kesal sekali setiap melihat sosok gadis berambut panjang berkacamata itu. Si cucu tersayang Oma. Berangkat sekolah memilih  sendirian, malas bersama Siera, dia bisa saja menyabotase Pak Tatang dengan berangkat meninggalkan Siera. Tetapi, Batari yakin, Siera tidak bisa tanpa Pak Tatang, cewek itu malas ke mana-mana naik motor karena dia sambil baca buku kalau sedang di perjalanan.

Kurang baik apa Batari sudah memperhatikan kesusahan Siera? Namun, perang dingin tetap harus berjalan demi menghindari tatapan cewek itu. Batari terancam tidak bisa ikutan seleksi, tapi jauh dalam hatinya dia meragukan kemampuannya. Memangnya cerita itu bisa menang? Padahal sudah diperjuangkan sedemikian rupa.

“Kayak gue bisa menang aja sih, anjir! Gila, gue pede banget! Udahlah, nggak usah lanjutin lagi, nggak bakalan bisa menang! Kagak bagus cerita buatan lo, Batari!”

Suara penuh rasa pesimis itu terdengar kencang, benar-benar terucap dari bibir Batari yang sedang menepi sendirian di suatu tempat. Lalu, dia terkekeh sinis, tertawa betapa miris dirinya, dan semua yang terjadi pada dirinya.

“Hahahaha, tolol lu pede banget sih!” seru Batari tertawa menyeramkan.

Kemudian gadis itu duduk termenung membuka ponselnya menekan aplikasi di mana tempat Batari sering menuliskan kata-kata ide yang sering muncul, daripada idenya hilang dia sempatkan catat di aplikasi.

Pikirannya dan isi hatinya jelas berbeda. Dia masih peduli sekali dengan ide-ide untuk cerita itu. Tetapi, rasanya jelas berbeda. Dia tak bisa menulis di ponsel, bagai imajinasinya menjadi sempit.

“Untuk seleksi cerita itu atau bukan, kamu harus mengambil lagi benda itu,” kata Kesha saat Batari sedang melamun di bawah pohon sambil menatap layar ponsel membaca kata demi kata yang pernah dia tuliskan di aplikasi tersebut.

“Kamu menulis bukan hanya itu seleksi itu,
perjuanganmu untuk ke depannya lagi, untuk diri kamu,” ucap Erik. “Itu hal yang biasa kamu lakukan, bukan hanya untuk momen tertentu aja. Beda kan?”

“Gimana caranya mengambil benda itu?” Batari meniupkan rambut yang terjatuh di depan keningnya.

“Kami juga tak tau,” sahut Geo kalem.

Dulu saat Batari belum memiliki notebook, dia menulis cerita di PC dalam kamarnya dan sekarang benda itu sudah rusak lebih baik dimuseumkan.

“Ah, gatau deh! Gue lagi bingung, gue takut semua kerjaan gue yang tersimpan di sana itu diapusin sama Oma.”

Batari merebahkan dirinya di kursi semen menatap langit yang biru. Dia mengangkat ponselnya setinggi wajahnya, dan membaca catatan yang dimilikinya.

"Mau pake punya gue?” Tiba-tiba di atas wajah Batari muncul Rishad sambil menenteng laptop menyodorkan benda itu.

Batari terperanjat bangun sampai dia mengubah posisinya menjadi duduk, mata bulat gadis itu menatap Rishad tidak percaya. “Serius lo?”

Hari Ini untuk EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang