all i lived for makes me dying

1.2K 314 122
                                    

Chapter 30.

Tidak ada yang lebih menyakitkan dari melihat kekosongan. Aku benar-benar tidak tahu apakah aku sanggup menjelaskan bagaimana rasa kosong yang kurasakan setiap pagi saat kulihat Joohyun berusaha sendirian mengais sekitar tanpa sepengetahuanku.

Joohyun tidak ingin aku tahu bahwa dia sendiri masih menyesuaikan dengan kekosongan barunya.

Kendati selama ini dia bersikap bahwa ia tidak kehilangan, Joohyun lah yang paling kehilangan. Saat ia terlelap, pancaran jiwanya seperti remuk. Aku bisa merasakan ada lubang hitam yang ia sembunyikan.

Tapi aku ini bisa apa saat gadisku terbangun dengan senyum cerah dan berkata dengan intonasi ceria. "Taehyung, hari ini aku sudah pesan sarapan."

Dia membuat mataku berkaca-kaca. Isi kepalaku runyam dan yang ada hanya satu kata yang terus kuulang; Kenapa...

Kenapa dia harus berusaha sebesar itu?

Kenapa dia harus menyembunyikan kesedihannya?

Kenapa aku tidak bisa menjadi suami yang berguna?

Kuusap mataku yang basah dan menarik napas dalam. Joohyun tak boleh tahu bahwa aku menangis. Tapi berpikir seperti itu adalah kesalahan. Joohyun tahu segalanya.

Ia memelukku dengan lembut dan erat. Seolah tahu apa yang kupikirkan, suaranya bergetar pelan. "Sayang... Kau tidak kurang apapun. Kau suami yang baik. You're enough."

Air mataku meluruh. Hatiku seperti digunting menjadi perca berulang kali sampai aku kehilangan keseimbangan mengenai apa yang harus kurasakan.

Apa aku harus bahagia? Memeluk dan menerima semua ini dengan lapang? Tidak mungkin. Mustahil aku bisa merelakannya. Akan tetapi, aku bisa apa selain melakukan itu?

Joohyun beranjak saat ia mendengar bunyi bel. Tapi dengan sigap aku menyuruhnya untuk duduk di sofa, tautan dekapan kami terlepas dan aku meraih kenop pintu.

Kubuka dengan cepat usai mengintip di layar kamera. Itu pengantar makanan. Ada dimsum dan jajjangmyeon.

Saat kubalikkan punggung, Joohyun yang seharusnya duduk di sofa menghilang.
Kepalaku panik. "Joohyun?!"

Kuletakkan makanan kami dengan asal dan bertekad menyisiri seluruh rumah. Langkahku terhenti saat kudengar kekehan damai. Asalnya dari kamar, dekat boks bayi. Celah pintu cukup lebar untuk aku intip.

Dari sana aku bisa lihat Joohyun yang lututnya bersimpuh di lantai. Jemari lembutnya mengusap wajah bayi kami. Senyum cantiknya melebar. Ia berdesis lucu pada buntalan manis di dalam sana.

"Sayang, tahu siapa yang datang? Ini Mama."

Entah sensasi apa ini. Bulu kudukku meremang seketika. Kakiku seakan dipaku dan aku tak bisa bergerak satu inci pun. Aku sangat ingin memeluk Joohyun dan anakku. Tapi aku malu. Aku terlalu malu untuk mengakui bahwa aku ini pria kejam yang sempat ingin menghilangkan pemandangan ini.

Kendati bibirku yang kaku ini hanya bisa mengeluarkan sedikit kata lewat celah, "Hyunnie, ayo makan."

Ia mendongak, lalu aku perlahan membantunya untuk menemukanku. Tanganku menuntunnya tapi gadisku perlahan menepisnya, bersamaan dengan senyum tipis. "Taehyung, aku bisa sendiri."

Aku terhenyak sesaat, tapi kutolak dengan tegas. "Aku bertanggung jawab atasmu. Kau ini istri-"

"Sayang," potongnya.

Aku tahu intonasi ini. Aku tak boleh lanjut berbicara. Tekad Joohyun sudah bulat.

"Biarkan aku terbiasa menerima ini."

✔ Cerulean Sea and The Sunset | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang