⠼⠊
Gadis itu berada di antara gedung tinggi; ramai dan penuh bising manusia yang sibuk masing-masing. Ia terduduk sendirian di bawah atap pencakar langit. Matanya mengekori kucing liar yang berputar-putar di sekitar sana. Dielusnya hewan manis itu dengan lembut. "Uh, sini teman kecil."
"Apa kau juga tidak punya rumah?" Alih-alih menurut, kucing itu malah mencakar punggung tangan dan membuat sang gadis berjengit. Ia meringis kesakitan saat cairan merah merembes dari balik kulit porselennya.
Satu hela napas lolos dan ia pun memutuskan untuk tidak ambil pusing. Kepalanya didongakkan pada langit senja. Ia baru saja mau berbaring di lorong itu kalau sebuah suara tidak menyadarkannya.
"Arin-ssi. Kau serius mau tidur di sana?"
Gadis itu menoleh dan menggembungkan pipi, agak malu saat tahu seorang pria berumur tiga puluhan bermata sipit duduk di sebelahnya dengan wajah masam.
"Jay Ahjusshi?"
"Kenapa masih ada di sini, Rin?"
"Aku tidak bisa pulang kembali."
Pria itu mengangkat satu alis. "Bajingan itu sempat menolakmu lagi?" Kemudian tertawa tak percaya dengan apa yang baru saja didapatkannya, "Wah, Kim Taehyung... Si Tengik itu benar-benar..."
"Sudah berapa lama kau di sini?" Jay terus meluncurkan pertanyaan.
Arin mengangkat bahu. "Sejak Januari?"
"Apa?" mata Jay membulat. "Tinggal dimana kau selama 5 bulan ini? Jadi ucapanmu soal kau punya tempat tinggal itu bohong?"
"Aku sudah cukup berterima kasih atas bantuanmu. Menempelkan 50 rokok di atap langit. Itu luar biasa, Ahjusshi."
"Sudahlah. Jangan keras kepala dan tinggal saja di rumahku."
Ada kehangatan asing mengalir di seluruh tubuhnya. Ia baru tahu ternyata seperti ini rasanya diperhatikan. Hatinya merindu. Gadis itu meringkuk, lututnya dipegang erat dan air matanya luruh sedikit demi sedikit. Arin hanya menggeleng lemah.
"Aku kehabisan waktu untuk kembali."
Jay mengerjapkan mata. Rambutnya diacak frustrasi. Kehabisan waktu untuk kembali itu artinya ada tiga; tak bisa kembali pulang, ditakdirkan mati di masa ini, atau hanya punya waktu untuk menunggu mati di sana.
"Aku harus menyimpannya," matanya berkilat penuh tekad, saat mengusap air mata, "Untuk hal yang lebih penting nanti."
Jay beranjak dengan gusar. Ia hendak pulang membawa amarah yang bercokol dalam diri.
"Ahjusshi..." panggil Arin hampir menangis lagi.
Kaki panjang itu berhenti saat suara paraunya bersuara, "Kau tahu, Arin? Aku lelah membujukmu."
"Kumohon. Jangan pergi."
Jay mendengus kemudian menarik lengan gadis itu dengan amarah memuncak. Matanya menatap sang gadis dengan lekat. "Pergilah bersamaku atau aku yang pergi."
Gadis itu terdiam nyaris semenit sebelum akhirnya mencicit. "Ahjusshi, aku masih harus berada di sini."
"Mereka akan baik-baik saja. Pulanglah. Kau bahkan tak punya uang untuk menghidupi dirimu di sini. Bagaimana kau makan selama ini? Lihat!"
Gadis itu hanya diam. Persediaannya habis. Ia hanya bisa makan apa saja yang ia dapat disini. Ia pun tidur dimana saja; bangku taman, tempat sauna, supermarket-dimanapun, asalkan aman.
Jay mengeluarkan dompet dan memberi seluruh tumpukan uang yang ia punya di atas telapak tangan Arin.
"Ahjusshi, uang ini tidak berlaku di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Cerulean Sea and The Sunset | salicelee.
Fanfic🏅 [#Wattys2020Winner] "Hari ini, 29 Maret 2029. Aku, Kim Taehyung, dinyatakan meninggal dunia pada usia 34 tahun." Gadis asing itu berkata kalau aku harus menemuinya pada malam tahun baru. Aku tak paham apa maksudnya, tapi dia bilang aku tak boleh...