⠼⠁⠛
Pertama kali aku kemari dengan Joohyun adalah di hari ulang tahunku. Pantai Cerulean ini adalah tempat kencan kedua kami. Ehem, sekaligus lokasi hari jadi kami.
Saat itu aku bilang padanya kalau 30 Desember mendatang adalah hari lahirku. Tatkala gadis itu terjatuh dalam jebakanku, ia pun bertanya dengan polos mengenai kado apa yang kuinginkan. Dan aku tak bisa menahan diri untuk tidak basa-basi.
"Aku ingin kau sebagai pacarku. Bagaimana?"
Dan Joohyun tertawa terbahak-bahak. Aku ditolak mentah-mentah.
Tapi aku tidak merasa sakit hati, sebab Joohyun bilang, "Kau boleh coba lagi dengan persiapan yang matang."
Itu artinya aku punya kesempatan lain. Sebelum aku bertanya tentang persiapan macam apa yang Joohyun inginkan, gadis itu sudah memberiku jawaban.
"Aku suka pantai. Kalau kau bisa menemukan pantai sepi yang indah, aku akan mengiyakan."
Dari situ, kutemukan pantai tanpa nama ini.
Pantai kosong yang kami beri nama Cerulean.
Ngomong-ngomong soal itu, Joohyun punya opini yang tak berubah sejak dulu sampai sekarang.
"Trikmu benar-benar payah."
Aku menatap hamparan pasir tempat kami sedang duduk. Joohyun tengah memejamkan mata menikmati semilir angin pantai dan suara deru ombak.
"Tapi itu bekerja," belaku.
"Yeah, tetap saja payah."
"Oho? Padahal kau saja terjatuh dalam jebakanku. Masih tidak mau mengaku," desisku.
Joohyun terkekeh geli lalu mencium pipiku, "Sensitif."
"Sifat sensitifmu itu mudah sekali dikerjai. Jangan terlalu menggemaskan begitu. Sebentar lagi kamu jadi ayah, loh. Nanti bayinya kalah gemas."
Mata gadis itu mengerling lucu. Ada binar manis yang selalu kurindukan. Dia tidak terlihat sedih dan itu semua membuatku tenang.
Belakangan ini aku semakin emosional. Aku lebih mudah down ketimbang biasanya. Tapi mendengar kalimat sederhana yang keluar begitu saja dari Joohyun membuatku ingin memencet kedua pipinya dengan gemas.
Matahari perlahan terbenam. Kami terdiam untuk beberapa detik, menikmati bagaimana warna crimson merah berpadu perlahan dengan biru langit yang memudar jadi warna violet dan jingga.
Sejujurnya, aku agak terharu. Ini matahari terbenam pertama kami.
"Untuk orang yang tidak bisa melihat... mereka pasti sedih sekali, ya? Tidak pernah lihat sunset," celetuk Joohyun dan membuatku menoleh pelan.
"Hyunnie, kau tahu? Ini sunset pertama kita."
Joohyun mengangguk tulus. Kami tak pernah punya momen sesederhana ini karena 'sederhana' adalah kata kunci yang jauh dari gaya hidup kami.
Aku bisa mendengar ada haru membiru dalam suaranya, "Hehe. Akhirnya, yah..."
Dasar melankolis. Padahal dia yang sensitif dan mudah tersentuh dengan hal-hal kecil. Kuacak rambutnya dengan gemas.
"Mau buat permintaan?" tanyaku lembut.
Gadis itu mengangguk, memejamkan mata lalu dengan cepat menyelesaikan doa permintaannya. Saat kutanya harapan macam apa yang ia buat kepada langit lembayung dan debur ombak, ia hanya menjawab, "Sesuatu yang baik untukmu."
"Kamu, dong?" godaku dan ia tersenyum geli. Dia pasti sudah bosan mendengar rayuanku yang payah. Masa bodoh, yang penting gas tak lepas.
Perlahan aku bisa mendengar suara laut mengecil karena debaran di dalamku lebih riuh. Satu kali, seratus kali, seribu kali takkan cukup untuk menatap sepasang bola mata favoritku ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ Cerulean Sea and The Sunset | salicelee.
Fanfic🏅 [#Wattys2020Winner] "Hari ini, 29 Maret 2029. Aku, Kim Taehyung, dinyatakan meninggal dunia pada usia 34 tahun." Gadis asing itu berkata kalau aku harus menemuinya pada malam tahun baru. Aku tak paham apa maksudnya, tapi dia bilang aku tak boleh...