20. a-again?

238 35 23
                                    

"kak renjun ngapain disini?"kata sanha

"loh, lo juga ngapain disini?"kata kak renjun

"nginep."kata sanha.

——arana's room.

"kok kamu bisa kenal kak renjun sih san? aku belum cerita kan?"

"ih ra, kak renjun itu kakak sepupu aku. Aku emang ga pernah cerita ke siapa siapa sih soal ini."kata sanha.

"dih, ke aku juga ga cerita."

"ngapain ew ga guna."kata dia

"eh san! mau ikut engga?"

"kemana?"

"ke—makam ayah akuuu, yuk?"

"ini seriusan gue diajak?"kata sanha

"bunda sih bilangnya gitu, bebas sih, kamu mau atau engga?"

"mau ajalah ayok,"

"yaudah, aku ganti baju dulu bentaran."kataku terus dibalas anggukan.

setelah udah siap, aku,sanha,dan bunda pergi ke makam ayah.

kak renjun? tadi ada sama kak Mark, masa bodoh. Gapeduli.

sebenernya, makamnya ga terlalu jauh, cuman 20 menit nyampe, itu juga kalau ga macet sih. Ya untungnya, sekarang ga macet jadi lebih cepet.

Nuansanya 'agak' horror sih, ini udah mau Maghrib bunda ngapain ngajak ke makam ayah coba?

aku sama sanha saling pegangan tangan dan bergidik ketakutan, tatapan bunda serem. Kayak, lagi 'ngeliat' sesuatu.

okey, buang pikiran itu jauh jauh dari benakku. Itu terlalu menyeramkan.

"ra, kamu liat ga sayang?"bunda nanya padaku, aku sontak langsung lihat kearahnya, bulu kudukku berdiri.

aku semakin memegang kuat tangan sanha, apa bunda tidak—takut?

"l—liat apa Bun?"

"ga lihat ya rupanya..."kata bunda

"Ra bunda Lo kenapa sih? kok gue jadi takut gini, tau gini gue gaikut deh kesini."kata sanha sambil berbisik padaku

"aku juga gatau san kenapa bisa kayak gini."

"tadi ada ayah padahal, masa kamu gak liat? asalnya ayah tuh berdiri disini, terus pindah kepinggir kamu, sambil ngelus lembut kepala kamu."kata bunda,

sukses membuat kakiku melemas.

"bunda, aku tahu bunda sedang rindu ayah, tapi, jangan terlalu berlebihan ya bunda? nanti badan bunda malah ga ke kontrol."kataku terus berjalan kepinggir bunda

"bunda kangennn banget sama ayah kamu, kenapa bunda juga gaikut pergi sama ayah?"kata bunda terus membelai halus kepalaku.

"bunda gaboleh ngomong kayak gitu, nanti yang jagain Ara siapa lagi kalau bukan bunda?"

"tante, kita pulang yuk? istirahat dulu di rumah, nanti, kalau mau kesini, sanha saranin di siang siang aja ya Tante, jangan bada Maghrib gini.."kata sanha, terus berdiri di pinggir bunda juga. lucu muka sanha kalau udah takut.

akhirnya, kami bertiga pulang ke rumah. Walaupun, masih ketar ketir dengan kejadian yang cukup menyeramkan tadi.

sesampainya dirumah, aku meminta untuk bunda istirahat saja, biar aku dan sanha yang masak untuk makan malam. Dan untungnya disetujui sama bunda.




——keesokan paginya,

"astagfirullah! bunda!"

"KAK MARK!! SANHAA!!"

aku terkejut melihat bunda tergeletak di lantai kamarnya, tidak berdaya. Ia terlihat lemah saat itu.

Bukan bunda yang tegar dalam kondisi apapun, bukan bunda yang tegas dan lembut, bukan juga bunda yang selalu menjadi rumah bagi anak anaknya.

aku,kak Mark, dan sanha langsung membawa bunda ke rumah sakit,

sanha izin, aku izin, kak Mark juga izin. Kami semua tidak sekolah.

"maaf, maaf sekali lagi, tapi, pasien tidak bisa untuk diselamatkan lagi, jantungnya sudah tidak kuat, dan sudah telat untuk ditangani lebih lanjut."ucap dokter bermarga Byun itu.

"innalilahi, ra turut berduka cita buat bunda Lo."kata sanha

"bunda san, bunda, aku gatau harus curhat kesiapa selain ke bunda, aku udah gapunya siapa siapa lagi Selain kak Mark,"

"setelah itu, tuhan ngambil siapa lagi san? aku? atau kak Mark?"

"cukup kehilangan ayah aja san, bunda gausah..."

"aku masih bandel sama bunda, sering pulang sore, dan jadi anak yang malas."

"Ra, cukup nyalahin diri Lo sendiri, bunda Lo tuh orang yang baik, halus, tutur katanya lembut."kata sanha

"bunga yang lagi bagusnya, itu cepet dipetik Ra, dan itu adalah bunda Lo, tuhan lebih sayang sama bunda Lo, tuhan mau bunda Lo engga kesepian lagi, tuhan pengen ngakhirin itu semua, Lo gak kasian liat bunda Lo nangis tiap malem? tuhan pengen cepet mempertemukan bunda sama ayah Lo disurganya."

"gue tau lo cewek yang kuat, Lo harus kuat kayak bunda Lo Ra,"

"dia mampu nyembunyiin kesedihan dia didepan anak anaknya, biar anak anaknya ga sedih liat bundanya nangis."kata sanha

"kamu emang sahabat terbaik aku san, makasih banyak, makasih banyak udah ngorbanin waktu, dan ngorbanin ga ikut pelajaran hari ini. Aku berhutang banyak sama kamu."kataku,

"kak Mark, kak Mark disisiku terus ya? jangan pergi, aku gamau kehilangan lagi, cukup ini saja,"kataku ke kak Mark.

"adikku emang kuat! semangat terus ya Ra! gue siap jadi penyemangat Lo."

"Ra, turut berduka cita."
















"makas—kak Haechan?"

rasanya, ingin sekali aku memeluk laki laki berjaket hitam didepanku, menangis di pelukannya, aku rindu itu.

namun nyatanya, itu sudah tidak bisa lagi aku lakukan. Jika saja aku melakukannya, aku tidak akan jauh dari kata 'murahan.'

religionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang