👑 15 - Ada Apa Dengan Clark?

211 38 0
                                    

Aku ada. Tapi, aku seperti tak terlihat.

👑

Sore telah tiba.

Kaki Audrey terayun-ayun mengikuti ayunan di mana dia duduk sekarang. Dia sedikit mendongak, menatap dedaunan pohon mangga. Rambutnya yang tergerai ikut menari-nari bersama angin sepoi-sepoi. Sangat nyaman. Apalagi, saat ini imajinasinya sedang terbang jauh.

Dia tersenyum. Imajinasinya sedang sangat lancar saat itu. Ide untuk cerita barunya telah hadir. Ketika Ujian Nasional usai, dia berniat kembali menyapa pembacanya dengan cerita baru. Untuk sementara ini dia hanya akan menyusun outline agar ide dan alur ceritanya itu tidak menghilang dari memorinya.

Cerita barunya itu terinspirasi dari kejadian yang dialami dirinya sendiri. Di mana ada seorang laki-laki bersayap menolongnya, toko buku yang tiba-tiba menghilang, lalu dia yang diculik laki-laki misterius.

Tiba-tiba sebuah tangan terulur di depan wajahnya, menginterupsi imajinasinya. Ada permen susu di telapak tangan itu. Audrey mendongak ke arah si empunya tangan. Senyum tipis Clark tertuju padanya. Tak perlu heran lagi, kini Clark memang sering menghabiskan waktu bersamanya.

"Apa?" Audrey bertanya. Seolah-olah tidak mengerti. Padahal dia tahu, pasti Clark memberikan permen susu itu untuknya.

"Ambil, buatmu!"

"Makasih," ucap Audrey sambil meraih permen itu.

Clark terdiam. Masih sama, cowok itu lebih banyak diam. Kepala Clark tertunduk. Di lubuk hatinya, ada rasa aneh.

Sambil membuka bungkusan permen, Audrey menatap wajah Clark beberapa kali. Dia heran. Ada apa dengan Clark? Sosok yang ceria seperti Clark tiba-tiba menjadi pendiam, pasti akan menimbulkan banyak pertanyaan dari orang sekelilingnya bukan? Pasti ada sesuatu yang terjadi. "Kau kenapa, sih? Tumben kau yang biasanya ribut seperti anak ayam kelaparan mendadak jadi pendiam seperti ini. Tell me, why?"

Akhirnya Audrey mengutarakan isi pikirannya, bertanya pada Clark. Daripada dia terus berlarut dalam rasa penasaran, lebih baik dia bertanya saja.

Clark menggeleng. "Aku tidak apa-apa kok. Kau kan senang kalau aku jadi pendiam seperti ini."

Audrey terdiam. Memang benar, biasanya dia kesal kalau Clark sedang ribut. Tapi, ketika Clark jadi pendiam, dia merasa seperti kehilangan sesuatu. "Tapi, aku juga tidak suka kau jadi pendiam."

"Kenapa?"

"Karena, sepertinya ... aku mulai menyukai tawamu," jawab Audrey dalam hatinya. Berbeda dengan yang keluar dari mulutnya. "Karena kalau kau sedang tertawa, kau nampak sangat jelek. Jadi, aku bisa mengejekmu jelek."

Clark hanya tersenyum simpul. Menoleh ke belakang ketika dia merasakan sesuatu yang aneh. Dia, merasa seperti sedang diawasi. Clark mengedarkan pandangannya sejauh dia sanggup. Tangannya terkepal kala pandangannya jatuh pada seseorang yang sedang bersembunyi di samping rumah Audrey. Ternyata benar, orang itu sedang mengawasinya. "Audrey, aku pergi sebentar, ya?"

Setelah mendapat anggukan dari Audrey, Clark mulai berlalu pergi.

Laki-laki yang bersembunyi di samping rumah Audrey itu kabur ketika tahu kalau dirinya disadari oleh Clark.

Jangan ragukan Clark. Dia mampu mengejar laki-laki itu. Hingga tangannya berhasil meraih kerah baju laki-laki itu dan membuka masker yang menutup mulut laki-laki tersebut. Clark menggiring paksa laki-laki itu ke tempat sepi. Tangannya masih bertengger di kerah baju laki-laki itu.

"Maumu apa, Xavier? Kenapa kau mengawasiku?!"

"Hahahaha." Laki-laki yang dipanggil Xavier itu malah tertawa. Tangan Clark melonggar di kerah bajunya, dia menggunakan kesempatan itu untuk menepis tangan Clark. Bola mata hijau gelap itu menyorot tajam ke arah Clark. "Kau penasaran?"

"Tentu saja aku penasaran, Xavier! Bagaimana tidak? Kau yang menculik Audrey dan kau juga yang mendorong Audrey tadi sepulang sekolah. SEBENARNYA MAUMU APA?!" teriak Clark emosi.

"Hahahaha." Lagi-lagi Xavier tertawa. Tawa evil tepatnya. "Bukannya kau tahu apa mauku?"

Clark menarik napasnya panjang. Berusaha meredakan emosinya. "Jadi, kau masih menginginkan sesuatu yang sama?"

Xavier mengangguk mantap. "Benar, aku masih menginginkannya. Bahkan sangat-sangat menginginkannya."

Clark menatap Xavier sarkastis dan tersenyum miring. "Kau bermain-main denganku melalui Audrey? Wah, kau cerdik juga, ya?"

"Tentu saja. Aku cerdik seperti ayah kita. Omong-omong, bagaimana dengan gadis yang bernama Audrey itu? Apakah senyum manis gadis itu mulai terbayang-bayang dalam otakmu? Apakah hatimu yang tidak bisa berbohong itu mulai berdebar karena ada rasa? Aku akan sangat senang kalau kau menjawab iya. Rasanya tidak sabar ketika kau benar-benar pergi dari rumah."

Benar, Xavier adalah adik kandungnya Clark. Mereka berdua bersaudara, namun hubungan mereka tidak lagi baik sejak Xavier tumbuh remaja dan kini menuju dewasa. Adiknya itu sangat berambisi mengambil alih sesuatu yang akan diwariskan untuknya. Sesuatu yang dipercayakan untuknya. Clark tahu, Xavier membencinya. Padahal Clark menyayangi Xavier. Tapi, harus bagaimana lagi? Hubungannya dengan adik kandungnya itu telah renggang.

"Kenapa kau sangat menginginkan itu, Xavier?"

"Kenapa kau yang paling dipedulikan oleh Ayah dan Ibu, Clark? Kenapa kau yang dipuji-puji semua orang? Kenapa  kau yang dipercayakan semua orang? Kenapa kau, Clark? KENAPA?!" jerit Xavier dengan segelintir rasa sakit di hatinya. "Aku ada. Tapi, mereka selalu memujimu di depanku. Aku juga ingin dipuji Clark. Karena kau pintar, karena kau hebat, semua orang fokus padamu. Gara-gara kau mereka melupakanku. Aku benci mengingat itu, Clark! Aku mau kau diusir. Aku mau kau menyerahkan perhatian semua orang itu padaku! Sekarang kau paham mengapa aku begitu berambisi?"

Clark bungkam, dia kehilangan kata-katanya untuk membalas ucapan Xavier. Hatinya menjadi sakit mendengar semua curahan hati adiknya itu. Apalagi dia sadar mata Xavier berkaca-kaca. Pertama kalinya Xavier mengutarakan itu padanya. Clark baru sadar, ternyata selama ini Xavier membutuhkan kasih sayang.

Sebenarnya, dia dan kedua orang tuanya bukan tidak menyayangi Xavier. Mereka sayang pada Xavier, hanya saja mereka tidak menunjukkannya. Xavier itu nakal. Hobinya membuat masalah. Marahnya Clark dan orang tuanya pada Xavier juga salah satu tanda sayang. Mereka ingin Xavier menjadi sosok yang bisa membawa dampak baik untuk orang lain.

"Maaf." Akhirnya satu kata itu lolos dari mulut Clark. Satu kata itu begitu tulus.

Xavier tersenyum getir. "Kau tidak akan menyerahkan itu semua padaku, kan?"

Clark menggeleng. Bagaimana bisa dia menyerahkan semua itu dengan mudahnya? Sedangkan dia sudah dipercayai. Ayahnya sudah memilihnya. Jadi, Clark harus bertanggung jawab sampai akhir. Jika dia berhenti dan memberinya pada Xavier, itu pertanda dia membuat orang-orang yang sudah memercayainya itu kecewa.

"Maaf, untuk itu aku tidak bisa. Tapi, ketahuilah, aku menyangimu Xavier. Kau satu-satunya saudara kandungku," ungkap Clark tulus.

"Cih, kau sama saja." Bersama langkahnya yang besar-besar, Xavier berlalu dari hadapan Clark.

Clark menghela napasnya, menatap punggung adiknya itu yang perlahan-lahan menghilang dari pandangannya. Kemudian, dia juga mulai melangkah, ke tempat di mana dia meninggalkan Audrey tadi.

👑

See you next part;)
Maaf atas segala kekurangannya.
Just an amateur.

By Warda.

Published : March, 25, 2020.

111 Days [END√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang