Hello, thisismikasa.
Bagaimana kabar kalian?
Situasi sedang tidak kondusif akhir-akhir ini. Aku harap kalian baik-baik saja dan tetap tenang di rumah masing-masing, ya.
Dimana pun kalian, jaga kesehatan, perketat pencegahan, dan memperdalam doa, ya...
Maaf karena terlambat publish, lagi :'). Semua serba online untuk belajar sekarang, jadi tugasnya semakin banyak.
Part kali ini mungkin kurang greget. Tapi semoga bisa membalas rasa penasaran dan penantian kalian, ya.
Enjoy it...
.
.
.
.Lantunan lagu bermelodi ringan dari salah satu lagu anak-anak Jisung dendangkan pelan sambil mendorong kursi roda berisi wanita berumur awal tiga puluh tahun itu. Suara Jisung merdu, sangat malah, tidak kalah dari Chenle maupun Woojin. Tapi dia terlalu pemalu untuk bernyanyi di depan umum, akhirnya yang dia punya hanya satu pendengar setia, ibunya.
Ibunya biasa akan menyambung lirik dengannya, sayangnya saat ini ibunya memilih bungkam. Sedih? Jangan tanyakan lagi. Dia bahagia memiliki ibu yang cerewet, ketika sadar ibunya memilih diam saat ini, Jisung merasa sakit.
Sekarang pukul lima sore dan sudah tiga hari mereka disini, kondisi Haechan juga berangsur membaik. Dia sudah tidak mengalami tantrum lagi, walau masih enggan diajak bicara dan akan menangis di pojokan jika tidak ada Jisung di setiap saat dia bangun tidur.
"Lihat, Mommy. Satu-satunya tempat yang bagus disini hanyalah taman depannya saja." Curhat Jisung.
Diam. Nampaknya ibunya ini tidak terlalu tertarik dengan taman rumah sakit. Padahal Jisung sudah mengajak ibunya keliling rumah sakit, berbicara kesana kemari, dari topik regional sampai kancah dunia sekalipun. Ibunya tetap saja bungkam.
"Mommy, belum lama ini aku ditraktir pizza oleh Ahjussi baik hati. Aku tahu salah satu outlet pizza-nya. Ayo, kita makan pizza setelah ini."
Baiklah, mulutnya sudah lelah dan tenggorokannya juga sudah kering. Jisung akan diam saja setelah ini. Jisung menghentikan laju kursi roda ibunya di salah satu bangku di bawah pohon. Beberapa saat, yang mereka lakukan hanyalah duduk memperhatikan beberapa suster yang juga sedang mengajak jalan-jalan pasien. Jisung juga bisa melihat mereka bercengkrama dan tertawa bersama, seperti orang normal. Padahal nyatanya tidak juga.
Sebuah tangan tiba-tiba mengelus puncak kepala Jisung dengan pelan dan lembut. Mata ibunya menatap lekat dirinya dengan raut teduh, tidak kosong lagi. Pancaran yang beberapa hari ini hilang, dengan penuh syukur telah kembali. Tangan itu beralih ke wajah Jisung, mengusap pipinya dengan kasih.
"Ini pasti berat untukmu, bukan? Harus merawat seorang ibu yang hampir gila karena traumanya. Sekarang Mommy sudah tidak apa-apa. Mommy janji, akan lebih menjaga diri dan semakin kuat lagi untukmu. Jadi, Mommy mohon, jangan tinggalkan Mommy, ya..."
Tangis Jisung pecah, dia bersimpuh, memeluk erat pinggang ibunya yang sedang duduk di atas kursi rodanya.
"Aku yang seharusnya bilang begitu. Jangan pernah meninggalkanku sendirian, Mommy. Jangan pergi dariku. Aku berjanji, akan menjadi semakin kuat agar bisa menjaga Mommy. Maafkan aku karena sudah lalai, Mommy. Maafkan aku."
Haechan menangis dalam diam, tidak sanggup ikut meraung bersama bayi kecilnya. Hatinya menghangat sekaligus nyeri, merasa bodoh dan dicintai secara bersamaan. Betapa dirinya sangat dicintai oleh putranya ini. Betapa bodohnya dia terlalu larut pada traumanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untold Pain [MarkHyuck (GS)]
Fanfiction"Kau lelaki bejat!" Lee Haechan, 18 tahun. "Ambil uang ini dan menjauhlah dari jangkauanku." Mark Lee, 20 tahun. ---- "Sepanjang hidupku, aku tidak pernah ingin tahu siapa ayah kandungku. Aku tidak peduli dengan orang yang seenaknya meninggalkan ibu...