Part 4

24 3 0
                                    

Ting tong ting tong
Suara bel menghentikan pergerakan tangan Bi Ijah. "Tumben pagi-pagi ada tamu non." Katanya menoleh ke Maira yang baru saja memasuki dapur.

"Mai aja yang buka Bi." Kata Mai memutar kursi rodanya. Dibalas anggukan bi Ijah. "Siapa sih pagi-pagi sudah kesini?" Gerutu Mai.

Tangan Maira terulur untuk membuka knop pintu.

"Hai, pagi Mai." Sapa lelaki yang belakangan ini selalu mengirim Mai pesan, Leon.

"Hai Leon. Kok enggak bilang mau kesini?" Mai terkejut mendapat tamu spesial sepagi ini.

Terkekeh. "Jalan ke taman depan komplek yu. Sekalian sarapan. Gimana?" Kata Leon.

"Gue bilang mama sama papa ya?" Jawab Mai sembari tersenyum riang.

Leon hanya mengacungkan kedua jempolnya sembari duduk di kursi teras. Ia mengeluarkan ponsel pintarnya untuk mengecek kegiatnnya hari ini.

Selesi meminta ijin, Maira kembali menemui Leon dan sudah membawa serta hp kesayangannya dan dompet. "Ayo El." Katanya saat sudah berada di teras.

"Ayo. Sini gue yang dorong kursi rodanya." Kata Leon sambil mengusap lembut lengan Maira.

Mereka berjalan menuju taman depan komplek perumahan Maira sambil terus berceloteh. Leon bahkan menanyakan ketidakhadiran Maira di kampus sejak 2hari lalu.

Ia hanya manggut-manggut saat Maira mengatakan bahwa dirinya sedang mengikuti terapi dengan dokter kenalan Rendra karena batal ke Ausi.

Sampai di taman, Leon mengajak Mai berkeliling sebentar kemudian duduk di salah satu kursi taman. Belakangan memang Leon mencoba mendekatkan diri dengan Mai mengingat keluarganya sudah memutuskan untuk menjodohkan mereka berdua.

Meskipun demikian, baik Mai maupun Leon tidak pernah membahas tentang perjodohan tersebut. Mereka menikmati proses pendekatan yang mereka lakukan seperti ini. Karena jika pada akhirnya mereka tidak jadi menikahpun mereka ingin tetap menjadi sahabat atau setidaknya teman yang akrab.

"El, sarapan bubur kayaknya enak deh." Kata Maira.

"Ayo. Lo udah laper banget kayaknya." Leon terkekeh sambil mendorong kursi roda Maira.

"Belum juga. Tapi lumayan sambil ngobrol. Kan lo ke kantor. Sekarang udah setengah tujuh."

"Gue jam 9 ke kantor Mai. Santai aja kali."

"Tetep aja gue enggak mau lo telat karena gue."

Setelah berjalan agak jauh tiba-tiba hp Maira berdering. "Ada telpon El."

"Angkat aja dulu."

"VC dari Rendra." Maira menunjukkan layar hpnya ke Leon.

"Hai Ndra. Pagi-pagi udah VC aja, enggak sibuk lo?" Sapaan Maira setelah mendapat persutujuan Leon untuk menerimanya.

"Hai sayang. Wah jalan-jalan ke taman? Sama Leon?" Sapa Rendra mengacuhkan cibiran sahabatnya itu.

"Hai Ndra. Gue culik Mai pagi-pagi." Kata Leon sembari terkekeh pelan.

Maira sempat memperkenalkan Leon pada Rendra setelah tahu bahwa ada perjodohan diantara mereka.

Tersenyum riang Rendra, "Awas bunting anak orang."

"Eh upil, mana ada jalan-jalan ke taman bisa bunting? Sembarangan aja tuh jalan sambel." Caci Maira.

Rendra dan Leon tertawa bersama mendengar cacian Maira yang khas itu.

"Eh jangan salah. Virus aja bisa menular lewat udara dan ngobrol." Balas Rendra.

"Lo kata itu air mani seringan kertas atau sejenis virus yang bisa terbang kemana-mana ketiup angin?" Maira memutar bola mata jengah.

"Jaman udah modern Mai. Siapa tahu kan dia bisa mencari sarang yang dia mau dengan sendirinya." Kekeh Rendra.

"Eh anying orang begi juga tahu kalau omongan lo itu enggak masuk di akal. Udah balik sini lo biar gue jitak tuh pala. Peak akut di pelihara." Cibir Maira.

Rendra dan Leon terbahak bersama. Mereka memang menyukai sifat Mai yang sangat frontal kalau di ajak berdebat. Apalagi untuk sesuatu yang menurutnya tidak masuk akal.

"Gue seneng banget deh hari ini. Makasih sayang. Thanks ya bro. Kalian bener2 mood booster gue." Rendra menatap keduanya lekat. "Gue jadi pingin cepet balik."

"Lo dimana?" Tanya Leon.

"Gue di Singapore. Sejak 2hari lalu. Gue dikirim kesini biar lupa sama Naira kata bokap." Sedih Rendra.

"Cari pacar aja lagi." Sahut Leon enteng.

"Iya. Makanya gue mau jadi rival abadi lo El." Cengir Rendra.

"Awas lo berdua ye. Gue bukan barang taruhan." Kesal Maira.

"Lo emang bukan barang taruhan. Tapi kita berdua ini lagi bertaruh siapa yang bakal dapetin hati lo Mai. Ya nggak Ndra?" Kata Leon.

Maira membulatkan matanya sempurna."Gila ya lo berdua."

"Kan kita bertarung secara gentle dan sportif Mai." Rengek Rendra.

"Ckckck bodo amat Ndra bodo amat." Mai memutar bola matanya.

"Makin kangen deh gue sama lo. Pingin balik trus cium lo." Rendra terkekeh.

"Gue wakilin ya Ndra?" Kata Leon dan langsung mencium pipi Maira.

Refleks, Maira mencubit halus pinggang Leon. Leon meringis di tengah kekehannya karena melihat Rendra mengumpat asal di seberang.

"Sembarangan lo nyium2 gue." Kesal Maira.

"Kan mewakili Rendra." Sahut Leon enteng.

"Dia mah enggak perlu lo wakilin juga tiap ketemu gue langsung nyium El." Maira benar2 sudah tidak tahan berhadapan dengan dua lelaki tak waras ini. "Ya udah ah matiin. Kerja yang bener lo trus cepet balik. Kita harus jalan bareng." Kata Maira.

"Okay. Kalian baik2 disana ya. Tunggu gue, kita liburan bareng." Kata Rendra berbinar.

"Heh terapi gue gimana kalau liburan?" Tanya Maira kesal.

"Sengak mulu lo. Otomatis libur lah terapi. Ketularan begi lo?" Ejek Rendra.

"Kapan Mai bisa jalannya Ndra kalau banyakan libur terapi?" Leon menjawab.

"Dua hari doank elah. Sabtu minggu. Tunggu gue." Kesal Rendra.

"Okay." Jawab Leon dan Maira bersamaan.

Maira dan Leon akhirnya makan bubur setelah selesai berceloteh dengn Rendra yang dikirim ke Singapore agar melupakan Naira sejenak.

Wrong SideWhere stories live. Discover now