↪23↩

4.6K 378 3
                                    

Aku menutup pintu mobil dengan kencang. Bahkan aku tidak memperdulikan Harry yang menatapku bingung. Ya, aku memang tidak tahu diri, setelah ia memberiku tumpangan, aku malah tidak berterima kasih bahkan menutup mobilnya dengan kencang.

Aku berjalan menjauhi mobilnya dan berakhir didepan pintu rumahku. Tidak ada keberanian yang muncul untuk mengetuk pintu ini. Aku takut Jared marah padaku jika ia melihat keadaanku saat ini.

Menghela napas, aku memilih menyenderkan punggungku disamping pintu, dapat kulihat mobil Harry masih disana, ia belum beranjak sedari tadi.

Pintu mobil itu terbuka, Harry datang mendekat padaku. "Kenapa kau tidak masuk?" tanyanya.

Aku hanya bisa menggeleng sembari menunduk, tidak bisa menjelaskan.

"Mika, aku ingin sekali tahu apa yang telah terjadi padamu," katanya.

Harry, andai saja mulutku bisa bergerak sendirinya maka tentu saja ia sudah menjelaskan sedari tadi. Namun, bibir ini terasa mati, tidak ingin bergerak sama sekali.

"Mika," panggilnya.

Aku mendongkak, menatap kedua bola matanya yang tampak jelas sedang cemas akan keadaanku. Seandainya yang aku sukai bukanlah Jordan melainkan Harry, pasti aku tidak akan sesakit ini.

"Mika," panggilnya lagi, menyadarkanku akan keterlamunan.

Bibirku bergetar saat aku berusaha berbicara. "Kau bisa pulang, Harry. Terima kasih atas tumpangannya."

Ya, aku mengusirnya. Dan kini terlihat jelas jika ia kecewa akan perkataanku. Sejujurnya aku tidak ingin melakukan itu, tapi aku tidak ingin didesak akan sesuatu yang sedang tidak ingin kubicarakan.

Harry memegangi lehernya, wajahnya menampakkan raut tidak enak. "Baiklah, aku pulang dulu. Sampai jumpa besok, disekolah."

Aku mengangguk. Harry berjalan menjauh dariku dan naik ke mobilnya. Lalu, kali ini ia benar-benar pergi.

Aku mengumpulkan keberanian sedalam-dalamnya dan barulah mengetuk pintu yang terasa sulit tadinya.

Pintu itu terbuka. Jared dengan lensa kacamatanya kini menatapku intens, kacamata yang selalu menemaninya saat membaca buku kesayangannya.

Tanpa peduli dengan raut wajah Jared yang tidak dapat kuartikan, aku langsung saja berlari kelantai atas, menuju kamarku. Tidak lupa aku mengunci pintu dan segera menjatuhkan badanku di kasur.

Selama perjalanan pulang, aku sudah banyak menghabiskan air mata dan kini hatiku terasa sakit kembali namun tidak dapat mengeluarkan air mata. Sangat menyakitkan ketika menangis tanpa air mata.

Tok! Tok!

Aku segera menoleh kearah balkon, berharap mendapatkan Jordan disana. Namun, hal itu hanya anganku saja saat ketukan itu sebenarnya berasal dari pintu kamarku.

Jordan tidak mengejarku sama sekali. Itulah yang terus menghantui benakku.

"Mika, buka pintunya."

"Mika, aku ingin bicara."

Aku tanpa sadar menggeleng. Jared boleh marah semarahnya, tapi tidak untuk saat ini. Aku tidak ingin diganggu dan tak terkecuali denganmu, Jared.

My Stalker Vampire (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang