red hoodie

1.7K 370 96
                                    

⠼⠁⠙

Pada 2029, 3 hari setelah pemakamanmu, seluruh member BTS tewas.

Ini sebuah peringatan.

10 tahun kemudian, gadis tudung merah itu tidak hanya membunuhku. Ia juga melancarkannya pada member lain.

Gadis toska itu bilang kalau itu adalah skenario yang sempat terjadi. Namun pembunuhku mulai tak sabaran. Kemungkinan terbesar, ia akan mempercepat kematian kami semua.

Kuluruskan kaki dan berbaring di atas ranjang Jimin. Hari ini aku berkunjung ke rumahnya. Dia adalah member yang pertama kupikirkan. Park Jimin adalah teman terbaikku-meski berulang kali waktu mengulang atau di belahan dunia manapun kami berada, dia akan tetap jadi sahabatku.

"Shit!" Jimin mengerang dari luar.

Aku mendobrak pintu dan membulatkan mata panik saat kulihat ia terluka. Tetesan darah dari punggung tangan menyentuh keramik dengan deras. Aku langsung mengambil handuk dan mengikat tangan Jimin.

"Apa yang terjadi?!" aku berteriak panik.

Jimin menatapku nanar. Mungkin aku telah memberi reaksi berlebihan. Salahku karena terlalu banyak berpikir bahwa seseorang akan menyakiti mereka.

"Aku hanya tertusuk beling. Jangan berlebihan."

Kuhelakan satu napas lalu mengambil perban dan obat merah. Jimin menolak untuk aku bantu. Jadi saat ini aku hanya menonton ia mengobati diri sendiri.

"Kalau tidak dirawat benar bisa berbekas. Sini," kataku berusaha menarik tangan kanannya, tapi ia malah terlihat seperti ingin memukulku.

"Eish, repot sekali, sih," cibir Jimin setelah kalah. Lengannya berada di kendaliku, jadi kutetesi lukanya dengan obat merah yang membuatnya berdesis. Kutempel kapas dengan plester lalu kutepuk lukanya dengan gemas, "Rasakan!"

"Jahanam," Jimin menendang bokongku yang duduk bebas di sofa. Ia melipat tangan kemudian terlihat seperti berpikir keras. "Ngomong-ngomong, Joohyun noona baik? Aku sudah lama tidak menghubunginya."

"Yeah, kurasa 2 bulan lagi dia akan melahirkan. Tentu saja kau tidak boleh sering-sering menghubungi istriku, huh?"

Jimin tertawa tak habis pikir atas lelucon retorikku. Ia membalasku dengan ucapan tulus. "Jagalah dengan baik dan jangan dilewatkan momen tersebut."

"Bagaimana kabar anak-anak?" tanyaku.

"Baik, kecuali Jungkook, ia jatuh dari panggung."

"Aku baca beritanya. Apa yang terjadi?"

"Itu tidak seperti yang diberitakan," Jimin menggaruk tengkuk, lalu mataku jadi semakin penasaran karena Jimin terdiam selama nyaris semenit.

"Sebenarnya, Jungkook menjatuhkan diri."

Tunggu. Apa?

"Ini sulit dipercaya. Kita berenam hadir untuk acara jumpa penggemar. Jungkook tiba-tiba terjatuh ke belakang panggung dan tirai panggung ditutup karena kericuhan. Lalu saat aku menghampirinya dengan pertanyaan, dia hanya memelukku sambil bilang kalau ia menjatuhkan diri."

"Kau tidak tanya kenapa?"

"Tentu saja aku menanyakan hal tersebut! Duh!" Jimin menatapku seolah-olah aku ini alien idiot, tapi aku diam saja. Aku butuh dia untuk melanjutkan. "Tapi Jungkook hanya bilang kalau ia tidak mood melaksanakan acara tadi tanpamu."

Oh, tidak.

Aku meletakkan kepalan tangan di atas philtrum. Otakku bekerja lebih keras. Di momen seperti ini aku ingin sekali pinjam otak Namjoon hyung. Beberapa sisi dari diriku yakin kalau itu bukan alasan sebenarnya.

✔ Cerulean Sea and The Sunset | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang