👑 09 - Ayunan

250 50 9
                                    

Kau tak boleh merasa sendirian di dunia ini. Jika kau merasa seperti itu, lihatlah ke belakangmu! Ada aku di sana.
👑

"Ayah, Audrey rindu sama Ayah. Ibu, Audrey juga rindu sama Ibu." Dengan senyum hampanya Audrey mengusap batu nisan milik ayahnya. Lalu mengangkat tangannya, berdoa untuk ayah dan ibunya yang sudah meninggalkannya untuk selamanya itu.

Sudah satu jam Audrey di sana sejak jam enam pagi. Hari ini memang tanggal merah, dan tentu saja sekolah libur. Sesekali Audrey bergantian menatap makam ayah dan ibunya yang memang bersebelahan. Hari ini dia begitu rindu pada dua sosok itu. Jadi, dia memutuskan untuk ke sana sekaligus mengungkapkan keluh kesahnya pada mendiang ayah dan ibunya. Bercerita tentang dirinya yang pernah mengalami kejadian aneh ketika dia hendak bunuh diri. Serta mengungkapkan penyesalannya karena pernah ingin mengakhiri hidupnya itu.

Perasaannya jadi lebih lega setelah bercerita, walau tidak mungkin ada tanggapan dari mendiang ayah dan ibunya. Tentu saja itu tidak mungkin terjadi. Kecuali ada hantu iseng yang membalas ucapannya itu.

Audrey bangkit berdiri. Menahan air matanya sambil tersenyum hampa. "Audrey pergi dulu ya Ayah, Ibu. Kapan-kapan Audrey ke sini lagi kok. Audrey akan terus berdoa buat kalian tenang saja. Audrey sangat sayang sama kalian. Semoga kalian bahagia di sana."

Dengan berat hati, dia melangkah menjauh. Setetes air mata jatuh di pipinya. Langsung saja disekanya. Dia berjalan menjauh dari area pemakaman. Tanpa sadar, sejak tadi ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan.

Ya, benar. Orang itu adalah Clark. Sejak Audrey keluar dari rumah menuju pemakaman umum, Clark memang diam-diam mengikuti Audrey. Selama Audrey di pemakaman, Clark tidak berniat menyapa gadis itu. Audrey butuh waktu dan ruang pribadi. Jadi, Clark tidak ingin mengganggu gadis itu.

Clark sadar kalau Audrey sedang sedih. Langkah gadis itu begitu pelan, kurang semangat. Sesekali Audrey menatap ke langit. Clark pun ikut menatap ke langit. Langkahnya pun ikut pelan, seperti Audrey. Clark terus mengikuti Audrey, hingga sampailah di depan rumahnya. Pemakaman umum itu memang tidak terlalu jauh dari rumah keduanya, jadi sanggup jalan kaki.

Audrey memasuki halaman rumahnya. Alih-alih masuk rumah, langkahnya malah membawanya ke halaman belakang rumahnya. Halaman belakang memang lebih luas daripada halaman depan. Di sana, tepatnya di ujung halaman, ada tiga batang pohon mangga yang belum terlalu tinggi namun sudah berbuah beberapa kali. Begitupun dengan empat pohon rambutan yang tumbuh subur di sisi kanan halaman. Sedangkan di sisi kiri halaman, ada pohon kelengkeng. Dan di tengah-tengah ada satu lagi pohon mangga yang paling tinggi di sana.

Itu memang keinginan mendiang ibunya Audrey untuk memiliki banyak pohon buah di sana. Dan hasilnya kini dapat dirasakan oleh Audrey.

Lagi-lagi Audrey tersenyum hampa, mengingat kala dia menanam pohon-pohon itu—kecuali pohon yang paling tinggi—itu bersama ayahnya kala dia kelas satu SD saat itu. Audrey terus melangkah hingga langkahnya terhenti di bawah pohon mangga yang paling tinggi itu.

"Ayah, ayun lagi!"

"Bentar, Audrey! Ayah lagi nyiram pohon rambutan."

"Ayah, cepatlah!"

"Sabar, Nak! Audrey bisa ayun sendiri?"

111 Days [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang