17.tega.

251 46 12
                                    

"hah?"

"ya Ra? Lo mau plis."kata kak Mark.

"aku mungkin butuh waktu untuk mikirin ini, boleh keluar dulu ya? maaf."kataku












kak mark dan kak renjun keluar dari kamarku, aku meneteskan air mata.







ya, aku menangis. Aku menangis melepas kak Haechan begitu saja, aku ingin bertemu dengannya lalu memeluknya sepuas yang aku mau.
Aku berharap, ia tidak semudah itu melepaskanku.

aku berharap, buku kecil coklat yang bulan lalu aku kasih, tidak ia buang dengan sia sia.

aku berharap, kontakku di ponselnya masih 'pujaan hati'. Dan tidak akan pernah di ubah.

aku berharap, ia masih sering mengunjungi kelasku di saat jam istirahat.

and one more, aku berharap ia masih menyimpan romansa yang kami buat sendiri.


aku terlalu egois untuk itu.



"kak renjun! mau Nemani aku jalan jalan?"kataku

"dengan senang hati, ra."jawabnya.

setelah itu, kami pergi, naik motor. Aku lebih suka naik motor daripada naik mobil. Alasannya simple, karna, lebih banyak romansa romansa manis yang dibuat di motor.

"mau kemana nih kita sekarang?" kata kak renjun.

"gereja yang depan masjid tengah kota itu, ya?"

"o–oke."

engga butuh waktu lama, aku sampai di depan gereja.

Aku tahu, selepas pulang dari rumah, kak Haechan langsung ke gereja, mungkin, ia sedang bercerita tentang keluh kesahnya pada tuhannya. Gereja terlihat sudah sepi, bagaimana tidak? ini sudah malam.

aku melihat laki laki, pakai jaket hitam, dan itu kak Haechan.

"kak haechan!"teriakku.

orang yang dipanggil pun lantas menolehkan kepalanya.

"Ara? ngapain disini? udah malem! sama siapa kesini?"kata kak haechan.

"s–sama renjun, ga perlu tau kak aku kesini untuk apa."

"—udah menceritakan keluh kesahmu ke tuhanmu kak?"kataku

"udah Ra, aku udah cerita di dalem tadi."katanya.

"kak, uhm, maaf ya?"

"untuk?"

"a–aku terlalu egois."

"gaada yang ngomong gitu kan ra?"

"semesta tidak pernah ingkar janji, kak. Ia pasti akan mempertemukan mu dengan ku lagi, walaupun dengan situasi yang berbeda."

"kita sama sama akan bertemu lagi,"kak Haechan memotong ucapannya.

"—dengan pendamping hidup masing masing."ucapnya.

"boleh aku meluk kakak untuk yang keterakhiiiir kaliiinya?"kataku.

"jangan lama lama ya? gimana pun juga, yang nanti kamu peluk bukan aku lagi, dan yang kamu genggam tangannya bukan tanganku lagi."katanya,

ingin aku bantah omongan itu, ia selalu menjadi pujangga dari Bandung yang berhasil membuat aku jatuh cinta hanya dengan pesona yang dia punya.

aku peluk dia, aku menangis di dekapannya, ia tidak membalas pelukanku, tapi, pundakku basah.

"kak, i love you more than you know."

"me too."

religionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang